Pontianak (ANTARA) - Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalimantan Barat (Kalbar) Rudyzar Zaidar mendukung langkah Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan untuk memperbaiki memperbaiki tata niaga ekspor komoditas unggulan provinsi itu yakni kratom.
"Pemerintah Indonesia sedang sedang berusaha memperbaiki tata niaga komoditas kratom. Hal ini diungkapkan Mendag usai bertemu Presiden Jokowi. Kami Kadin Kalbar mendukung," ujarnya di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan bahwa saat ini tidak ada standarisasi produk dan fasilitas usaha komoditas kratom. Sehingga siapa pun bisa mengekspor, bahkan orang yang tak berpengalaman sekali pun. Akibatnya terjadi persaingan harga yang gila-gilaan.
“Belum lagi kualitas produk yang buruk dan merusak citra kratom Indonesia dari terutama Kalbar. Paling dirugikan tentu saja petani kratom,” jelas dia.
Saat ini di pasaran internasional, harga tepung kratom berada di kisaran 5 hingga 6 dolar AS per kilogramnya. Padahal beberapa tahun lalu, komoditas ini pernah menyentuh nilai 40 dolar AS. Di tingkat petani harga daun basah tinggal Rp6.000. Adapun daun kering remahan sekitar Rp20.000-30.000, tergantung kualitas.
Kondisi tersebut diperparah dengan sikap pembeli yang seenaknya. Menurutnya, banyak eksportir Kalbar yang menderita kerugian lantaran kirimannya tidak dibayar pembeli. Paling banyak kasus ini terjadi di Amerika Serikat.
“Sering barang sudah sampai, pembeli tidak mau membayar. Alasan mereka produk yang dikirim setelah diuji kualitas oleh laboratorium di sana, ternyata kratom kita banyak dicampur daun tumbuhan lain. Katanya tidak higienis, atau kandungan mitragine nya rendah,” sebut dia.
Ia tak menyangkal bila ada segelintir oknum eksportir yang melakukan kecurangan demi meningkatkan volume pengirimannya. Hal itu merugikan semua pihak. Termasuk petani di daerah.
“Tentu ini merusak citra para eksportir lainnya. Terutama petani di daerah,” kata dia.
Oleh sebab itu, Rudyzar mendorong agar seluruh produk kratom yang diekspor wajib diuji laboratorium dulu di dalam negeri. Ia juga meminta pemerintah mengintervensi dan memberlakukan aturan terkait produksi kratom ekspor.
"Ada yang mendesak pemerintah untuk menyetop sementara ekspor bubuk kratom ke Amerika Serikat, hingga harga kratom kembali normal. Saya tidak setuju usul penyetopan ekspor tersebut. Pangkal masalahnya ada pada perang harga antar-eksportir," kata dia.
Menurutnya, hendaknya para pelaku ekspor juga distandarisasi dan diawasi pemerintah. Harus ada syarat minimum bagi eksportir yang bisa melakukan ekspor. Pasalnya saat ini siapapun bisa mengekspor, sehingga berdampak persaingan harga yang tidak sehat dan buruknya citra produk kratom Kalbar.
“Harus ada syarat untuk mengekspor. Misalnya minimal harus ada gudang sekian ribu meter per segi. Eksportir harus punya fasilitas penggilingan dan pengeringan yang standar. Supaya tertib dan teratur,” sebutnya.
Sebagai informasi, kratom adalah tumbuhan endemik Kalbar yang telah lama menjadi obat herbal bagi warga lokal. Belakangan permintaan internasional akan komoditas ini meningkat, sehingga kratom pun menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat Kalbar.
Di Kalbar ada sekitar 112.000 masyarakat yang hidupnya tergantung dari produk yang awalnya adalah tumbuhan liar ini. Selain memiliki fungsi bagi dunia pengobatan, kratom juga saat ini memiliki fungsi ekologis dalam sebagai paru-paru dunia di Kalimantan.
"Pemerintah Indonesia sedang sedang berusaha memperbaiki tata niaga komoditas kratom. Hal ini diungkapkan Mendag usai bertemu Presiden Jokowi. Kami Kadin Kalbar mendukung," ujarnya di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan bahwa saat ini tidak ada standarisasi produk dan fasilitas usaha komoditas kratom. Sehingga siapa pun bisa mengekspor, bahkan orang yang tak berpengalaman sekali pun. Akibatnya terjadi persaingan harga yang gila-gilaan.
“Belum lagi kualitas produk yang buruk dan merusak citra kratom Indonesia dari terutama Kalbar. Paling dirugikan tentu saja petani kratom,” jelas dia.
Saat ini di pasaran internasional, harga tepung kratom berada di kisaran 5 hingga 6 dolar AS per kilogramnya. Padahal beberapa tahun lalu, komoditas ini pernah menyentuh nilai 40 dolar AS. Di tingkat petani harga daun basah tinggal Rp6.000. Adapun daun kering remahan sekitar Rp20.000-30.000, tergantung kualitas.
Kondisi tersebut diperparah dengan sikap pembeli yang seenaknya. Menurutnya, banyak eksportir Kalbar yang menderita kerugian lantaran kirimannya tidak dibayar pembeli. Paling banyak kasus ini terjadi di Amerika Serikat.
“Sering barang sudah sampai, pembeli tidak mau membayar. Alasan mereka produk yang dikirim setelah diuji kualitas oleh laboratorium di sana, ternyata kratom kita banyak dicampur daun tumbuhan lain. Katanya tidak higienis, atau kandungan mitragine nya rendah,” sebut dia.
Ia tak menyangkal bila ada segelintir oknum eksportir yang melakukan kecurangan demi meningkatkan volume pengirimannya. Hal itu merugikan semua pihak. Termasuk petani di daerah.
“Tentu ini merusak citra para eksportir lainnya. Terutama petani di daerah,” kata dia.
Oleh sebab itu, Rudyzar mendorong agar seluruh produk kratom yang diekspor wajib diuji laboratorium dulu di dalam negeri. Ia juga meminta pemerintah mengintervensi dan memberlakukan aturan terkait produksi kratom ekspor.
"Ada yang mendesak pemerintah untuk menyetop sementara ekspor bubuk kratom ke Amerika Serikat, hingga harga kratom kembali normal. Saya tidak setuju usul penyetopan ekspor tersebut. Pangkal masalahnya ada pada perang harga antar-eksportir," kata dia.
Menurutnya, hendaknya para pelaku ekspor juga distandarisasi dan diawasi pemerintah. Harus ada syarat minimum bagi eksportir yang bisa melakukan ekspor. Pasalnya saat ini siapapun bisa mengekspor, sehingga berdampak persaingan harga yang tidak sehat dan buruknya citra produk kratom Kalbar.
“Harus ada syarat untuk mengekspor. Misalnya minimal harus ada gudang sekian ribu meter per segi. Eksportir harus punya fasilitas penggilingan dan pengeringan yang standar. Supaya tertib dan teratur,” sebutnya.
Sebagai informasi, kratom adalah tumbuhan endemik Kalbar yang telah lama menjadi obat herbal bagi warga lokal. Belakangan permintaan internasional akan komoditas ini meningkat, sehingga kratom pun menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat Kalbar.
Di Kalbar ada sekitar 112.000 masyarakat yang hidupnya tergantung dari produk yang awalnya adalah tumbuhan liar ini. Selain memiliki fungsi bagi dunia pengobatan, kratom juga saat ini memiliki fungsi ekologis dalam sebagai paru-paru dunia di Kalimantan.