Jakarta (ANTARA) - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan penyelenggaraan Pemilu 2024 harus memiliki perspektif pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap setiap partisipan pesta demokrasi itu.“Pemilu luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil), aman dan damai, dengan berperspektif HAM merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” kata Jaleswari dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu.
Dalam Festival Hak Asasi Manusia 2023 di Singkawang, Kalimantan Barat, Jaleswari mengatakan penegakan HAM dengan pemilu berkaitan secara holistik. Pemenuhan HAM dalam pemilu, ujar dia, harus menjamin keselamatan para partisipan pemilu, baik itu pemilih hingga aparat yang bertugas selama pemilu.
Menurut dia, terdapat catatan kelam dari penyelenggaraan Pemilu 2019, yaitu adanya ratusan penyelenggara dan pengawas pemilu yang gugur akibat kelelahan dan berbagai sebab lainnya saat pelaksanaan pemilu. Selain itu, catatan kelam bertambah dengan adanya fenomena kampanye ujaran kebencian yang mengakibatkan polarisasi hingga perpecahan di kalangan masyarakat.
“Penyelenggaraan pemilu menjadi tanggung jawab bersama, baik itu pemerintah, aparat keamanan, penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan para kontestan. Tidak perlu lagi terjadi perpecahan di tengah masyarakat Indonesia karena beda pilihan,” kata dia.
Terkait dengan HAM, Jaleswari menyinggung soal pemenuhan hak untuk para penyandang disabilitas dalam pemilu. Menurutnya, masih terdapat tantangan yang harus diperhatikan oleh pihak-pihak terkait, yaitu persoalan fasilitasi hak pilih penyandang disabilitas yang mencapai 1,1 juta orang.
“Aturan mengenai penyediaan aksesibilitas sudah lengkap, namun implementasinya masih banyak TPS yang belum memiliki akses seperti tidak tersedianya surat suara braille bagi pemilih disabilitas netra,” kata Jaleswari.
Meski demikian, Jaleswari menilai Indonesia memiliki modalitas yang cukup baik dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 setelah pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan pilkada pertama di masa pandemi. Namun, diakui masih banyak perbaikan yang harus dilakukan untuk penyelenggaraan pemilu.
“Membicarakan HAM, kita tidak bisa lepaskan dari diskursus demokrasi. Mengingat bahwa demokrasi, supremasi hukum, pembangunan, dan penghormatan terhadap HAM bersifat saling bergantung dan saling memperkuat,” ujar Jaleswari