Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meyakini kinerja ekspor industri manufaktur akan kembali meningkat selepas pandemi COVID-19 kendati pada April 2023 pertumbuhan ekspor secara bulanan mencapai titik terendah akibat pola musiman momen libur Idul Fitri dan nilai ekspor terdampak turunnya harga komoditas.
“Meski demikian, kami meyakini, selanjutnya kinerja ekspor sektor industri Indonesia akan kembali meningkat setelah lepas dari pandemi,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Rabu.
Sektor industri manufaktur sendiri masih menjadi penyumbang tertinggi ekspor. Sepanjang Januari-April 2023, sektor pengolahan menyumbang 60,63 miliar dolar AS atau 70,21 persen dari total ekspor nasional yang sebesar 86,35 miliar dolar AS.
Keyakinan itu juga didukung oleh indikator-indikator kinerja sektor industri yang menunjukkan pertumbuhan positif dan ekspansi.
“Meski kondisi perekonomian global masih menjadi tantangan, baik Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang diluncurkan Kemenperin sama-sama menunjukkan level ekspansi,” imbuh Febri.
Pada April 2023, sektor industri pengolahan nonmigas menyumbang 67,32 persen dari total ekspor nasional pada April 2023. Pangsa pasar utama ekspor industri pengolahan nonmigas meliputi China (22,90 persen), Amerika Serikat (11,91 persen), dan Jepang (5,85 persen).
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, penurunan ekspor komoditas barang perhiasan dan barang berharga dan minyak kelapa sawit menjadi penyebab utama penurunan nilai ekspor industri pengolahan nonmigas secara bulanan.
Tidak hanya ekspor, pada periode yang sama, total impor juga mengalami penurunan dari 20,59 miliar dolar AS pada Maret 2023 menjadi 15,35 miliar dolar AS atau turun sebesar 25,45 persen. Nilai impor bahan baku/penolong pada April 2023 turun 23,26 persen (m-to-m). Nilai impor juga turun untuk seluruh jenis barang impor menurut penggunaan, baik bahan baku/penolong, barang modal, maupun barang konsumsi.
“Pola musiman mempengaruhi penurunan kebutuhan bahan baku dan barang modal untuk kegiatan produksi,” jelas Febri.
Penurunan impor bahan baku juga dapat disebabkan oleh kondisi pasar global. Hal ini sejalan dengan penurunan yang terjadi pada nilai ekspor, terutama untuk subsektor berorientasi ekspor seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri kulit dan alas kaki, serta industri furnitur.
Sementara itu, pada industri plastik, penurunan impor bahan baku terjadi di April 2023 karena pada bulan sebelumnya telah terjadi peningkatan impor resin sintetis. Peningkatan impor pada bulan Maret tersebut mengindikasikan terjadinya kenaikan tingkat produksi pada kelompok industri barang dari plastik sebagai pengguna resin sintetis, bertepatan dengan persiapan Idul Fitri 1444 H.
“Pada periode tersebut, produsen memaksimalkan aktivitas produksi barang dari plastik untuk memenuhi kebutuhan, termasuk bagi industri makanan dan minuman,” ujarnya.
Febri menuturkan, menghadapi kondisi menurunnya impor bahan baku, Kemenperin akan terus berupaya untuk mendorong peningkatan ekspor dan penguasaan pasar dalam negeri. Terhadap kondisi penurunan tersebut, bila melihat data IKI April 2023, persentase pelaku usaha industri yang menyatakan kondisi kegiatan usahanya meningkat dan stabil tercatat sebesar 73,9 persen, serta terjadi tren peningkatan optimisme pelaku usaha industri.
Kemenperin, lanjutnya, juga terus berupaya menjalankan langkah-langkah strategis untuk menjaga pasar bagi produk-produk hasil manufaktur di Indonesia. Di antaranya adalah dengan kebijakan hilirisasi, mendorong program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), akselerasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan penyederhanaan aturan sertifikasi TKDN bagi Industri Kecil.
Di samping itu, pemerintah terus berupaya aktif melakukan upaya perluasan ekspor melalui kerja sama bilateral dan multilateral, juga membuka pasar ekspor ke negara-negara nontradisional.
