Cilegon (ANTARA) - Pasir putih, deburan ombak, langit biru cerah, angin yang sepoi-sepoi, dan ditemani oleh air kelapa muda menjadi harapan setiap wisatawan yang ingin ke kawasan Anyer, Banten.
Bagi siapa saja yang sudah menempuh jarak puluhan kilometer untuk menikmati suasana pantai itu tentu saja akan merasa dongkol ketika harapan mereka pupus akibat kemacetan yang menghabiskan waktu.
Kemacetan di kawasan wisata tak dapat terelakkan ketika liburan tiba, terutama ketika libur Lebaran 2022 yang tidak hanya meliburkan anak sekolahan, tetapi juga orang tua yang merupakan pekerja. Mereka mendapatkan jatah cuti bersama dari pemerintah untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.
Euforia liburan juga dibumbui oleh kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah setelah dua tahun masyarakat Indonesia melalui berbagai jenis pembatasan akibat pandemi COVID-19, baik dari zaman PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar, hingga ke zaman Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM bertingkat.
Sebagai imbas dari keinginan untuk berlibur yang telah ditahan selama dua tahun, kemacetan pun terjadi saat perjalanan menuju Pantai Anyer, yang menghadap Selat Sunda.
Tidak tanggung-tanggung, panjang kemacetan di kawasan wisata Pantai Anyer pada Kamis (5/5) bahkan melebihi 5 km. Beberapa pengunjung mengeluh bahwa mereka terjebak selama 3-6 jam.
Ketika sudah sampai di destinasi wisata, alih-alih disambut oleh pemandangan cantik pelepas stres, mereka justru disambut oleh kegelapan yang menyembunyikan keindahan Pantai Anyer.
Merasa tidak ingin rugi karena sudah menerobos kemacetan selama 6 jam, salah seorang pengunjung pantai bernama Muhammad Rifki bersama istri dan seorang buah hatinya memutuskan untuk bermalam di Pantai Sambolo 2 Anyer.
Mencari Penginapan
Rifki mengatakan bahwa dirinya dan sang istri sama sekali tidak menyangka bahwa mereka akan terjebak kemacetan dengan durasi sekitar 6 jam. Ia telah berangkat dari Kota Bekasi sejak pagi hari sebelum pukul 12.00 WIB, dan sampai di titik kemacetan pada sekitar pukul 15.00 WIB.
Tentunya, sebelum mencapai titik kemacetan, ia bersama keluarga menyempatkan diri untuk mampir ke beberapa pusat perbelanjaan guna membeli makan siang, camilan untuk bersantai di pantai, dan lain-lain.
Ketika terjebak oleh kemacetan, mulanya Rifki berpikir bahwa kemacetan tersebut tidak mungkin memakan durasi yang lama. Ia memperkirakan hanya akan memakan waktu satu hingga dua jam saja.
Akan tetapi, lambat laun ia menyadari bahwa kendaraannya tidak kunjung bergerak dan posisi kendaraannya tidak memungkinkan Rifki untuk keluar dan memutar balik. Mau tidak mau, kata dia, mereka harus berpasrah untuk terjebak di tengah kemacetan.
Ketika menyadari hari semakin gelap, Rifki bersama istrinya mencari-cari hotel maupun penginapan terdekat karena mereka merasa tidak mungkin dapat kembali berkendara pulang menuju Kota Bekasi dengan situasi seperti ini.
Sayangnya, hotel-hotel yang dapat ia temukan melalui aplikasi telah penuh oleh tamu. Rifki mengaku ia sempat bertanya kepada petugas kepolisian yang mengatur lalu lintas, tetapi petugas pun tidak mengetahui hotel atau penginapan mana yang masih bisa menerima tamu.
Bekal makanan yang seharusnya mereka nikmati di pantai pun akhirnya habis di dalam mobil. Ketika mereka sampai pada pantai yang saat itu masih dapat menampung tamu, yakni Pantai Sambolo 2 Anyer, Rifki pun masuk ke lokasi tersebut dan mendapati bahwa langit sudah gelap sehingga pemandangan pantai tidak lagi dapat mereka nikmati.
Merasa kelelahan dengan perjalanan panjang dan gagal menemukan tempat untuk bermalam akhirnya Rifki memutuskan untuk menginap di Pantai Sambolo 2 Anyer, tepatnya di dalam mobil, bersama keluarganya.
Hitung-hitung supaya tidak rugi sudah menembus macet berjam-jam demi ke pantai, kata Rifki.
Tidur dalam keadaan yang lelah bukan merupakan perkara sulit. Hanya saja, memang sempat ada kerewelan dari anaknya sebelum akhirnya berangsur-angsur menjadi tenang dan terlelap.
Buah manis dari perjuangan tersebut adalah kesempatan bagi ia dan keluarganya untuk menikmati keindahan Pantai Anyer sejak pagi hari pada Jumat (6/7).
