Manokwari (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia, tidak terkecuali di Papua Barat sejak Maret 2020 mengubah jalan hidup Simon Tabuni, pemuda berusia 31 tahun yang lahir di Manokwari pada 23 Oktober 1990 untuk menggeluti dunia kewirausahaan.

Situasi pandemi COVID-19 yang sangat menakutkan saat itu ternyata ditangkap sebagai peluang dan kesempatan oleh Simon dan rekan-rekannya untuk menjalankan bisnis penjualan sayur-sayuran secara online atau daring.

Dengan modal nekad, Simon membuka tempat usaha bernama 'Anggi Mart' yang berlokasi di Kelurahan Amban, Manokwari.

Di ruko kontrakannya itu, Simon menyediakan aneka sayur-sayuran segar yang didatangkan dari wilayah Anggi, Irai, Taige, Kabupaten Pegunungan Arfak untuk konsumsi warga Kota Manokwari.

"Kami menamakan tempat usaha ini Anggi Mart, salah satu nama tempat di Pegunungan Arfak karena hampir semua orang di Papua Barat mengenal itu daerah yang subur dimana sayur-sayuran segar tanpa pupuk melimpah di sana," ujar Simon saat ditemui di ruko tempat usahanya, Selasa.

Pada masa-masa awal pandemi COVID-19 di Manokwari, katanya, pemerintah setempat gencar melakukan pembatasan-pembatasan aktivitas masyarakat. Akibatnya, Mama-mama Papua yang saban hari datang ke pasar untuk menjual hasil kebun mereka menjadi kewalahan.

"Mama-mama punya sayuran tidak bisa dipasarkan ke mana-mana. Lalu ada banyak orang terpapar COVID-19 sehingga orang takut ke pasar. Kondisi itu membuat pendapatan mereka menurun drastis. Sementara di pasar tradisional, apalagi pagi hari, orang begitu berjubel, sehingga tidak mungkin untuk melakukan jaga jarak fisik," tutur Simon.

Berangkat dari situasi tersebut, Simon dan rekan-rekannya memutuskan untuk menjual sayur-sayuran secara online melalui aplikasi whatsapp.

Aneka sayuran seperti kentang, wortel, kol, sawi putih, daun bawang asal Pegunungan Arfak yang dikirim ke Manokwari maupun sayur-sayuran seperti kangkung, kacang panjang, sawi, buncis dan lainnya yang dihasilkan para petani di sekitar Manokwari langsung diantar ke tempat penampungan milik Simon dan rekan-rekannya. Kemudian produk hortukultura itu dipasarkan secara online.

Solusi yang ditawarkan Simon dan kawan-kawannya itu tidak saja membantu memasarkan produk para petani, tapi juga memberi lapangan kerja kepada sejumlah tukang ojek di Manokwari.

Lebih dari 300 mitra

Setelah lebih dari dua tahun berjalan, kini Simon sudah bermitra dengan lebih dari 300 orang petani, nelayan dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang tersebar mulai dari Manokwari, Pegunungan Arfak, Tambrauw, Teluk Bintuni dan Teluk Wondama.

Jika aneka sayur-sayuran dipasok dari para petani di Manokwari dan Pegunungan Arfak, maka produk lain seperti cabai, kacang tanah, dan beras merah dipasok oleh para petani dari Tambrauw. Sedangkan produk perikanan seperti udang, kepiting dan berbagai bahan olahannya, termasuk minyak pala dipasok oleh para nelayan dan petani dari Teluk Bintuni dan Teluk Wondama.

Semua produk yang dihasilkan para petani dan nelayan maupun UMKM itu langsung dibeli tunai jika dalam jumlah sedikit, namun kalau dalam jumlah banyak baru akan dibayar lunas setelah dua-tiga hari berikutnya. Simon Tabuni mengunjungi kelompok petani yang membudidayakan kol di Pegunungan Arfak. (ANTARA/HO-Simon Tabuni)
Papua muda inspiratif

Ketekunan dan keseriusan Simon menggeluti dunia kewirausahaan serta pemberdayaan para petani di Manokwari dan sekitarnya rupanya mendapat perhatian dari Gracia Josaphat Jobel Mambrasar atau yang lebih populer dengan nama Billy Mambrasar, salah satu staf khusus Presiden Joko Widodo.

Melalui wadah bernama Gerakan Papua Muda Inspiratif, Simon ikut bergabung dengan barisan para pemuda-pemudi Papua yang mau dan sudah menekuni dunia kewirausahaan. Di tempat itulah, Simon dan rekan-rekannya diberikan pelatihan, pendampingan, bahkan modal usaha.