“Kerja sama dengan negara mitra dan investor global dapat menjadikan Indonesia masuk di rantai pasok global, meningkatkan daya saing industri, dan membuka pasar luar negeri yang lebih luas,” kata Jubir Kemenperin.
“Meski demikian, kami meyakini, selanjutnya kinerja ekspor sektor industri Indonesia akan kembali meningkat setelah lepas dari pandemi,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Rabu.
Sektor industri manufaktur sendiri masih menjadi penyumbang tertinggi ekspor. Sepanjang Januari-April 2023, sektor pengolahan menyumbang 60,63 miliar dolar AS atau 70,21 persen dari total ekspor nasional yang sebesar 86,35 miliar dolar AS.
Keyakinan itu juga didukung oleh indikator-indikator kinerja sektor industri yang menunjukkan pertumbuhan positif dan ekspansi.
“Meski kondisi perekonomian global masih menjadi tantangan, baik Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang diluncurkan Kemenperin sama-sama menunjukkan level ekspansi,” imbuh Febri.
Pada April 2023, sektor industri pengolahan nonmigas menyumbang 67,32 persen dari total ekspor nasional pada April 2023. Pangsa pasar utama ekspor industri pengolahan nonmigas meliputi China (22,90 persen), Amerika Serikat (11,91 persen), dan Jepang (5,85 persen).
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, penurunan ekspor komoditas barang perhiasan dan barang berharga dan minyak kelapa sawit menjadi penyebab utama penurunan nilai ekspor industri pengolahan nonmigas secara bulanan.
Tidak hanya ekspor, pada periode yang sama, total impor juga mengalami penurunan dari 20,59 miliar dolar AS pada Maret 2023 menjadi 15,35 miliar dolar AS atau turun sebesar 25,45 persen. Nilai impor bahan baku/penolong pada April 2023 turun 23,26 persen (m-to-m). Nilai impor juga turun untuk seluruh jenis barang impor menurut penggunaan, baik bahan baku/penolong, barang modal, maupun barang konsumsi.
“Pola musiman mempengaruhi penurunan kebutuhan bahan baku dan barang modal untuk kegiatan produksi,” jelas Febri.
Penurunan impor bahan baku juga dapat disebabkan oleh kondisi pasar global. Hal ini sejalan dengan penurunan yang terjadi pada nilai ekspor, terutama untuk subsektor berorientasi ekspor seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri kulit dan alas kaki, serta industri furnitur.
Sementara itu, pada industri plastik, penurunan impor bahan baku terjadi di April 2023 karena pada bulan sebelumnya telah terjadi peningkatan impor resin sintetis. Peningkatan impor pada bulan Maret tersebut mengindikasikan terjadinya kenaikan tingkat produksi pada kelompok industri barang dari plastik sebagai pengguna resin sintetis, bertepatan dengan persiapan Idul Fitri 1444 H.
“Pada periode tersebut, produsen memaksimalkan aktivitas produksi barang dari plastik untuk memenuhi kebutuhan, termasuk bagi industri makanan dan minuman,” ujarnya.
Febri menuturkan, menghadapi kondisi menurunnya impor bahan baku, Kemenperin akan terus berupaya untuk mendorong peningkatan ekspor dan penguasaan pasar dalam negeri. Terhadap kondisi penurunan tersebut, bila melihat data IKI April 2023, persentase pelaku usaha industri yang menyatakan kondisi kegiatan usahanya meningkat dan stabil tercatat sebesar 73,9 persen, serta terjadi tren peningkatan optimisme pelaku usaha industri.
Kemenperin, lanjutnya, juga terus berupaya menjalankan langkah-langkah strategis untuk menjaga pasar bagi produk-produk hasil manufaktur di Indonesia. Di antaranya adalah dengan kebijakan hilirisasi, mendorong program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), akselerasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan penyederhanaan aturan sertifikasi TKDN bagi Industri Kecil.
Di samping itu, pemerintah terus berupaya aktif melakukan upaya perluasan ekspor melalui kerja sama bilateral dan multilateral, juga membuka pasar ekspor ke negara-negara nontradisional.
“Kerja sama dengan negara mitra dan investor global dapat menjadikan Indonesia masuk di rantai pasok global, meningkatkan daya saing industri, dan membuka pasar luar negeri yang lebih luas,” kata Jubir Kemenperin.