Tidur di saung
Seorang pedagang minuman dan makanan ringan bernama Dea membenarkan perihal banyaknya pengunjung yang memutuskan untuk menginap di kawasan Pantai Anyer.
Dea mengetahui hal tersebut karena ketika ia mulai berjualan, para pengunjung yang telah lebih dahulu berada di kawasan tersebut saling berbagi cerita satu sama lain, dan beberapa pengunjung bercerita langsung kepada dirinya ketika membeli kopi atau makanan ringan untuk sarapan pagi.
Tidak seluruh pengunjung tidur di dalam mobil seperti yang dilakukan oleh Rifki, kata Dea. Ia melihat beberapa pengunjung tidur di saung bagian atas dari Pantai Sambolo 2 Anyer, atau tidur di atas tanah dan beralaskan tikar.
Air pasang pada malam hari menjadi penyebab mengapa saung atas yang digunakan, dan bukan saung bawah. Separuh dari saung bawah akan tenggelam pada malam hari akibat air pasang.
Situasi tersebut sesungguhnya membahayakan keselamatan masyarakat yang bermalam di daerah Pantai Anyer. Apalagi, sebelumnya, sudah terdapat peringatan dari Polda Banten agar para wisatawan meningkatkan kewaspadaan dengan adanya gelombang tinggi di Pantai Anyer-Carita.
Kabid Humas Polda Banten Kombes Shinto Silitonga juga telah mengatakan bahwa Polda Banten mewajibkan pengurus pantai untuk mengosongkan pantai pada pukul 17.00 WIB.
Selain untuk menjaga keamanan wisatawan yang berkunjung ke Pantai Anyer, ketaatan tersebut juga penting untuk menjaga kelancaran lalu lintas agar tidak terjadi kepadatan pada malam hari.
Tidak hanya itu, belajar dari kemacetan pada Kamis (5/5), Direktorat Lalu Lintas Polda Banten bersama dengan kepolisian setempat juga telah menerapkan rekayasa arus lalu lintas one way atau buka tutup secara situasional untuk mencegah terjadinya kemacetan parah.
Dengan demikian, masyarakat yang ingin berwisata menuju Pantai Anyer tidak perlu merasa takut akan terjebak oleh kemacetan hingga malam hari dan berujung menginap di pantai seperti yang dialami oleh sejumlah pengunjung.
Polda Banten telah melakukan upaya maksimal untuk memastikan perjalanan wisata yang aman dan nyaman.
Bagi siapa saja yang sudah menempuh jarak puluhan kilometer untuk menikmati suasana pantai itu tentu saja akan merasa dongkol ketika harapan mereka pupus akibat kemacetan yang menghabiskan waktu.
Kemacetan di kawasan wisata tak dapat terelakkan ketika liburan tiba, terutama ketika libur Lebaran 2022 yang tidak hanya meliburkan anak sekolahan, tetapi juga orang tua yang merupakan pekerja. Mereka mendapatkan jatah cuti bersama dari pemerintah untuk menghabiskan waktu bersama keluarga.
Euforia liburan juga dibumbui oleh kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah setelah dua tahun masyarakat Indonesia melalui berbagai jenis pembatasan akibat pandemi COVID-19, baik dari zaman PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar, hingga ke zaman Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM bertingkat.
Sebagai imbas dari keinginan untuk berlibur yang telah ditahan selama dua tahun, kemacetan pun terjadi saat perjalanan menuju Pantai Anyer, yang menghadap Selat Sunda.
Tidak tanggung-tanggung, panjang kemacetan di kawasan wisata Pantai Anyer pada Kamis (5/5) bahkan melebihi 5 km. Beberapa pengunjung mengeluh bahwa mereka terjebak selama 3-6 jam.
Ketika sudah sampai di destinasi wisata, alih-alih disambut oleh pemandangan cantik pelepas stres, mereka justru disambut oleh kegelapan yang menyembunyikan keindahan Pantai Anyer.
Merasa tidak ingin rugi karena sudah menerobos kemacetan selama 6 jam, salah seorang pengunjung pantai bernama Muhammad Rifki bersama istri dan seorang buah hatinya memutuskan untuk bermalam di Pantai Sambolo 2 Anyer.
Mencari Penginapan
Rifki mengatakan bahwa dirinya dan sang istri sama sekali tidak menyangka bahwa mereka akan terjebak kemacetan dengan durasi sekitar 6 jam. Ia telah berangkat dari Kota Bekasi sejak pagi hari sebelum pukul 12.00 WIB, dan sampai di titik kemacetan pada sekitar pukul 15.00 WIB.
Tentunya, sebelum mencapai titik kemacetan, ia bersama keluarga menyempatkan diri untuk mampir ke beberapa pusat perbelanjaan guna membeli makan siang, camilan untuk bersantai di pantai, dan lain-lain.
