Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid mengatakan perubahan periodesasi masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode dapat mengubah konstelasi politik nasional.
Hal itu disampaikan Jazilul saat menjadi narasumber dalam acara Ngaji Kebangsaan dengan tema ”Membaca Aspirasi Warga Nahdiyin dan Nasionalis pada Pilpres 2024” secara virtual yang digelar Forum Cendekiawan Muslim Muda (FCMM), Kamis.
”Kalau perubahan muncul, Pilpres 2024 beda cara bacanya karena Pak Jokowi bisa maju lagi. Mudah-mudahan konstitusi tidak ada perubahan terkait dengan masa jabatan presiden sebab itu luar biasa dampak, efeknya terhadap partai politik untuk menyongsong Pilpres 2024,” katanya Jazilul dalam siaran pers yang diterima di Jakarta.
Wacana yang beredar di ruang publik saat ini, lanjut dia, adalah perubahan periodesasi masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode serta menjadi 8 tahun setiap periodenya.
Menurut pria yang akrab disapa Gus Jazil ini, hingga saat ini belum ada pengajuan resmi ke MPR soal wacana tersebut.
"Ini santer juga isu amendemen UUD. Terus terang saya sampaikan sampai hari ini, di MPR yang sedang dikaji hanya soal memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara. Kalau soal usulan perpanjangan masa jabatan presiden, belum ada secara resmi," ujar Gus Jazil.
Karena sampai hari ini belum ada pengajuan secara resmi ke MPR, secara konstitusi Jokowi tidak bisa maju lagi sebagai calon presiden pada pemilu mendatang.
Ia mengutarakan bahwa banyak tokoh yang punya hak konstitusional menjadi presiden.
"Kalau di PKB, memiliki Ketum Abdul Muhaimin Iskandar, panglima santri, tentu kami menimbang-nimbang, berfpkir serius memohon masukan Forum Cendekiwan Muslim Muda apakah sudah waktunya maju atau ada saran-saran yang bisa kami terima," kata Gus Jazil.
Gus Jazil mengatakan bahwa hanya PDIP yang memiliki peluang mengusung sendiri. Namun, karena Indonesia yang majemuk ini, kemungkinan PDIP tidak akan mengusung sendirian karena untuk mengatur bangsa sebesar ini masa sendirian.
Karena pada Pilpres 2024 kemungkinan tidak ada calon petahana, partai politik memiliki tugas untuk mencari sosok yang mampu memberikan harapan baru untuk mengatasi keadaaan saat ini.
Ia mengaku belum bisa membaca apakah pada tahun 2024 pandemi sudah selesai. Masalahnya, banyak yang mengatakan pandemi turun Juli ini tetapi justru meningkat.
"Pilpres 2024 akan dibayang-bayangi oleh dampak dari pandemi. Siapa pun calon presidennya harus mampu mengatasi dampak pandemi, baik dampak kesehatan maupun ekonomi," katanya.
Terkait dengan isu politik aliran sesuai dengan tema yang dibahas dalam webinar tersebut, Gus Jazil mengatakan bahwa pascareformasi politik aliran mulai mengendur. Saat ini tantangan yang berat dan bisa menjadi benalu demokrasi adalah praktik politik transaksional.
"Zaman Bung Karno kuat politik ideologi, politik aliran. Hari ini yang popular adalah politik transaksional, itu yang popular dan itu penyakit," ujarnya.
Sejak 2015, lanjut dia, pemerintah sudah memutuskan adanya Hari Santri Nasional (HSN) sehingga tidak perlu ada lagi pemisahan antara kaum santri dan nasionalis.
”Nahdiyin itu pasti nasionalis. Santri itu pasti nasionalis. Kalau santri tidak nasionalis, itu berarti bukan nahdiyin. Di mana-mana digaungkan NKRI harga mati, Pancasila Jaya," katanya.
Gus Jazil berharap diskusi yang dilakukan FCMM bisa memberikan masukan untuk mematangkan format dan harapan bangsa ke depan.
”Kalau PDIP sudah pasang gambar Bu Puan di mana-mana, itu kami hormati sebagai bagian pendidikan politik karena seorang figur memang harus muncul untuk menyampaikan visi dan misi. Tidak perlu malu-malu karena itu memang cara berpolitik yang ada," katanya.
Menurut dia, pandemi COVID-19 tidak akan menghalangi bangsa untuk mencari cocok pemimpin yang terbaik.
"Pada hari ini belum kelihatan sosoknya. Kalau puasa gitu hilal belum kelihatan, jadi belum bisa dibaca siapa sosok capres. Namun, setidaknya bisa membuat harapan ciri-ciri siapa yang paling pas. Saat ini sosoknya siapa masih kabur," tutur Gus Jazil.
