Jakarta (ANTARA) - Isu tentang pangan menjadi semakin kekinian di tengah ancaman krisis dan pandemi yang belum juga berakhir.
Dan Indonesia yang memiliki sejarah panjang tentang peradaban dan pangan lokal peninggalan nenek moyang, sebenarnya perlu kembali belajar pada sejarah masa lalu.
Bangsa ini mengajarkan masyarakatnya untuk kembali ke alam setiap kali ada berbagai persoalan, termasuk misalnya untuk perihal pemenuhan nutrisi dan gizi anak dalam pangan.
Faktanya kearifan lokal jarang sekali keliru untuk mampu memaknai dan memberikan solusi yang kerap kali menjadi persoalan serius masyarakat modern.
Seperti misalnya di tengah pandemi COVID-19 yang hingga kini masih menjadi momok di kalangan masyarakat memang menimbulkan kekhawatiran akan ketersediaan, stabilitas, dan juga akses pangan bagi masyarakat terdampak, khususnya anak-anak.
Momentum hari gizi tahun ini menjadi saat yang baik untuk mengembalikan popularitas pangan lokal sekaligus mengajak masyarakat untuk memperhatikan nutrisi pangan buah hati mereka di tengah pandemi.
Kementerian Kesehatan sendiri mengampanyekan aksi bersama cegah stunting dan obesitas dalam rangka memperingati Hari Gizi dan Makanan Nasional 2022. Menurut Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes Dhian Probhoyekti, stunting dan obesitas masih menjadi permasalahan di dunia.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, mencari, memahami, dan menerapkan pola makanan teratur dengan gizi seimbang. Ia berkata, satu dari sembilan penduduk dunia menderita kelaparan dan satu dari tiga penduduk dunia mengalami gizi lebih atau obesitas.
Khusus di Indonesia, Dhian mengatakan stunting terus mengalami penurunan. Hasil survei 2021 menunjukkan bahwa prevalensi stunting saat ini 24,4 persen, tapi angka tersebut masih jauh dari target RPJMN sebesar 14 persen pada 2024.
Sayangnya memang fakta yang terjadi di lapangan, kerap kali kelaparan pada anak masih menjadi salah satu isu, dan kenyataan ini sangat perlu diperhatikan karena dapat mengganggu tumbuh kembang anak.
Hasil survei yang dilakukan FOI pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 27 persen balita Indonesia pergi ke sekolah (PAUD) dalam keadaan lapar karena tidak sarapan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan 2019, balita (bayi berusia kurang dari lima tahun) yang mengalami stunting di Indonesia adalah sebesar 27,67 persen. Sulitnya akses terhadap makanan layak karena mahalnya bahan pangan menjadi salah satu penyebab kelaparan ini.
Padahal, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga dengan harga yang relatif murah, yaitu dengan mengonsumsi pangan lokal. Di sinilah peran ibu menjadi sosok yang penting dalam menentukan preferensi makan keluarga khususnya anak.
Maka kemudian peran ibu untuk mengolah pangan lokal di rumah, menjadi salah satu upaya terbaik yang dapat dilakukan agar kebutuhan pangan anak terpenuhi.
Dapur Ngebul
Sejumlah pihak mulai menyadari untuk turut serta mendukung upaya para ibu Indonesia kembali ke dapur untuk mengolah makanan sendiri.
PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJ) misalnya telah memberikan bantuan melalui Foodbank of Indonesia dengan menggelontorkan bahan pangan alternatif berupa 250 kilogram tepung sagu dan 12.500 gram edamame untuk memenuhi gizi anak Indonesia melalui kampanye Bikin Dapur Ngebul.
Sejak 2015, Foodbank of Indonesia (FOI) juga sudah berkomitmen untuk membuka akses pangan dan memerangi kelaparan di tengah masyarakat.
Hal ini salah satunya dilakukan melalui kampanye Bikin Dapur Ngebul yang berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendukung ibu Indonesia kembali mengolah makanan di dapur.
Dalam kampanye ini, masyarakat diajak untuk mengonsumsi makanan lokal yang dapat diakses lebih dekat dan mudah didapatkan. Kampanye ini disambut baik dan mendapatkan dukungan dari banyak pihak.
Pada praktiknya, memberikan edukasi kepada para ibu untuk mengolah makanan lokal melalui kelas memasak Bikin Dapur Ngebul bisa menjadi solusi.
Pelatihan yang diberikan berupa cara mengolah milkshake edamame dan popcorn chicken, dilatih langsung oleh tim Food Technologist yang berpengalaman. Kelas memasak ini dihadiri oleh para ibu-ibu relawan FOI dan hasil olahannya dibagikan kepada anak-anak dari keluarga ekonomi lemah.