Ketika terjebak oleh kemacetan, mulanya Rifki berpikir bahwa kemacetan tersebut tidak mungkin memakan durasi yang lama. Ia memperkirakan hanya akan memakan waktu satu hingga dua jam saja.
Akan tetapi, lambat laun ia menyadari bahwa kendaraannya tidak kunjung bergerak dan posisi kendaraannya tidak memungkinkan Rifki untuk keluar dan memutar balik. Mau tidak mau, kata dia, mereka harus berpasrah untuk terjebak di tengah kemacetan.
Ketika menyadari hari semakin gelap, Rifki bersama istrinya mencari-cari hotel maupun penginapan terdekat karena mereka merasa tidak mungkin dapat kembali berkendara pulang menuju Kota Bekasi dengan situasi seperti ini.
Sayangnya, hotel-hotel yang dapat ia temukan melalui aplikasi telah penuh oleh tamu. Rifki mengaku ia sempat bertanya kepada petugas kepolisian yang mengatur lalu lintas, tetapi petugas pun tidak mengetahui hotel atau penginapan mana yang masih bisa menerima tamu.
Bekal makanan yang seharusnya mereka nikmati di pantai pun akhirnya habis di dalam mobil. Ketika mereka sampai pada pantai yang saat itu masih dapat menampung tamu, yakni Pantai Sambolo 2 Anyer, Rifki pun masuk ke lokasi tersebut dan mendapati bahwa langit sudah gelap sehingga pemandangan pantai tidak lagi dapat mereka nikmati.
Merasa kelelahan dengan perjalanan panjang dan gagal menemukan tempat untuk bermalam akhirnya Rifki memutuskan untuk menginap di Pantai Sambolo 2 Anyer, tepatnya di dalam mobil, bersama keluarganya.
Hitung-hitung supaya tidak rugi sudah menembus macet berjam-jam demi ke pantai, kata Rifki.
Tidur dalam keadaan yang lelah bukan merupakan perkara sulit. Hanya saja, memang sempat ada kerewelan dari anaknya sebelum akhirnya berangsur-angsur menjadi tenang dan terlelap.
Buah manis dari perjuangan tersebut adalah kesempatan bagi ia dan keluarganya untuk menikmati keindahan Pantai Anyer sejak pagi hari pada Jumat (6/7).
Tidur di saung
Seorang pedagang minuman dan makanan ringan bernama Dea membenarkan perihal banyaknya pengunjung yang memutuskan untuk menginap di kawasan Pantai Anyer.
Dea mengetahui hal tersebut karena ketika ia mulai berjualan, para pengunjung yang telah lebih dahulu berada di kawasan tersebut saling berbagi cerita satu sama lain, dan beberapa pengunjung bercerita langsung kepada dirinya ketika membeli kopi atau makanan ringan untuk sarapan pagi.
Tidak seluruh pengunjung tidur di dalam mobil seperti yang dilakukan oleh Rifki, kata Dea. Ia melihat beberapa pengunjung tidur di saung bagian atas dari Pantai Sambolo 2 Anyer, atau tidur di atas tanah dan beralaskan tikar.
Air pasang pada malam hari menjadi penyebab mengapa saung atas yang digunakan, dan bukan saung bawah. Separuh dari saung bawah akan tenggelam pada malam hari akibat air pasang.
Situasi tersebut sesungguhnya membahayakan keselamatan masyarakat yang bermalam di daerah Pantai Anyer. Apalagi, sebelumnya, sudah terdapat peringatan dari Polda Banten agar para wisatawan meningkatkan kewaspadaan dengan adanya gelombang tinggi di Pantai Anyer-Carita.
Kabid Humas Polda Banten Kombes Shinto Silitonga juga telah mengatakan bahwa Polda Banten mewajibkan pengurus pantai untuk mengosongkan pantai pada pukul 17.00 WIB.
Selain untuk menjaga keamanan wisatawan yang berkunjung ke Pantai Anyer, ketaatan tersebut juga penting untuk menjaga kelancaran lalu lintas agar tidak terjadi kepadatan pada malam hari.
Tidak hanya itu, belajar dari kemacetan pada Kamis (5/5), Direktorat Lalu Lintas Polda Banten bersama dengan kepolisian setempat juga telah menerapkan rekayasa arus lalu lintas one way atau buka tutup secara situasional untuk mencegah terjadinya kemacetan parah.
Dengan demikian, masyarakat yang ingin berwisata menuju Pantai Anyer tidak perlu merasa takut akan terjebak oleh kemacetan hingga malam hari dan berujung menginap di pantai seperti yang dialami oleh sejumlah pengunjung.
Polda Banten telah melakukan upaya maksimal untuk memastikan perjalanan wisata yang aman dan nyaman.