Palu (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meminta kepada Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah untuk segera menyelesaikan persoalan klaim lahan hunian tetap (Huntap) oleh oknum warga di kawasan Huntap Tondo 2 yang diperuntukkan bagi warga terdampak bencana gempa, tsunami dan likuifaksi tahun 2018.
"Bank Dunia (World Bank) sangat sensitif soal ini. Mereka tidak ingin lahan yang dibangunkan Huntap dari pinjaman Bank Dunia bermasalah sehingga harus secepatnya diselesaikan. Paling lambat akhir Juli 2023 permasalahan ini sudah harus selesai,” kata Ketua Satuan Tugas Rehabilitasi (Rehab Rekon) Pascabencana 2018 Sulteng Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto dalam Rapat Koordinasi Teknis Kegiatan Rehab Rekon Pascabencana Sulteng di Kota Palu, Kamis.
Ia mengatakan batas akhir rehab rekon pascabencana 2018 Sulteng berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 tahun 2022 tentang Penuntasan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi di Sulteng berakhir paling lambat Desember tahun 2024.
Ia menyampaikan poin penting untuk dukungan Pemerintah Kota Palu, yakni menyelesaikan klaim warga terhadap Lahan Tondo 2 mencakup lahan yang diperuntukkan lebih dari 157 unit dari 1056 Huntap yang akan dibangun di Tondo 2.
Hal itu dikarenakan, pembangunan Huntap beserta fasilitas sosial dan fasilitas umum serta infrastruktur lainnya di kawasan Huntap Tondo 2 butuh waktu yang tidak sebentar, sehingga persoalan klaim lahan harus diselesaikan secepatnya agar Kementerian PUPR dapat bekerja lebih awal dan tuntas sebelum batas waktu yang diberikan berakhir.
“Tolong secepatnya persoalan klaim lahan ini diselesaikan,” katanya.
Sementara itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu Arfan menjelaskan Pemkot Palu telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan klaim lahan Huntap oleh oknum warga yang telah berlangsung sejak tahun lalu itu.
Menurut dia, pihaknya telah melayangkan somasi kepada oknum warga yang mengklaim lahan seluas 3,5 hektare pada zona 2A2 kawasan Huntap Tondo 2 yang hanya beralaskan hak Surat Keterangan Kepemilikan Tanah (SKPT) dan peta lokasi tanah tanpa legalitas.
“Kita sudah layangkan somasi sampai dua kali agar mereka segera mengosongkan lahan itu, dan meninggalkan bangunan yang mereka bangun di atas lahan Huntap. Tapi mereka tetap bertahan di sana,” katanya.
Arfan juga menyebut Pemkot Palu telah beberapa kali memfasilitasi pertemuan dengan oknum warga yang mengklaim kepemilikan lahan tersebut untuk meminta memperlihatkan legalitas kepemilikan lahan yang berada di zona 2A2 kawasan Huntap Tondo 2.
“Pertemuan terakhir di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulteng, Jumat pekan lalu. Dalam pertemuan itu ditemukan solusi agar warga menggugat ke pengadilan jika merasa alas hak yang dimiliki legal sehingga Pemkot Palu dapat melakukan ganti rugi. Tapi mereka melemah dan tidak menggugat,” kata Arfan.
Arfan mengatakan oknum warga tersebut mengancam akan mengganggu proses pembangunan huntap yang dikerjakan oleh Kementerian PUPR di kawasan itu jika kompensasi berupa ganti rugi tidak diberikan, meskipun alas hak yang mereka miliki tidak kuat di mata hukum.
Maka dari itu, Arfan berkomitmen dalam jangka waktu dua minggu yang diberikan oleh Kementerian PUPR akan digunakan untuk menuntaskan masalah itu secara kondusif dan persuasif.