Dengan diselenggarakannya kegiatan kelas memasak Bikin Dapur Ngebul ini, diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan inovasi olahan pangan lokal yang menarik dan bergizi baik, serta menambah semangat para ibu untuk mengolah makanan sendiri di dapur rumah untuk memenuhi kebutuhan pangan anak dan keluarga.
Pangan Lokal
M. Hendro Utomo, founder FOI, menjelaskan bahwa kampanye ini digagas untuk membangun kesadaran pentingnya peran ibu dalam menentukan pilihan makanan keluarga, dan mengolah makanan di dapur adalah cara yang baik untuk memenuhi gizi anak.
Di beberapa wilayah pinggiran kota, banyak dijumpai ibu-ibu yang memilih untuk membeli makanan instan untuk anak dan keluarganya.
Dari keprihatinan itulah, kampanye Bikin Dapur Ngebul digalakkan untuk mengajak para ibu hebat Indonesia kembali ke dapur, mengolah makanan sendiri yang baik untuk keluarga khususnya pemenuhan kebutuhan pangan anak.
Direktur Sustainability and Corporate Communications ANJ Group Nunik Mahariani, berharap agar orang tua dapat senantiasa menerapkan menu sehat dalam kehidupan sehari-hari. Menu sehat juga tidak selalu harus mahal melainkan pangan lokal pun banyak yang kaya gizi di antaranya sagu dan edamame.
Maka pada Hari Gizi Nasional yang jatuh pada 25 Januari 2022, mestinya menjadi saat yang baik untuk mempromosikan pangan lokal misalnya sagu.
Sagu sebagai pangan lokal memiliki banyak manfaat yang baik untuk anak, di antaranya karena mengandung kalsium, zat besi, dan kalium yang sangat dibutuhkan anak dalam untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang yang sehat.
Sagu mengandung karbohidrat sehat yang tinggi sehingga bisa membantu menaikkan berat badan si kecil dengan cepat. Sedangkan edamame dapat membantu pertumbuhan anak karena adanya kombinasi protein dan zat besi yang bagus untuk pertumbuhan sel.
Oleh karena itu, diperlukan kreativitas lebih agar sagu dan edamame sebagai bahan sehat yang dapat diolah dengan kreatif, sehingga nafsu makan anak bertambah dan gizi pun tercukupi.
Dan Indonesia yang memiliki sejarah panjang tentang peradaban dan pangan lokal peninggalan nenek moyang, sebenarnya perlu kembali belajar pada sejarah masa lalu.
Bangsa ini mengajarkan masyarakatnya untuk kembali ke alam setiap kali ada berbagai persoalan, termasuk misalnya untuk perihal pemenuhan nutrisi dan gizi anak dalam pangan.
Faktanya kearifan lokal jarang sekali keliru untuk mampu memaknai dan memberikan solusi yang kerap kali menjadi persoalan serius masyarakat modern.
Seperti misalnya di tengah pandemi COVID-19 yang hingga kini masih menjadi momok di kalangan masyarakat memang menimbulkan kekhawatiran akan ketersediaan, stabilitas, dan juga akses pangan bagi masyarakat terdampak, khususnya anak-anak.
Momentum hari gizi tahun ini menjadi saat yang baik untuk mengembalikan popularitas pangan lokal sekaligus mengajak masyarakat untuk memperhatikan nutrisi pangan buah hati mereka di tengah pandemi.
Kementerian Kesehatan sendiri mengampanyekan aksi bersama cegah stunting dan obesitas dalam rangka memperingati Hari Gizi dan Makanan Nasional 2022. Menurut Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes Dhian Probhoyekti, stunting dan obesitas masih menjadi permasalahan di dunia.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, mencari, memahami, dan menerapkan pola makanan teratur dengan gizi seimbang. Ia berkata, satu dari sembilan penduduk dunia menderita kelaparan dan satu dari tiga penduduk dunia mengalami gizi lebih atau obesitas.
Khusus di Indonesia, Dhian mengatakan stunting terus mengalami penurunan. Hasil survei 2021 menunjukkan bahwa prevalensi stunting saat ini 24,4 persen, tapi angka tersebut masih jauh dari target RPJMN sebesar 14 persen pada 2024.
Sayangnya memang fakta yang terjadi di lapangan, kerap kali kelaparan pada anak masih menjadi salah satu isu, dan kenyataan ini sangat perlu diperhatikan karena dapat mengganggu tumbuh kembang anak.
