Jakarta (ANTARA) - Kepala Pemeriksaan Keasistenan Utama V Ombudsman RI Saputra Malik menyatakan pentingnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai perwujudan pelayanan publik.
"Pembangunan infrastruktur telekomunikasi merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang aktivitas sosial, ekonomi, pendidikan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (13/10).
Hal itu disampaikan saat berbicara dalam Seminar bertajuk "Pengelolaan infrastruktur telekomunikasi yang mendukung smart city dan pelayanan publik” diselenggarakan oleh Yayasan Kajian Potensi Indonesia Sejahtera (Yakpis) di Surabaya, Jawa Timur.
Selain itu kata dia, pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku usaha. Pelibatan berbagai unsur sangat penting terutama dalam penyusunan regulasi.
"Sehingga dalam pembangunan dan penataan utilitas di Kota Surabaya, harus melibatkan partisipasi masyarakat dan pelaku usaha terutama dalam penyusunan regulasi serta penetapan biaya," harapnya.
Menurut dia, pembangunan utilitas harus mengutamakan aspek-aspek kepentingan pelayanan publik, bukan semata-mata dari unsur bisnis, agar adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dan akses kesejahteraan masyarakat.
Kata dia, pembangunan infrastruktur telekomunikasi menjadi sarana penting dalam menunjang konsep smart city, karena memanfaatkan teknologi informasi untuk mengintegrasikan, seluruh infrastruktur dan pelayanan dari pemerintah kepada warga masyarakat.
Saputra juga menyoroti tingginya penerapan tarif sewa jaringan utilitas Kota Surabaya. Penetapan tarif kata dia, harus juga melihat aspek-aspek kepentingan pelayanan publik, bukan semata-mata dari unsur bisnis, agar adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dan akses kesejahteraan masyarakat.
Kemudian, Saputra melihat adanya potensi pelanggaran UU yang dilakukan Pemkot Surabaya. Dia mencontohkan potensi pelanggaran itu yakni UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Pasal 128 ayat (2) memberikan pengecualian bagi penggunaan tanah yang tidak merubah fungsi dari tanah tersebut.
Ia pun menyarankan agar Pemkot Surabaya dapat melakukan penyesuaian untuk menghindari potensi pelanggaran.
"Seharusnya penyediaan sarana jaringan utilitas terpadu dapat dibebankan pada APBD atau bekerjasama dengan pihak ketiga yang pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila dilakukan Kerjasama dengan pihak ketiga, maka tidak menambah beban bagi masyarakat," harapnya.
"Pembangunan infrastruktur telekomunikasi merupakan hal yang sangat penting untuk menunjang aktivitas sosial, ekonomi, pendidikan, dan peningkatan kualitas pelayanan publik," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (13/10).
Hal itu disampaikan saat berbicara dalam Seminar bertajuk "Pengelolaan infrastruktur telekomunikasi yang mendukung smart city dan pelayanan publik” diselenggarakan oleh Yayasan Kajian Potensi Indonesia Sejahtera (Yakpis) di Surabaya, Jawa Timur.
Selain itu kata dia, pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku usaha. Pelibatan berbagai unsur sangat penting terutama dalam penyusunan regulasi.
"Sehingga dalam pembangunan dan penataan utilitas di Kota Surabaya, harus melibatkan partisipasi masyarakat dan pelaku usaha terutama dalam penyusunan regulasi serta penetapan biaya," harapnya.
Menurut dia, pembangunan utilitas harus mengutamakan aspek-aspek kepentingan pelayanan publik, bukan semata-mata dari unsur bisnis, agar adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dan akses kesejahteraan masyarakat.
Kata dia, pembangunan infrastruktur telekomunikasi menjadi sarana penting dalam menunjang konsep smart city, karena memanfaatkan teknologi informasi untuk mengintegrasikan, seluruh infrastruktur dan pelayanan dari pemerintah kepada warga masyarakat.
Saputra juga menyoroti tingginya penerapan tarif sewa jaringan utilitas Kota Surabaya. Penetapan tarif kata dia, harus juga melihat aspek-aspek kepentingan pelayanan publik, bukan semata-mata dari unsur bisnis, agar adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dan akses kesejahteraan masyarakat.
Kemudian, Saputra melihat adanya potensi pelanggaran UU yang dilakukan Pemkot Surabaya. Dia mencontohkan potensi pelanggaran itu yakni UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Pasal 128 ayat (2) memberikan pengecualian bagi penggunaan tanah yang tidak merubah fungsi dari tanah tersebut.
Ia pun menyarankan agar Pemkot Surabaya dapat melakukan penyesuaian untuk menghindari potensi pelanggaran.
"Seharusnya penyediaan sarana jaringan utilitas terpadu dapat dibebankan pada APBD atau bekerjasama dengan pihak ketiga yang pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila dilakukan Kerjasama dengan pihak ketiga, maka tidak menambah beban bagi masyarakat," harapnya.