Jakarta (ANTARA) - Beroperasinya sistem transportasi Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodebek pada Agustus lalu menambah lagi satu fasilitas angkutan umum bagi masyarakat Jakarta maupun pelaju dari daerah pinggiran untuk berlalu-lalang dari dan ke Ibu Kota.
LRT Jabodebek melengkapi sistem angkutan umum yang dimiliki Jakarta, seperti KRL Commuterline, TransJakarta dan bermacam bus pengumpannya, Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta, LRT Jakarta, serta Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Selain fasilitas transportasi umum tersebut, ada pula angkot dan bus, taksi, ojek, maupun layanan transportasi daring yang bisa dengan mudah diakses dari sudut manapun di Jakarta.
Banyaknya transportasi umum tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Jabodetabek memiliki beragam pilihan angkutan umum yang semakin memudahkan mereka bepergian. Jabodetabek adalah singkatan dari Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi, sedangkan Jabodebek meliputi Jakarta- Bogor-Depok-Bekasi.
Sementara itu, berdasarkan data Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan BPS, terdapat 19,63 juta pergerakan angkutan umum di Jakarta setiap harinya.
Dari jumlah pergerakan tersebut, penggunaan ojek daring mencapai 1.003.160 perjalanan per hari, disusul kereta rel listrik 781.745 perjalanan per hari, TransJakarta 747.920 perjalanan per hari, MRT 115.135 perjalanan per hari, serta LRT Jakarta 5.640 perjalanan setiap hari.
Namun demikian, tingkat penggunaan (modal share) transportasi umum dari total pergerakan di Jakarta hanya sebesar 18,45 persen jika angkutan daring dihitung, atau 10,29 persen tanpa menghitung angkutan daring.
Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan transportasi umum di Jakarta masih rendah. Oleh karena itu, langkah-langkah dan kebijakan untuk meningkatkan pangsa transportasi umum harus dilakukan, termasuk dengan memacu integrasi antarmoda.
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kiri), Menteri BUMN Erick Thohir (kedua kanan) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kedua kiri) saat naik LRT Jabodetabek di Jakarta, Kamis (3/8/2023). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/rwa/aa.
Amanat presiden
Integrasi transportasi di Jakarta sudah menjadi bagian dari rencana besar pembangunan pemerintah pusat karena sistem transportasi wilayah Jabodetabek, sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, memiliki posisi yang amat strategis.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo, kembali menyerukan supaya pemangku kepentingan berusaha merealisasikan integrasi moda transportasi di Jabodetabek.
Pembangunan infrastruktur yang menghubungkan dua moda transportasi, seperti penghubung antara stasiun LRT Halim dan stasiun KCJB Halim atau antara stasiun KRL dan halte TransJakarta, dipercepat dan dipastikan layak.
Sistem pembayaran transportasi umum yang terintegrasi dan dapat digunakan di semua moda transportasi harus dikembangkan. Kerja sama dan kolaborasi dengan penyedia transportasi yang mengantar sampai titik akhir tujuan juga harus diperkuat.
“Akan sangat bagus jika masyarakat cukup satu kali pesan, kemudian sistem sudah merencanakan dan multi-moda transportasi apa yang harus digunakan. Semuanya sudah tersiapkan,” kata Jokowi.
Rencana pengembangan LRT Jabodebek sampai ke kota Bogor dan LRT Jakarta hingga Manggarai perlu terus dikaji, mengingat besarnya animo masyarakat terhadap moda transportasi tersebut, dan untuk memastikan jangkauannya semakin luas. Moda transportasi juga harus ramah terhadap pengguna lanjut usia, penyandang disabilitas, anak-anak, dan ibu hamil.
Amanat untuk merealisasikan integrasi transportasi di Jakarta juga tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Tahun 2018 – 2029.
Rencana induk itu menetapkan beberapa target pembinaan transportasi umum di area Jabodetabek, di antaranya pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan harus mencapai 60 persen dari total pergerakan orang, dan cakupan pelayanan angkutan umum perkotaan mencapai 80 persen dari panjang jalan keseluruhan.
Rancangan tersebut mencakup strategi-strategi guna memadukan pembangunan dan pengembangan sistem jaringan prasarana serta pelayanan transportasi, memadukan pembangunan transportasi perkotaan wilayah Jabodetabek, maupun mengintegrasikan pengoperasian transportasi dan rancangan pembiayaan transportasi.
Faktor penentu
Meskipun bukan merupakan suatu proses yang sederhana, integrasi transportasi umum memiliki manfaat yang besar, yaitu meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan bagi penggunanya, kata pegiat transportasi umum yang juga penggagas Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ), Adriansyah Yasin.
Integrasi angkutan sudah terbukti, baik secara fisik seperti di Halte CSW Jakarta Selatan yang memadukan TransJakarta dengan MRT maupun secara tarif seperti sistem JakLingko di Jakarta, mempermudah akses masyarakat ke transportasi umum.