"Kebetulan saya koordinator gerakan Papua muda inspiratif ntuk Papua Barat. Dari situ, saya mendapatkan modal awal untuk mendirikan Anggi Mart, ada juga tambahan modal dari mereka untuk kelanjutan usaha, saya juga mendapatkan bantuan dari Pemda," kata Simon yang merupakan lulusan Sastra Inggris pada Universitas Negeri Papua 2016 itu.

Saat ini Simon memiliki obsesi untuk membuka cabang Anggi Mart di beberapa tempat di Manokwari agar para petani lebih mudah memasok produk mereka, di sisi lain konsumen lebih mudah mendapatkan aneka sayuran dan produk lainnya.

Tidak hanya di Manokwari, Simon juga berencana membuka cabang Anggi Mart di kota-kota lainnya di Papua dan Papua Barat seperti di Sorong, Wasior dan Biak.

Kesulitan yang dihadapi Simon untuk memperluas jaringan usahanya yaitu permodalan dan kendaraan operasional.

Selain itu, Simon juga membutuhkan para pekerja yang trampil dan memiliki disiplin tinggi.

Saat ini Simon mempekerjakan beberapa pemuda Papua yang masih berstatus mahasiswa di Manokwari untuk membantu melakukan penjualan maupun untuk membeli produk dari para petani.

"Saya mengajak mereka untuk terlibat di usaha ini untuk belajar disiplin dan bagaimana melayani pelanggan. Kiranya itu bisa menjadi bekal untuk masa depan mereka," ujarnya.

Simon mengharapkan produk yang dihasilkan para petani dan nelayan maupun UMKM di Papua Barat dapat terjaga kontinuitasnya sehingga kapanpun dibutuhkan oleh konsumen maka produk-produk tersebut tetap ada.

"Itu yang masih menjadi masalah terbesar para petani di Papua karena petani hanya sekali menanam, lalu begitu panen tidak ada lagi panen berikutnya. Padahal permintaan akan sayuran segar di Manokwari tinggi sekali," tuturnya.

Anggi Mart kini sudah bermitra dengan tiga tempat usaha di Manokwari untuk memasok sayuran segar yaitu Hotel Oriestom, Hotel Mansinam Beach dan Toko Bandan .

Setiap pekan atau dua pekan sekali, tempat-tempat usaha itu meminta pasokan sayuran segar seperti wortel, kentang, sawi putih dan kol dari Anggi Mart dengan kisaran 50 kilogram.
Tolak jadi PNS

Simon yang menyelesaikan pendidikan magisternya pada University of London untuk bidang School Oriental & African Study pada 2018 mengaku sudah banyak tawaran pekerjaan dari berbagai tempat, entah menjadi dosen, menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ataupun menjadi tenaga peneliti.

Namun semua tawaran itu ditolaknya.

"Saya lebih memilih menjadi seorang wirausahawan agar ilmu yang kita dapatkan di bangku kuliah bisa tersalurkan dengan bebas, kita juga tidak terikat pada satu sistem dan pola kerja tertentu. Lagi pula apa yang sedang kami kerjakan saat ini sudah bisa memberi manfaat kepada masyarakat asli Papua," ujarnya.

Dari usaha yang dirintisnya tersebut, Simon mengaku cukup untuk membiayai hidup keluarganya.

Dalam sebulan, omzet usaha Anggi Mart menembus Rp40 juta-50 juta, dengan penghasilan bersih yang diraup bisa mencapai Rp25 juta per bulan.

"Untuk keperluan sehari-hari cukup, bahkan saya bisa bayar gaji dan kontrakan anak-anak yang membantu di sini," tutur Simon yang hingga kini masih betah melajang itu.

Melalui kerja sama dengan PT Telkom, kini Simon fokus pada pembuatan website untuk penjualan dan pemasaran produk-produk yang dihasilkan para petani Papua Barsat melalui program 'Bakti Desa'.

Dia berharap pemerintah dan berbagai pihak terus memberikan motivasi, bimbingan dan pembinaan kepada para putra-putri Papua agar lebih banyak terlibat dalam dunia kewirausahaan.

Ada banyak hal yang harus pemerintah dukung agar kesejahteraan yang dicita-citakan itu bisa terwujud melalui bidang pertanian.

Juga  diharapkan ada perhatian lebih serius dari pemerintah atau siapa saja untuk mendorong kesejahteraan di Tanah Papua untuk setiap inovasi dan kreativitas yang dilakukan oleh anak-anak Papua.
 

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024