Jakarta (ANTARA) - Indonesia menjadi sorotan dunia dengan rencana berani untuk memindahkan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Akan tetapi, pertanyaan yang mendominasi pikiran adalah apa yang akan terjadi dengan masa depan megapolitan Jakarta.
Apakah kota yang telah lama menjadi pusat bisnis akan tetap eksis, bahkan berkembang menjadi pusat bisnis global yang tak tergoyahkan seperti yang digadang-gadang?
Jawabannya mungkin terletak pada sejumlah faktor yang mendukung pandangan optimistis bahwa Jakarta akan tetap menjadi kekuatan bisnis yang tak tergoyahkan meskipun sudah tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Saat mata uang dan pasar berfluktuasi, Jakarta, seperti fajar yang terus bersinar, tak pernah surut dalam kemuliaannya.
Berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta, pada triwulan kedua tahun 2023, angka pertumbuhan ekonomi meningkat mencapai 5,13 persen, naik 0,18 persen dari triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi yang positif ini didorong oleh beberapa faktor utama yang patut diperhatikan.
Pertama, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi besar sebesar 63 persen, menggambarkan daya beli masyarakat yang kuat.
Kedua, investasi tumbuh sekitar 33,3 persen, menandakan Jakarta tetap menjadi magnet bagi investor, baik dari dalam negeri maupun internasional.
Ketiga, konsumsi Pemerintah memberikan kontribusi sebesar 13 persen, mencerminkan komitmen Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Semua faktor ini menjadi dasar ekonomi yang kuat dan beragam yang dimiliki Jakarta.
Para investor, yang merupakan tulang punggung bagi perkembangan ekonomi, juga tetap percaya pada Jakarta sebagai pusat bisnis yang menjanjikan.
Terlihat, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Jakarta selama semester 1 tahun 2023 mencapai Rp40,6 triliun, angka tertinggi di seluruh Indonesia.
Para investor tampaknya melihat peluang emas di berbagai sektor, terutama dalam bidang transportasi, gudang, dan telekomunikasi.
Keindahan Jakarta tidak hanya tercermin dalam angka dan statistik, tetapi juga dalam esensi posisi strategisnya.
Jalan tol megah, pelabuhan berkelas dunia, dan bandara internasional adalah beberapa butiran kemegahan ini.
Sistem transportasi publik yang terintegrasi terus diupayakan. Kawasan megapolitan Jabodetabek makin memperkuat posisi Jakarta sebagai pusat ekonomi regional.
Setelah pemindahan ibu kota selesai, Jakarta akan memiliki peluang bisnis baru yang menarik.
Potensi untuk menjadi pusat keuangan yang menggiurkan adalah nyata, terutama dengan kehadiran perusahaan-perusahaan besar dan institusi keuangan.
Dalam hal ini, publik dapat melihat contoh dari negara lain yang juga mengalami pemindahan ibu kota.
Setidaknya, hal itu yang diungkapkan pakar ekonomi yaitu Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara dan Eko Listiyanto selaku Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Mereka sepakat pemindahan ibu kota tidak akan menggoyahkan pertumbuhan ekonomi dan kegiatan bisnis DKI Jakarta.
Salah satu contoh yang relevan adalah Amerika Serikat, yang memiliki dua kota utama yakni New York sebagai pusat keuangan dan Washington, D.C. sebagai pusat administratif pemerintah.
Meskipun perpindahan ibu kota dari New York ke Washington, D.C., Washington tetap menjadi pusat administrasi, sementara New York tetap menjadi pusat finansial dunia.
Keduanya berkembang dan tetap menjadi pusat bisnis global dalam kapasitas mereka masing-masing.
Selain itu, Malaysia memiliki pengalaman serupa dengan pemindahan ibu kota dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.
Kuala Lumpur tetap tumbuh sebagai pusat bisnis utama, sementara Putrajaya berfokus pada fungsi administratif.
Pemisahan ini memungkinkan Kuala Lumpur untuk tetap menjadi pusat bisnis yang kuat di Malaysia dan Asia Tenggara.
Tantangan
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Arlyana Abubakar menyebut Jakarta memiliki modalitas yang besar sebagai pusat ekonomi dan bisnis berskala global, meski Ibu kota negara pindah ke IKN.
Arlyana menilai posisi DKI Jakarta sebagai hub yang juga didukung oleh wilayah sekitarnya sebagai megacities (Jabodetabek) semakin memperkuat posisi Jakarta untuk tetap menjadi pusat ekonomi dan bisnis.