Dengan pengembangan infrastruktur transportasi, masyarakat dapat diajak bergeser untuk menggunakan transportasi umum dengan disinsentif penggunaan kendaraan pribadi, seperti penaikan tarif parkir ataupun penerapan electronic road pricing (ERP).
Meski begitu, regulasi tersebut harus dibarengi oleh penyediaan transportasi umum sebagai alternatif pengganti bagi mereka yang terdampak.
Pemerintah daerah di wilayah penyangga Jakarta perlu didorong pula mengembangkan layanan transportasi umum massal yang menjadi pelengkap bagi moda angkutan massal yang sudah ada lebih dulu di daerah mereka.
Pemda Bodetabek harus mulai didorong untuk menyamakan kecepatan pembangunan mereka dengan Jakarta agar integrasi antarmoda dan antarwilayah semakin membaik.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, berpendapat bahwa penguatan kewenangan Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPJT) menjadi salah satu langkah lain yang dapat memacu integrasi transportasi umum di Jabodetabek.
Pemerintah bisa belajar dari otoritas perhubungan darat Singapura, LTA (Land Transport Authority) Singapore, dalam upaya memperkuat kewenangan BPTJ dan memacu integrasi transportasi di Jabodetabek
Selama ini, institusi BPJT tidak terlalu kuat karena kewenangannya hanya sebatas pengatur dan bukan yang mengoperasikan langsung. Terlebih, selama ini pelaksanaan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek adalah Dinas Perhubungan di daerah masing-masing.
Oleh karena itu, penguatan BPJT dapat diberikan dengan memperbesar kewenangan lembaga itu untuk menerapkan langkah-langkah yang sudah ditetapkan pada rencana induk sesuai Perpres 55/2018.
Ego sektoral antar-BUMN, BUMD, maupun operator transportasi umum harus dihindari untuk memajukan integrasi transportasi umum di Jabodetabek. Apalagi integrasi yang dimaksud adalah sebatas integrasi operasional dan bukan peleburan institusi.
Memperkuat integrasi transportasi umum di Jakarta, selain melanjutkan pembangunan transportasi umum yang sudah berjalan, akan membuat transportasi umum semakin mudah diakses dan nyaman bagi penggunanya.
Semakin mudahnya mobilisasi dengan transportasi umum akan mendorong masyarakat semakin gemar menggunakan transportasi publik. Dengan demikian, target 60 persen pergerakan orang dengan angkutan umum berdasarkan Perpres 55/2018 akan tercapai tepat waktu.
Selain itu, menyempurnakan integrasi transportasi umum juga akan mendukung upaya memperkuat status Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional setelah status ibu kota negara yang disandangnya dialihkan ke IKN Nusantara dalam beberapa waktu lagi.
LRT Jabodebek melengkapi sistem angkutan umum yang dimiliki Jakarta, seperti KRL Commuterline, TransJakarta dan bermacam bus pengumpannya, Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta, LRT Jakarta, serta Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Selain fasilitas transportasi umum tersebut, ada pula angkot dan bus, taksi, ojek, maupun layanan transportasi daring yang bisa dengan mudah diakses dari sudut manapun di Jakarta.
Banyaknya transportasi umum tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Jabodetabek memiliki beragam pilihan angkutan umum yang semakin memudahkan mereka bepergian. Jabodetabek adalah singkatan dari Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi, sedangkan Jabodebek meliputi Jakarta- Bogor-Depok-Bekasi.
Sementara itu, berdasarkan data Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan BPS, terdapat 19,63 juta pergerakan angkutan umum di Jakarta setiap harinya.
Dari jumlah pergerakan tersebut, penggunaan ojek daring mencapai 1.003.160 perjalanan per hari, disusul kereta rel listrik 781.745 perjalanan per hari, TransJakarta 747.920 perjalanan per hari, MRT 115.135 perjalanan per hari, serta LRT Jakarta 5.640 perjalanan setiap hari.
Namun demikian, tingkat penggunaan (modal share) transportasi umum dari total pergerakan di Jakarta hanya sebesar 18,45 persen jika angkutan daring dihitung, atau 10,29 persen tanpa menghitung angkutan daring.
Hal itu menunjukkan bahwa penggunaan transportasi umum di Jakarta masih rendah. Oleh karena itu, langkah-langkah dan kebijakan untuk meningkatkan pangsa transportasi umum harus dilakukan, termasuk dengan memacu integrasi antarmoda.
Amanat presiden
Integrasi transportasi di Jakarta sudah menjadi bagian dari rencana besar pembangunan pemerintah pusat karena sistem transportasi wilayah Jabodetabek, sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, memiliki posisi yang amat strategis.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo, kembali menyerukan supaya pemangku kepentingan berusaha merealisasikan integrasi moda transportasi di Jabodetabek.
Pembangunan infrastruktur yang menghubungkan dua moda transportasi, seperti penghubung antara stasiun LRT Halim dan stasiun KCJB Halim atau antara stasiun KRL dan halte TransJakarta, dipercepat dan dipastikan layak.
