Jakarta (ANTARA) -
Duta Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Rieke Diah Pitaloka mengusulkan arsip dan manuskrip Syekh Yusuf, Pahlawan Nasional asal Gowa, Sulawesi Selatan, untuk ditetapkan sebagai memori dunia UNESCO dan memori Asia-Pasifik.
"Mohon dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, khususnya rakyat Sulawesi. Pengajuan ini tidak terlepas dari dedikasi beliau untuk Indonesia," ujar Rieke melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Anggota Dewan Komite Nasional Memori Dunia Indonesia ini menyampaikan, Syekh Yusuf memiliki peran besar dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Kesultanan Gowa.
Ketika Kesultanan Gowa dikalahkan oleh Belanda, lanjut dia, Syekh Yusuf pindah ke Banten dan diangkat sebagai Mufti Kesultanan Banten oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
"Kesultanan Banten dikalahkan Belanda pada tahun 1682. Beliau ditangkap, kemudian diasingkan ke Ceylon, Sri Lanka, pada tahun 1684. Pada 22 Desember 1694, Syekh Yusuf diasingkan ke Afrika Selatan," ucap Rieke.
Rieke memaparkan, dalam menimba ilmu, Syekh Yusuf dikenal dengan nama panjang Syekh Yusuf Abul Muhsin Tajul Khalawati Al-Makassari (Tuanta Salamaka ri Gowa atau tuan penyelamat rakyat Gowa).
Syekh Yusuf juga dikenal senantiasa memperdalam keilmuan selama belajar di Desa Cikoang, Sulawesi Selatan, sebagai wujud Hubbul Wathan (cinta dan membela tanah air).
"Saat di Pesantren Cikoang Talakar, mempelajari Thariqah dan Hubbul Wathan. Beliau mempelajari Islam selama 20 tahun di Timur Tengah, seperti di Mekkah, Madinah, Yaman, serta Damaskus," kisahnya.
Rieke menyebut, Syekh Yusuf menjadi inspirasi dan teladan bagi banyak orang, termasuk bagi pasukan Hizbullah di bawah pimpinan KH. Zainal Arifin Pohan, yang pada masa perang kemerdekaan bertugas mengkoordinir pelatihan-pelatihan semi militer di Cibarusah, Bekasi, dan Bogor untuk mengantisipasi Perang Asia-Pasifik dan memperjuangkan kemerdekaan RI.
Syekh Yusuf juga dikagumi oleh sosok Nelson Mandela, pahlawan asal Afrika Selatan yang memperjuangkan perlawanan terhadap politik apartheid (pemisahan hak dan kewajiban antara kulit putih dan kulit hitam).
"Di Afrika Selatan, salah satu inspirator bagi Nelson Mandela dalam gerakan melawan apartheid, dan di Indonesia, menjadi inspirasi bagi gerakan hubbul wathan minal iman (mencintai bangsa sebagai tanda keimanan) yang digagas KH Abdul Wahab Chasbullah dalam gerakan umat Islam Indonesia melawan penjajahan Belanda," tuturnya.
Sebagai informasi, Syekh Yusuf lahir di Gowa pada 3 Juli 1626, dan wafat di Afrika Selatan pada 23 Mei 1699. Melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 071/TK/1995, ia diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 7 Agustus 1995.
Dia juga mendapatkan gelar pada 27 September 2005 dari Pemerintah Afrika Selatan, yakni Supreme Companion of OR Tambo (SCOT) in gold, for heads of state and, in special cases, heads of government.
Arsip Syekh Yusuf saat ini tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Arsip Nasional Belanda, Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, dan Arsip Nasional Sri Lanka, Afrika Selatan.
Anggota Dewan Komite Nasional Memori Dunia Indonesia ini menyampaikan, Syekh Yusuf memiliki peran besar dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Kesultanan Gowa.
Ketika Kesultanan Gowa dikalahkan oleh Belanda, lanjut dia, Syekh Yusuf pindah ke Banten dan diangkat sebagai Mufti Kesultanan Banten oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
"Kesultanan Banten dikalahkan Belanda pada tahun 1682. Beliau ditangkap, kemudian diasingkan ke Ceylon, Sri Lanka, pada tahun 1684. Pada 22 Desember 1694, Syekh Yusuf diasingkan ke Afrika Selatan," ucap Rieke.
Rieke memaparkan, dalam menimba ilmu, Syekh Yusuf dikenal dengan nama panjang Syekh Yusuf Abul Muhsin Tajul Khalawati Al-Makassari (Tuanta Salamaka ri Gowa atau tuan penyelamat rakyat Gowa).
Syekh Yusuf juga dikenal senantiasa memperdalam keilmuan selama belajar di Desa Cikoang, Sulawesi Selatan, sebagai wujud Hubbul Wathan (cinta dan membela tanah air).
"Saat di Pesantren Cikoang Talakar, mempelajari Thariqah dan Hubbul Wathan. Beliau mempelajari Islam selama 20 tahun di Timur Tengah, seperti di Mekkah, Madinah, Yaman, serta Damaskus," kisahnya.
Rieke menyebut, Syekh Yusuf menjadi inspirasi dan teladan bagi banyak orang, termasuk bagi pasukan Hizbullah di bawah pimpinan KH. Zainal Arifin Pohan, yang pada masa perang kemerdekaan bertugas mengkoordinir pelatihan-pelatihan semi militer di Cibarusah, Bekasi, dan Bogor untuk mengantisipasi Perang Asia-Pasifik dan memperjuangkan kemerdekaan RI.
Syekh Yusuf juga dikagumi oleh sosok Nelson Mandela, pahlawan asal Afrika Selatan yang memperjuangkan perlawanan terhadap politik apartheid (pemisahan hak dan kewajiban antara kulit putih dan kulit hitam).
"Di Afrika Selatan, salah satu inspirator bagi Nelson Mandela dalam gerakan melawan apartheid, dan di Indonesia, menjadi inspirasi bagi gerakan hubbul wathan minal iman (mencintai bangsa sebagai tanda keimanan) yang digagas KH Abdul Wahab Chasbullah dalam gerakan umat Islam Indonesia melawan penjajahan Belanda," tuturnya.
Sebagai informasi, Syekh Yusuf lahir di Gowa pada 3 Juli 1626, dan wafat di Afrika Selatan pada 23 Mei 1699. Melalui Keputusan Presiden (Kepres) No. 071/TK/1995, ia diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 7 Agustus 1995.
Dia juga mendapatkan gelar pada 27 September 2005 dari Pemerintah Afrika Selatan, yakni Supreme Companion of OR Tambo (SCOT) in gold, for heads of state and, in special cases, heads of government.
Arsip Syekh Yusuf saat ini tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Arsip Nasional Belanda, Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, dan Arsip Nasional Sri Lanka, Afrika Selatan.