Selain itu, Jakarta juga memiliki modalitas sebagai kota bisnis berskala global, yang dapat dikatakan paling memadai dibandingkan provinsi lainnya dari sisi ketersediaan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara dengan standar internasional, serta ketersediaan transportasi publik yang beragam dan terintegrasi.
“Jakarta sudah punya modalitas yang besar untuk menjadi sebuah kota global. Untuk itu, kita harus terus tingkatkan sinergi kolaborasi, yang paling penting adalah punya komitmen dan semangat untuk bisa menjadikan Jakarta sebagai kota global yang sukses,” kata Arlyana.
Tentu saja, Jakarta juga akan menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Kemacetan lalu lintas, yang telah lama menjadi masalah, harus mendapatkan solusi yang efektif.
Polusi udara, yang meracuni langit-langit kota, adalah perhatian serius yang tidak boleh diabaikan.
Oleh karena itu, Jakarta harus memprioritaskan pengembangan transportasi publik yang efisien dan ramah lingkungan, serta mengadopsi kendaraan listrik untuk mengurangi emisi berbahaya.
Integrasi yang kuat dengan kota-kota penyangga di sekitarnya akan menjadi kunci untuk menjaga Jakarta sebagai pusat bisnis yang diminati.
Sinergi dalam pengembangan transportasi publik, perumahan, dan pusat ekonomi akan menjadikan Jakarta sebagai magnet yang tak dapat diabaikan.
Dengan segala kerumitan dan cemerlangnya, Jakarta tetap mengekalkan pesona sebagai pusat bisnis yang tak tertandingi.
Pertumbuhan ekonomi yang gemilang, investasi yang kuat, dan posisi strategis adalah landasan kuat yang mengokohkan pandangan positif ini.
Dalam menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang, Jakarta menuju masa depannya sebagai pusat bisnis global yang akan terus bersinar, bahkan setelah ibu kota pindah ke IKN.
Ini adalah kisah perkembangan yang patut ditunggu dan disaksikan, sebagaimana yang telah dialami oleh negara-negara lain yang berhasil memisahkan fungsi administratif dan bisnis dengan sukses.
Dalam menggabungkan pengalaman mereka dan menerapkan solusi yang cerdas, Jakarta memiliki peluang besar untuk menjaga, bahkan memperkuat statusnya sebagai pusat bisnis global yang tak tergoyahkan, memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi Indonesia dan kawasan sekitarnya.
Akan tetapi, pertanyaan yang mendominasi pikiran adalah apa yang akan terjadi dengan masa depan megapolitan Jakarta.
Apakah kota yang telah lama menjadi pusat bisnis akan tetap eksis, bahkan berkembang menjadi pusat bisnis global yang tak tergoyahkan seperti yang digadang-gadang?
Jawabannya mungkin terletak pada sejumlah faktor yang mendukung pandangan optimistis bahwa Jakarta akan tetap menjadi kekuatan bisnis yang tak tergoyahkan meskipun sudah tidak lagi menjadi ibu kota negara.
Saat mata uang dan pasar berfluktuasi, Jakarta, seperti fajar yang terus bersinar, tak pernah surut dalam kemuliaannya.
Berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta, pada triwulan kedua tahun 2023, angka pertumbuhan ekonomi meningkat mencapai 5,13 persen, naik 0,18 persen dari triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi yang positif ini didorong oleh beberapa faktor utama yang patut diperhatikan.
Pertama, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi besar sebesar 63 persen, menggambarkan daya beli masyarakat yang kuat.
Kedua, investasi tumbuh sekitar 33,3 persen, menandakan Jakarta tetap menjadi magnet bagi investor, baik dari dalam negeri maupun internasional.
Ketiga, konsumsi Pemerintah memberikan kontribusi sebesar 13 persen, mencerminkan komitmen Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Semua faktor ini menjadi dasar ekonomi yang kuat dan beragam yang dimiliki Jakarta.
Para investor, yang merupakan tulang punggung bagi perkembangan ekonomi, juga tetap percaya pada Jakarta sebagai pusat bisnis yang menjanjikan.
Terlihat, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Jakarta selama semester 1 tahun 2023 mencapai Rp40,6 triliun, angka tertinggi di seluruh Indonesia.
Para investor tampaknya melihat peluang emas di berbagai sektor, terutama dalam bidang transportasi, gudang, dan telekomunikasi.
Keindahan Jakarta tidak hanya tercermin dalam angka dan statistik, tetapi juga dalam esensi posisi strategisnya.
Jalan tol megah, pelabuhan berkelas dunia, dan bandara internasional adalah beberapa butiran kemegahan ini.