Hasil survei yang dilakukan FOI pada tahun 2020 menunjukkan bahwa 27 persen balita Indonesia pergi ke sekolah (PAUD) dalam keadaan lapar karena tidak sarapan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan 2019, balita (bayi berusia kurang dari lima tahun) yang mengalami stunting di Indonesia adalah sebesar 27,67 persen. Sulitnya akses terhadap makanan layak karena mahalnya bahan pangan menjadi salah satu penyebab kelaparan ini.
Padahal, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga dengan harga yang relatif murah, yaitu dengan mengonsumsi pangan lokal. Di sinilah peran ibu menjadi sosok yang penting dalam menentukan preferensi makan keluarga khususnya anak.
Maka kemudian peran ibu untuk mengolah pangan lokal di rumah, menjadi salah satu upaya terbaik yang dapat dilakukan agar kebutuhan pangan anak terpenuhi.
Dapur Ngebul
Sejumlah pihak mulai menyadari untuk turut serta mendukung upaya para ibu Indonesia kembali ke dapur untuk mengolah makanan sendiri.
PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. (ANJ) misalnya telah memberikan bantuan melalui Foodbank of Indonesia dengan menggelontorkan bahan pangan alternatif berupa 250 kilogram tepung sagu dan 12.500 gram edamame untuk memenuhi gizi anak Indonesia melalui kampanye Bikin Dapur Ngebul.
Sejak 2015, Foodbank of Indonesia (FOI) juga sudah berkomitmen untuk membuka akses pangan dan memerangi kelaparan di tengah masyarakat.
Hal ini salah satunya dilakukan melalui kampanye Bikin Dapur Ngebul yang berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendukung ibu Indonesia kembali mengolah makanan di dapur.
Dalam kampanye ini, masyarakat diajak untuk mengonsumsi makanan lokal yang dapat diakses lebih dekat dan mudah didapatkan. Kampanye ini disambut baik dan mendapatkan dukungan dari banyak pihak.
Pada praktiknya, memberikan edukasi kepada para ibu untuk mengolah makanan lokal melalui kelas memasak Bikin Dapur Ngebul bisa menjadi solusi.
Pelatihan yang diberikan berupa cara mengolah milkshake edamame dan popcorn chicken, dilatih langsung oleh tim Food Technologist yang berpengalaman. Kelas memasak ini dihadiri oleh para ibu-ibu relawan FOI dan hasil olahannya dibagikan kepada anak-anak dari keluarga ekonomi lemah.
Dengan diselenggarakannya kegiatan kelas memasak Bikin Dapur Ngebul ini, diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan inovasi olahan pangan lokal yang menarik dan bergizi baik, serta menambah semangat para ibu untuk mengolah makanan sendiri di dapur rumah untuk memenuhi kebutuhan pangan anak dan keluarga.
Pangan Lokal
M. Hendro Utomo, founder FOI, menjelaskan bahwa kampanye ini digagas untuk membangun kesadaran pentingnya peran ibu dalam menentukan pilihan makanan keluarga, dan mengolah makanan di dapur adalah cara yang baik untuk memenuhi gizi anak.
Di beberapa wilayah pinggiran kota, banyak dijumpai ibu-ibu yang memilih untuk membeli makanan instan untuk anak dan keluarganya.
Dari keprihatinan itulah, kampanye Bikin Dapur Ngebul digalakkan untuk mengajak para ibu hebat Indonesia kembali ke dapur, mengolah makanan sendiri yang baik untuk keluarga khususnya pemenuhan kebutuhan pangan anak.
Direktur Sustainability and Corporate Communications ANJ Group Nunik Mahariani, berharap agar orang tua dapat senantiasa menerapkan menu sehat dalam kehidupan sehari-hari. Menu sehat juga tidak selalu harus mahal melainkan pangan lokal pun banyak yang kaya gizi di antaranya sagu dan edamame.
Maka pada Hari Gizi Nasional yang jatuh pada 25 Januari 2022, mestinya menjadi saat yang baik untuk mempromosikan pangan lokal misalnya sagu.
Sagu sebagai pangan lokal memiliki banyak manfaat yang baik untuk anak, di antaranya karena mengandung kalsium, zat besi, dan kalium yang sangat dibutuhkan anak dalam untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang yang sehat.
Sagu mengandung karbohidrat sehat yang tinggi sehingga bisa membantu menaikkan berat badan si kecil dengan cepat. Sedangkan edamame dapat membantu pertumbuhan anak karena adanya kombinasi protein dan zat besi yang bagus untuk pertumbuhan sel.
Oleh karena itu, diperlukan kreativitas lebih agar sagu dan edamame sebagai bahan sehat yang dapat diolah dengan kreatif, sehingga nafsu makan anak bertambah dan gizi pun tercukupi.