Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro mendorong pemerintah daerah yang kasus penularannya masih tinggi bisa mencontoh Kota Semarang yang dinilai mampu mengendalikan laju kasus COVID-19.
Reisa dalam konferensi pers harian PPKM di Jakarta, Rabu, menjelaskan kepatuhan masyarakat Kota Semarang dalam memakai masker mencapai 97 persen, sedangkan untuk menjaga jarak dan menjauhi kerumunan ada di angka sekitar 86 persen.
"Memang masih perlu perbaikan tetapi angka kepatuhan ini cukup tinggi hampir 9 di antara 10 orang di Semarang paham bahwa jaga jarak dan tidak berkerumun akan membuat diri mereka lebih aman dari risiko penularan," ujar Reisa.
Tak hanya itu, antusiasme masyarakat Semarang untuk divaksinasi juga tinggi. Menurut data yang diperolehnya, sampai saat ini sudah hampir 77 persen warga Semarang sudah menerima dosis pertama dan lebih dari 53 persen sudah menerima dosis kedua.
Reisa mengatakan kepatuhan masyarakat Semarang dalam menerapkan prokes berimplikasi pada penurunan level yang semula berada di level 3 kini menjadi level 2 penularan COVID-19. Sejumlah fasilitas publik sudah mulai dibuka seperti mal dan sekolah.
Kendati sejumlah fasum telah dibuka, mobilitas masyarakat Semarang tidak menunjukkan kenaikan yang drastis yakni masih di bawah tiga persen.
Berdasarkan data Google Community Mobility Reports per 25 Agustus, mobilitas masyarakat Semarang masih di bawah 20 persen yang melakukan aktivitas pulang-pergi dari kantor.
"Artinya masyarakat Semarang pun meski sudah ada di level 2 masih berhati-hati dalam melakukan mobilitas. Hal ini wajar mengingat pandemi belum berakhir dan PPKM masih berjalan, dan Jawa Tengah mencatatkan ratusan kasus konfirmasi dalam satu minggu ini," kata dia.
Reisa pun mengapresiasi masyarakat Semarang yang sadar akan pentingnya prokes. Ia berharap apa yang dilakukan masyarakat Semarang diikuti pula oleh daerah lain, dengan demikian pandemi bisa segera teratasi dan berakhir.
"Perilaku mobilitas warga Semarang ini sebaiknya jadi pelajaran penting bagi kita semua di luar Semarang. Turunnya kasus konfirmasi bukan berarti kita serta merta bebas dari risiko tertular. Formula hadapi varian Delta yang cepat menular adalah protokol kesehatan yang ketat dikali dengan mobilitas yang turun," kata dia.
Berdasarkan data yang diolah dari Instagram Dinas Kesehatan Kota Semarang, Rabu, per 31 Agustus 2021 kasus positif di Ibu Kota Jawa Tengah ini menyisakan 135 kasus, terendah selama 1 tahun terakhir ini.
Jumlah kasus positif COVID-19 di Kota Semarang setahun lalu, tepatnya pada 1 Agustus 2020 tercatat 650 kasus, namun setelah itu menunjukkan tren menanjak dan mencapai ledakan pada Juni dan Juli 2021 dengan mencatat kasus tertinggi pada 3 Juli 2021, yakni 2.395 kasus.
Data di laman corona.semarangkota.go.id yang dipantau Rabu (1/9) menyebutkan total kasus terkonfirmasi positif sebanyak 86.794, sembuh 66.984 orang (tidak termasuk warga luar yang dirawat di Semarang), sedangkan yang meninggal tercatat 4.335 orang (tidak termasuk warga luar Semarang).
Laman itu juga menyebutkan bahwa saat ini pasien COVID-19 yang dirawat sebanyak 129 orang dengan rincian 89 warga Kota Semarang dan 40 orang dari luar.
Reisa dalam konferensi pers harian PPKM di Jakarta, Rabu, menjelaskan kepatuhan masyarakat Kota Semarang dalam memakai masker mencapai 97 persen, sedangkan untuk menjaga jarak dan menjauhi kerumunan ada di angka sekitar 86 persen.
"Memang masih perlu perbaikan tetapi angka kepatuhan ini cukup tinggi hampir 9 di antara 10 orang di Semarang paham bahwa jaga jarak dan tidak berkerumun akan membuat diri mereka lebih aman dari risiko penularan," ujar Reisa.
Tak hanya itu, antusiasme masyarakat Semarang untuk divaksinasi juga tinggi. Menurut data yang diperolehnya, sampai saat ini sudah hampir 77 persen warga Semarang sudah menerima dosis pertama dan lebih dari 53 persen sudah menerima dosis kedua.
Reisa mengatakan kepatuhan masyarakat Semarang dalam menerapkan prokes berimplikasi pada penurunan level yang semula berada di level 3 kini menjadi level 2 penularan COVID-19. Sejumlah fasilitas publik sudah mulai dibuka seperti mal dan sekolah.
Kendati sejumlah fasum telah dibuka, mobilitas masyarakat Semarang tidak menunjukkan kenaikan yang drastis yakni masih di bawah tiga persen.
Berdasarkan data Google Community Mobility Reports per 25 Agustus, mobilitas masyarakat Semarang masih di bawah 20 persen yang melakukan aktivitas pulang-pergi dari kantor.
"Artinya masyarakat Semarang pun meski sudah ada di level 2 masih berhati-hati dalam melakukan mobilitas. Hal ini wajar mengingat pandemi belum berakhir dan PPKM masih berjalan, dan Jawa Tengah mencatatkan ratusan kasus konfirmasi dalam satu minggu ini," kata dia.
Reisa pun mengapresiasi masyarakat Semarang yang sadar akan pentingnya prokes. Ia berharap apa yang dilakukan masyarakat Semarang diikuti pula oleh daerah lain, dengan demikian pandemi bisa segera teratasi dan berakhir.
"Perilaku mobilitas warga Semarang ini sebaiknya jadi pelajaran penting bagi kita semua di luar Semarang. Turunnya kasus konfirmasi bukan berarti kita serta merta bebas dari risiko tertular. Formula hadapi varian Delta yang cepat menular adalah protokol kesehatan yang ketat dikali dengan mobilitas yang turun," kata dia.
Berdasarkan data yang diolah dari Instagram Dinas Kesehatan Kota Semarang, Rabu, per 31 Agustus 2021 kasus positif di Ibu Kota Jawa Tengah ini menyisakan 135 kasus, terendah selama 1 tahun terakhir ini.
Jumlah kasus positif COVID-19 di Kota Semarang setahun lalu, tepatnya pada 1 Agustus 2020 tercatat 650 kasus, namun setelah itu menunjukkan tren menanjak dan mencapai ledakan pada Juni dan Juli 2021 dengan mencatat kasus tertinggi pada 3 Juli 2021, yakni 2.395 kasus.
Data di laman corona.semarangkota.go.id yang dipantau Rabu (1/9) menyebutkan total kasus terkonfirmasi positif sebanyak 86.794, sembuh 66.984 orang (tidak termasuk warga luar yang dirawat di Semarang), sedangkan yang meninggal tercatat 4.335 orang (tidak termasuk warga luar Semarang).
Laman itu juga menyebutkan bahwa saat ini pasien COVID-19 yang dirawat sebanyak 129 orang dengan rincian 89 warga Kota Semarang dan 40 orang dari luar.