Sistem transportasi publik yang terintegrasi terus diupayakan. Kawasan megapolitan Jabodetabek makin memperkuat posisi Jakarta sebagai pusat ekonomi regional.
Setelah pemindahan ibu kota selesai, Jakarta akan memiliki peluang bisnis baru yang menarik.
Potensi untuk menjadi pusat keuangan yang menggiurkan adalah nyata, terutama dengan kehadiran perusahaan-perusahaan besar dan institusi keuangan.
Dalam hal ini, publik dapat melihat contoh dari negara lain yang juga mengalami pemindahan ibu kota.
Setidaknya, hal itu yang diungkapkan pakar ekonomi yaitu Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara dan Eko Listiyanto selaku Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef).
Mereka sepakat pemindahan ibu kota tidak akan menggoyahkan pertumbuhan ekonomi dan kegiatan bisnis DKI Jakarta.
Salah satu contoh yang relevan adalah Amerika Serikat, yang memiliki dua kota utama yakni New York sebagai pusat keuangan dan Washington, D.C. sebagai pusat administratif pemerintah.
Meskipun perpindahan ibu kota dari New York ke Washington, D.C., Washington tetap menjadi pusat administrasi, sementara New York tetap menjadi pusat finansial dunia.
Keduanya berkembang dan tetap menjadi pusat bisnis global dalam kapasitas mereka masing-masing.
Selain itu, Malaysia memiliki pengalaman serupa dengan pemindahan ibu kota dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.
Kuala Lumpur tetap tumbuh sebagai pusat bisnis utama, sementara Putrajaya berfokus pada fungsi administratif.
Pemisahan ini memungkinkan Kuala Lumpur untuk tetap menjadi pusat bisnis yang kuat di Malaysia dan Asia Tenggara.
Tantangan
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Arlyana Abubakar menyebut Jakarta memiliki modalitas yang besar sebagai pusat ekonomi dan bisnis berskala global, meski Ibu kota negara pindah ke IKN.
Arlyana menilai posisi DKI Jakarta sebagai hub yang juga didukung oleh wilayah sekitarnya sebagai megacities (Jabodetabek) semakin memperkuat posisi Jakarta untuk tetap menjadi pusat ekonomi dan bisnis.
Selain itu, Jakarta juga memiliki modalitas sebagai kota bisnis berskala global, yang dapat dikatakan paling memadai dibandingkan provinsi lainnya dari sisi ketersediaan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara dengan standar internasional, serta ketersediaan transportasi publik yang beragam dan terintegrasi.
“Jakarta sudah punya modalitas yang besar untuk menjadi sebuah kota global. Untuk itu, kita harus terus tingkatkan sinergi kolaborasi, yang paling penting adalah punya komitmen dan semangat untuk bisa menjadikan Jakarta sebagai kota global yang sukses,” kata Arlyana.
Tentu saja, Jakarta juga akan menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Kemacetan lalu lintas, yang telah lama menjadi masalah, harus mendapatkan solusi yang efektif.
Polusi udara, yang meracuni langit-langit kota, adalah perhatian serius yang tidak boleh diabaikan.
Oleh karena itu, Jakarta harus memprioritaskan pengembangan transportasi publik yang efisien dan ramah lingkungan, serta mengadopsi kendaraan listrik untuk mengurangi emisi berbahaya.
Integrasi yang kuat dengan kota-kota penyangga di sekitarnya akan menjadi kunci untuk menjaga Jakarta sebagai pusat bisnis yang diminati.
Sinergi dalam pengembangan transportasi publik, perumahan, dan pusat ekonomi akan menjadikan Jakarta sebagai magnet yang tak dapat diabaikan.
Dengan segala kerumitan dan cemerlangnya, Jakarta tetap mengekalkan pesona sebagai pusat bisnis yang tak tertandingi.
Pertumbuhan ekonomi yang gemilang, investasi yang kuat, dan posisi strategis adalah landasan kuat yang mengokohkan pandangan positif ini.
Dalam menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang, Jakarta menuju masa depannya sebagai pusat bisnis global yang akan terus bersinar, bahkan setelah ibu kota pindah ke IKN.
Ini adalah kisah perkembangan yang patut ditunggu dan disaksikan, sebagaimana yang telah dialami oleh negara-negara lain yang berhasil memisahkan fungsi administratif dan bisnis dengan sukses.
Dalam menggabungkan pengalaman mereka dan menerapkan solusi yang cerdas, Jakarta memiliki peluang besar untuk menjaga, bahkan memperkuat statusnya sebagai pusat bisnis global yang tak tergoyahkan, memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi Indonesia dan kawasan sekitarnya.