Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat ini mengembangkan teknologi biostimulan berbasis bakteri halotolerant dalam meningkatkan hasil pertanian melalui budi daya padi di lahan sawah dengan kadar garam yang terlarut dalam air.
 
Periset Mikrobiologi Terapan BRIN Sulastri mengatakan teknologi tersebut sedang diimplementasikan oleh Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian, dan Pangan (DKPPP) Kota Tegal bersama petani milenial kota itu. 
 
"Implementasi teknologi biostimulan bertujuan untuk meningkatkan toleransi tanaman padi terhadap cekaman salinitas, sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya," kata Sulastri dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin.


Ia menjelaskan pemanfaatan bakteri halotolerant memiliki berbagai karakter pemacu tumbuh, seperti pelarutan fosfat, penghasil 1-Aminocyclopropane-1-Carboxylate (ACC) deaminase dan penambatan nitrogen.
 
Menurutnya, aplikasi teknologi biostimulan itu memiliki toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas pada lahan sawah yang terdampak intrusi air laut dan bisa memberikan tambahan data sebagai hasil uji produk di lapangan.


 
"Salinisasi tanah dapat menyebabkan toksisitas pada tanaman padi yang dapat mengganggu pertumbuhannya dan menurunkan hasil panen. Bakteri halotoleran pemacu tumbuh akan meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman salinitas melalui beberapa mekanisme," paparnya.
 
Mekanisme tersebut mulai dari menurunkan produksi etilen tanaman melalui produksi enzim ACC deaminase. Menghasilkan enzim antioksidan dan osmoprotektan, serta meningkatkan ketersediaan hara pada tanaman.
 
Hal lainnya adalah sebagai langkah mitigasi dan adaptasi dari ancaman intrusi air laut di pesisir pantai utara Jawa dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi beras.
 
Lebih lanjut Sulastri menyampaikan bahwa penerapan teknologi biostimulan berbasis bakteri halotolerant mampu meningkatkan perkecambahan benih padi dan pertumbuhannya di lahan sawah salinitas Desa Kaligangsa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
 
Saat ini tanaman telah berumur 76 hari dan menunjukkan ketahanan terhadap genangan atau banjir selama tiga hari. Ketinggian tanaman rata-rata 40 sentimeter pada fase vegetatif dan menghasilkan malai produktif. Jumlah bulir per malai lebih banyak dibandingkan petak tanpa perlakuan.
 
"Selanjutnya pengamatan akan terus dilakukan hingga pemanenan. Implementasi teknologi itu diharapkan dapat mengatasi permasalahan lahan salin pada lahan persawahan," pungkas Sulastri.

 


 

Pewarta : Sugiharto Purnama
Editor : Andilala
Copyright © ANTARA 2024