Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin berharap agar para pejabat negara dapat menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) secara jujur.
"Kita terus meminta agar kekayaan itu dilaporkan semuanya, baik yang eksekutif, tentu terutama kita harapkan dari legislatif dan yudikatif, semua melaporkan (LHKPN) dengan jujur ya," kata Wapres Ma'ruf Amin di Istana Wakil Presiden Jakarta pada Jumat.
Pada Kamis (2/3), Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan saat ini dari kalangan eksekutif baru sekitar 53 persen yang menyampaikan LHKPN, sedangkan legislatif hanya 38 persen dan yang cukup tinggi dari unsur yudikatif yang mencapai 94,8 persen.
"Kita harapkan, apalagi sekarang KPK sudah membuat pernyataan, pemerintah akan mendorong terus. Kementerian kita harapkan terus mendorong karyawannya atau bawahannya terus melaporkan LHKPN," tambah Wapres.
Penyelenggara negara yang wajib menyampaikan LHKPN dapat melaporkan ke KPK maksimal pada 31 Maret 2023. Nantinya, KPK akan menganalisis dan mempelajari LHKPN yang telah disampaikan tersebut.
Penyelenggara negara yang wajib menyerahkan LHKPN berdasarkan peraturan perundangan adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD;
Selanjutnya, (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek;
Kemudian (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi
Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur Pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999, yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya pada pasal 21 ayat (1) Peraturan KPK No. 7 tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, KPK dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat PN berdinas untuk memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.
Jika masyarakat memiliki informasi bahwa harta yang dilaporkan oleh PN tidak sesuai dengan kenyataan, dapat melaporkan kepada KPK melalui fitur yang tersedia pada aplikasi eLHKPN. KPK akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat tersebut dengan melakukan klarifikasi kepada penyelenggara negara terkait.
"Kita terus meminta agar kekayaan itu dilaporkan semuanya, baik yang eksekutif, tentu terutama kita harapkan dari legislatif dan yudikatif, semua melaporkan (LHKPN) dengan jujur ya," kata Wapres Ma'ruf Amin di Istana Wakil Presiden Jakarta pada Jumat.
Pada Kamis (2/3), Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan saat ini dari kalangan eksekutif baru sekitar 53 persen yang menyampaikan LHKPN, sedangkan legislatif hanya 38 persen dan yang cukup tinggi dari unsur yudikatif yang mencapai 94,8 persen.
"Kita harapkan, apalagi sekarang KPK sudah membuat pernyataan, pemerintah akan mendorong terus. Kementerian kita harapkan terus mendorong karyawannya atau bawahannya terus melaporkan LHKPN," tambah Wapres.
Penyelenggara negara yang wajib menyampaikan LHKPN dapat melaporkan ke KPK maksimal pada 31 Maret 2023. Nantinya, KPK akan menganalisis dan mempelajari LHKPN yang telah disampaikan tersebut.
Penyelenggara negara yang wajib menyerahkan LHKPN berdasarkan peraturan perundangan adalah: (1) Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara; (2) Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara; (3) Menteri; (4) Gubernur; (5) Hakim; (6) Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (7) Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya sesuai pada BUMN dan BUMD;
Selanjutnya, (8) Pimpinan Bank Indonesia; (9) Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri; (10) Pejabat Eselon I dan II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; (11) Jaksa; (12). Penyidik; (13) Panitera Pengadilan; dan Pemimpin dan Bendaharawan Proyek;
Kemudian (14) Semua Kepala Kantor di lingkungan Departemen Keuangan; (15) Pemeriksa Bea dan Cukai; (16) Pemeriksa Pajak; (17) Auditor; (18) Pejabat yang mengeluarkan perijinan; (19) Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat; dan (20) Pejabat pembuat regulasi
Sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN tertuang pada diatur Pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999, yaitu pengenaan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya pada pasal 21 ayat (1) Peraturan KPK No. 7 tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, KPK dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat PN berdinas untuk memberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.
Jika masyarakat memiliki informasi bahwa harta yang dilaporkan oleh PN tidak sesuai dengan kenyataan, dapat melaporkan kepada KPK melalui fitur yang tersedia pada aplikasi eLHKPN. KPK akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat tersebut dengan melakukan klarifikasi kepada penyelenggara negara terkait.