Jakarta (antarasulteng.com) - Setelah penyimpanan data dilakukan di data center, kemudian cloud, kini penyimpanan data dapat dilakukan di hybrid cloud.
Dahulu orang memiliki data center untuk menaruh aplikasi dan membangun data center mereka untuk disaster recovery mereka.
Kemudian menuju ke cloud di mana aplikasi mereka ditempatkan pada cloud atau mereka menggunakan cloud sebagai layanan infrastruktur, layanansoftware atau layanan platform.
"Jadi dulu orang yang mengakses aplikasinya dari data center sekarang orang mengakses aplikasinya di cloud," kata Senior Field System Engineer F5 Networks Andre Iswanto, di Jakarta, Kamis.
Namun, menurut Andre, tidak semua costumer yakin untuk memindahkan seluruh aplikasi atau infrastrukturnya di cloud dengan banyak pertimbangan, salah satunya dari segi keamanan.
Hal tersebut menyebabkan mereka melakukan hybrid environment di mana tidak semua aplikasi ditempatkan di cloud.
"Jadi ada aplikasi yang ditaruh di on-premise, ada juga aplikasi yang di taruh di cloud," ujar Andre.
Andre mengatakan pemilihan penempatan aplikasi tersebut dapat dilihat dari level aplikasi itu sendiri, seberapa critical aplikasi tersebut bagi mereka.
"Mungkin yang dibutuhkan sangat critical atau mereka membutuhkan tingkatsecurity yang tinggi mereka taruh di data center sendiri atau on premis, tapi beberapa aplikasi yang less critical mereka bisa taruh di cloud," kata dia.
"Jadi ada aplikasi atau infrastruktur ada yang ditaruh di cloud, ada yang ditaruh di on-premise," sambung dia.
Sementara itu, Andre melihat bahwa perkembangan cloud di Indonesia masih cukup rendah dikarenakan masih banyaknya user yang melihat resiko-resiko yang dihadapi pada saat mengadopsi cloud.
"Sebenarnya ini tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh dunia mengalami pemikiran sama," kata Andre.
Lebih lanjut Andre mengatakan kondisi user saat ini di Indonesia masih di level melakukan evaluasi, belum adopsi.
Meski demikian, kedepannya Andre optimis bahwa user akan mengadopsi.
"Saya melihat beberapa costumer sudah mulai mengadopsi cloud tapi untuk aplikasi yang less critical," ujar Andre.
Dahulu orang memiliki data center untuk menaruh aplikasi dan membangun data center mereka untuk disaster recovery mereka.
Kemudian menuju ke cloud di mana aplikasi mereka ditempatkan pada cloud atau mereka menggunakan cloud sebagai layanan infrastruktur, layanansoftware atau layanan platform.
"Jadi dulu orang yang mengakses aplikasinya dari data center sekarang orang mengakses aplikasinya di cloud," kata Senior Field System Engineer F5 Networks Andre Iswanto, di Jakarta, Kamis.
Namun, menurut Andre, tidak semua costumer yakin untuk memindahkan seluruh aplikasi atau infrastrukturnya di cloud dengan banyak pertimbangan, salah satunya dari segi keamanan.
Hal tersebut menyebabkan mereka melakukan hybrid environment di mana tidak semua aplikasi ditempatkan di cloud.
"Jadi ada aplikasi yang ditaruh di on-premise, ada juga aplikasi yang di taruh di cloud," ujar Andre.
Andre mengatakan pemilihan penempatan aplikasi tersebut dapat dilihat dari level aplikasi itu sendiri, seberapa critical aplikasi tersebut bagi mereka.
"Mungkin yang dibutuhkan sangat critical atau mereka membutuhkan tingkatsecurity yang tinggi mereka taruh di data center sendiri atau on premis, tapi beberapa aplikasi yang less critical mereka bisa taruh di cloud," kata dia.
"Jadi ada aplikasi atau infrastruktur ada yang ditaruh di cloud, ada yang ditaruh di on-premise," sambung dia.
Sementara itu, Andre melihat bahwa perkembangan cloud di Indonesia masih cukup rendah dikarenakan masih banyaknya user yang melihat resiko-resiko yang dihadapi pada saat mengadopsi cloud.
"Sebenarnya ini tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh dunia mengalami pemikiran sama," kata Andre.
Lebih lanjut Andre mengatakan kondisi user saat ini di Indonesia masih di level melakukan evaluasi, belum adopsi.
Meski demikian, kedepannya Andre optimis bahwa user akan mengadopsi.
"Saya melihat beberapa costumer sudah mulai mengadopsi cloud tapi untuk aplikasi yang less critical," ujar Andre.