Hal itu disampaikan Jazilul saat menjadi narasumber dalam acara Ngaji Kebangsaan dengan tema ”Membaca Aspirasi Warga Nahdiyin dan Nasionalis pada Pilpres 2024” secara virtual yang digelar Forum Cendekiawan Muslim Muda (FCMM), Kamis.
”Kalau perubahan muncul, Pilpres 2024 beda cara bacanya karena Pak Jokowi bisa maju lagi. Mudah-mudahan konstitusi tidak ada perubahan terkait dengan masa jabatan presiden sebab itu luar biasa dampak, efeknya terhadap partai politik untuk menyongsong Pilpres 2024,” katanya Jazilul dalam siaran pers yang diterima di Jakarta.
Wacana yang beredar di ruang publik saat ini, lanjut dia, adalah perubahan periodesasi masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode serta menjadi 8 tahun setiap periodenya.
Menurut pria yang akrab disapa Gus Jazil ini, hingga saat ini belum ada pengajuan resmi ke MPR soal wacana tersebut.
"Ini santer juga isu amendemen UUD. Terus terang saya sampaikan sampai hari ini, di MPR yang sedang dikaji hanya soal memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara. Kalau soal usulan perpanjangan masa jabatan presiden, belum ada secara resmi," ujar Gus Jazil.
Karena sampai hari ini belum ada pengajuan secara resmi ke MPR, secara konstitusi Jokowi tidak bisa maju lagi sebagai calon presiden pada pemilu mendatang.
Ia mengutarakan bahwa banyak tokoh yang punya hak konstitusional menjadi presiden.
"Kalau di PKB, memiliki Ketum Abdul Muhaimin Iskandar, panglima santri, tentu kami menimbang-nimbang, berfpkir serius memohon masukan Forum Cendekiwan Muslim Muda apakah sudah waktunya maju atau ada saran-saran yang bisa kami terima," kata Gus Jazil.
Gus Jazil mengatakan bahwa hanya PDIP yang memiliki peluang mengusung sendiri. Namun, karena Indonesia yang majemuk ini, kemungkinan PDIP tidak akan mengusung sendirian karena untuk mengatur bangsa sebesar ini masa sendirian.
Karena pada Pilpres 2024 kemungkinan tidak ada calon petahana, partai politik memiliki tugas untuk mencari sosok yang mampu memberikan harapan baru untuk mengatasi keadaaan saat ini.
Ia mengaku belum bisa membaca apakah pada tahun 2024 pandemi sudah selesai. Masalahnya, banyak yang mengatakan pandemi turun Juli ini tetapi justru meningkat.
"Pilpres 2024 akan dibayang-bayangi oleh dampak dari pandemi. Siapa pun calon presidennya harus mampu mengatasi dampak pandemi, baik dampak kesehatan maupun ekonomi," katanya.
Terkait dengan isu politik aliran sesuai dengan tema yang dibahas dalam webinar tersebut, Gus Jazil mengatakan bahwa pascareformasi politik aliran mulai mengendur. Saat ini tantangan yang berat dan bisa menjadi benalu demokrasi adalah praktik politik transaksional.
"Zaman Bung Karno kuat politik ideologi, politik aliran. Hari ini yang popular adalah politik transaksional, itu yang popular dan itu penyakit," ujarnya.
Sejak 2015, lanjut dia, pemerintah sudah memutuskan adanya Hari Santri Nasional (HSN) sehingga tidak perlu ada lagi pemisahan antara kaum santri dan nasionalis.
”Nahdiyin itu pasti nasionalis. Santri itu pasti nasionalis. Kalau santri tidak nasionalis, itu berarti bukan nahdiyin. Di mana-mana digaungkan NKRI harga mati, Pancasila Jaya," katanya.
Gus Jazil berharap diskusi yang dilakukan FCMM bisa memberikan masukan untuk mematangkan format dan harapan bangsa ke depan.
”Kalau PDIP sudah pasang gambar Bu Puan di mana-mana, itu kami hormati sebagai bagian pendidikan politik karena seorang figur memang harus muncul untuk menyampaikan visi dan misi. Tidak perlu malu-malu karena itu memang cara berpolitik yang ada," katanya.
Menurut dia, pandemi COVID-19 tidak akan menghalangi bangsa untuk mencari cocok pemimpin yang terbaik.
"Pada hari ini belum kelihatan sosoknya. Kalau puasa gitu hilal belum kelihatan, jadi belum bisa dibaca siapa sosok capres. Namun, setidaknya bisa membuat harapan ciri-ciri siapa yang paling pas. Saat ini sosoknya siapa masih kabur," tutur Gus Jazil.