Sistem pembayaran transportasi umum yang terintegrasi dan dapat digunakan di semua moda transportasi harus dikembangkan. Kerja sama dan kolaborasi dengan penyedia transportasi yang mengantar sampai titik akhir tujuan juga harus diperkuat.
“Akan sangat bagus jika masyarakat cukup satu kali pesan, kemudian sistem sudah merencanakan dan multi-moda transportasi apa yang harus digunakan. Semuanya sudah tersiapkan,” kata Jokowi.
Rencana pengembangan LRT Jabodebek sampai ke kota Bogor dan LRT Jakarta hingga Manggarai perlu terus dikaji, mengingat besarnya animo masyarakat terhadap moda transportasi tersebut, dan untuk memastikan jangkauannya semakin luas. Moda transportasi juga harus ramah terhadap pengguna lanjut usia, penyandang disabilitas, anak-anak, dan ibu hamil.
Amanat untuk merealisasikan integrasi transportasi di Jakarta juga tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi Tahun 2018 – 2029.
Rencana induk itu menetapkan beberapa target pembinaan transportasi umum di area Jabodetabek, di antaranya pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan harus mencapai 60 persen dari total pergerakan orang, dan cakupan pelayanan angkutan umum perkotaan mencapai 80 persen dari panjang jalan keseluruhan.
Rancangan tersebut mencakup strategi-strategi guna memadukan pembangunan dan pengembangan sistem jaringan prasarana serta pelayanan transportasi, memadukan pembangunan transportasi perkotaan wilayah Jabodetabek, maupun mengintegrasikan pengoperasian transportasi dan rancangan pembiayaan transportasi.
Faktor penentu
Meskipun bukan merupakan suatu proses yang sederhana, integrasi transportasi umum memiliki manfaat yang besar, yaitu meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan bagi penggunanya, kata pegiat transportasi umum yang juga penggagas Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ), Adriansyah Yasin.
Integrasi angkutan sudah terbukti, baik secara fisik seperti di Halte CSW Jakarta Selatan yang memadukan TransJakarta dengan MRT maupun secara tarif seperti sistem JakLingko di Jakarta, mempermudah akses masyarakat ke transportasi umum.
Dengan pengembangan infrastruktur transportasi, masyarakat dapat diajak bergeser untuk menggunakan transportasi umum dengan disinsentif penggunaan kendaraan pribadi, seperti penaikan tarif parkir ataupun penerapan electronic road pricing (ERP).
Meski begitu, regulasi tersebut harus dibarengi oleh penyediaan transportasi umum sebagai alternatif pengganti bagi mereka yang terdampak.
Pemerintah daerah di wilayah penyangga Jakarta perlu didorong pula mengembangkan layanan transportasi umum massal yang menjadi pelengkap bagi moda angkutan massal yang sudah ada lebih dulu di daerah mereka.
Pemda Bodetabek harus mulai didorong untuk menyamakan kecepatan pembangunan mereka dengan Jakarta agar integrasi antarmoda dan antarwilayah semakin membaik.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, berpendapat bahwa penguatan kewenangan Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPJT) menjadi salah satu langkah lain yang dapat memacu integrasi transportasi umum di Jabodetabek.
Pemerintah bisa belajar dari otoritas perhubungan darat Singapura, LTA (Land Transport Authority) Singapore, dalam upaya memperkuat kewenangan BPTJ dan memacu integrasi transportasi di Jabodetabek
Selama ini, institusi BPJT tidak terlalu kuat karena kewenangannya hanya sebatas pengatur dan bukan yang mengoperasikan langsung. Terlebih, selama ini pelaksanaan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek adalah Dinas Perhubungan di daerah masing-masing.
Oleh karena itu, penguatan BPJT dapat diberikan dengan memperbesar kewenangan lembaga itu untuk menerapkan langkah-langkah yang sudah ditetapkan pada rencana induk sesuai Perpres 55/2018.
Ego sektoral antar-BUMN, BUMD, maupun operator transportasi umum harus dihindari untuk memajukan integrasi transportasi umum di Jabodetabek. Apalagi integrasi yang dimaksud adalah sebatas integrasi operasional dan bukan peleburan institusi.
Memperkuat integrasi transportasi umum di Jakarta, selain melanjutkan pembangunan transportasi umum yang sudah berjalan, akan membuat transportasi umum semakin mudah diakses dan nyaman bagi penggunanya.
Semakin mudahnya mobilisasi dengan transportasi umum akan mendorong masyarakat semakin gemar menggunakan transportasi publik. Dengan demikian, target 60 persen pergerakan orang dengan angkutan umum berdasarkan Perpres 55/2018 akan tercapai tepat waktu.
Selain itu, menyempurnakan integrasi transportasi umum juga akan mendukung upaya memperkuat status Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional setelah status ibu kota negara yang disandangnya dialihkan ke IKN Nusantara dalam beberapa waktu lagi.