Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sedang mempelajari materi somasi yang dilayangkan Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Nasional (FDPKKN) kepada Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin.
"Kami menghormati hak pihak-pihak yang mengajukan somasi tersebut dan akan kami pelajari lebih lanjut," kata Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Surat somasi bernomor 037/B/J&T/III/2023 yang terbit hari ini, memuat 15 pokok peringatan diantaranya berkaitan dengan pernyataan Menkes Budi seputar besaran biaya penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dokter dalam agenda Public Hearing RUU Kesehatan bersama sejumlah organisasi profesi pada 17 Maret 2023 di Gedung Kemenkes, Jakarta.
Syahril mengatakan dalam proses pembahasan RUU Kesehatan, Menkes mengapresiasi proses dialog yang sehat dan konstruktif antara pemerintah dan organisasi profesi dalam rangka memperkuat pelayanan kesehatan Indonesia.
"Dalam rangkaian dialog bersama organisasi profesi, Menkes secara terbuka menyampaikan pentingnya pembenahan dalam proses penerbitan izin praktik kedokteran untuk mengurangi beban dokter dan tenaga kesehatan lainnya," kata Syahril.
Menurutnya, bagian dari pembenahan tersebut adalah peningkatan transparansi proses pengurusan STR dan SIP untuk memangkas biaya tidak langsung serta waktu penerbitan izin praktik.
"Sehingga dapat meringankan beban dokter dan tenaga kesehatan dan memastikan proses berjalan dengan adil," katanya.
Syahril mengatakan Menkes telah menerima laporan dari para dokter dan tenaga kesehatan terkait biaya yang belum seragam, serta minimnya transparansi proses pengurusan STR dan SIP. "Ini menjadi salah satu dasar perlunya pembenahan proses perizinan," katanya.
Ia mengatakan STR memang diterbitkan oleh lembaga negara Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), tapi sebelum sampai ke KKI perlu ada validasi satuan kredit oleh organisasi profesi dan perhimpunan.
"Jika tidak ada validasi maka KKI tidak dapat menerbitkan STR. Untuk SIP itu diterbitkan oleh pemda, namun pemda tidak bisa menerbitkan SIP jika tidak ada rekomendasi dari IDI dan perhimpunan setempat," katanya.
Untuk itu pemerintah, kata dia, ingin menyederhanakan proses perizinan tersebut tanpa mengurangi kontrol terhadap kualitas dan kompetensi dokter dan tenaga kesehatan melalui RUU Kesehatan.
"Tujuannya agar para dokter dan tenaga kesehatan tidak terbebani dengan birokrasi dan biaya dalam menjalankan pengabdian mulianya," kata Syahril.
Kuasa hukum FDPKKN Muhammad Joni beserta empat pengacara pendamping lainnya membantah besaran nominal penerbitan STR dan SIP yang disampaikan Menkes Budi pada acara tersebut.
Selain itu kuasa hukum menyebut pernyataan mengenai 250 Satuan Kredit Profesi (SKP) yang dikemukakan Menkes Budi mengakumulasi dana lebih satu Rp1 triliun adalah penilaian keliru.
Kuasa hukum beranggapan pernyataan Menkes Budi berpotensi mencederai kehormatan profesi dokter. Kuasa hukum memberikan tenggat waktu tiga hari kerja kepada Menkes Budi untuk menyampaikan jawaban atas somasi tersebut.
"Kami menghormati hak pihak-pihak yang mengajukan somasi tersebut dan akan kami pelajari lebih lanjut," kata Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Surat somasi bernomor 037/B/J&T/III/2023 yang terbit hari ini, memuat 15 pokok peringatan diantaranya berkaitan dengan pernyataan Menkes Budi seputar besaran biaya penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) dokter dalam agenda Public Hearing RUU Kesehatan bersama sejumlah organisasi profesi pada 17 Maret 2023 di Gedung Kemenkes, Jakarta.
Syahril mengatakan dalam proses pembahasan RUU Kesehatan, Menkes mengapresiasi proses dialog yang sehat dan konstruktif antara pemerintah dan organisasi profesi dalam rangka memperkuat pelayanan kesehatan Indonesia.
"Dalam rangkaian dialog bersama organisasi profesi, Menkes secara terbuka menyampaikan pentingnya pembenahan dalam proses penerbitan izin praktik kedokteran untuk mengurangi beban dokter dan tenaga kesehatan lainnya," kata Syahril.
Menurutnya, bagian dari pembenahan tersebut adalah peningkatan transparansi proses pengurusan STR dan SIP untuk memangkas biaya tidak langsung serta waktu penerbitan izin praktik.
"Sehingga dapat meringankan beban dokter dan tenaga kesehatan dan memastikan proses berjalan dengan adil," katanya.
Syahril mengatakan Menkes telah menerima laporan dari para dokter dan tenaga kesehatan terkait biaya yang belum seragam, serta minimnya transparansi proses pengurusan STR dan SIP. "Ini menjadi salah satu dasar perlunya pembenahan proses perizinan," katanya.
Ia mengatakan STR memang diterbitkan oleh lembaga negara Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), tapi sebelum sampai ke KKI perlu ada validasi satuan kredit oleh organisasi profesi dan perhimpunan.
"Jika tidak ada validasi maka KKI tidak dapat menerbitkan STR. Untuk SIP itu diterbitkan oleh pemda, namun pemda tidak bisa menerbitkan SIP jika tidak ada rekomendasi dari IDI dan perhimpunan setempat," katanya.
Untuk itu pemerintah, kata dia, ingin menyederhanakan proses perizinan tersebut tanpa mengurangi kontrol terhadap kualitas dan kompetensi dokter dan tenaga kesehatan melalui RUU Kesehatan.
"Tujuannya agar para dokter dan tenaga kesehatan tidak terbebani dengan birokrasi dan biaya dalam menjalankan pengabdian mulianya," kata Syahril.
Kuasa hukum FDPKKN Muhammad Joni beserta empat pengacara pendamping lainnya membantah besaran nominal penerbitan STR dan SIP yang disampaikan Menkes Budi pada acara tersebut.
Selain itu kuasa hukum menyebut pernyataan mengenai 250 Satuan Kredit Profesi (SKP) yang dikemukakan Menkes Budi mengakumulasi dana lebih satu Rp1 triliun adalah penilaian keliru.
Kuasa hukum beranggapan pernyataan Menkes Budi berpotensi mencederai kehormatan profesi dokter. Kuasa hukum memberikan tenggat waktu tiga hari kerja kepada Menkes Budi untuk menyampaikan jawaban atas somasi tersebut.