Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut bahwa aspek pencegahan menjadi hulu dalam upaya penanganan kekerasan terhadap perempuan.
"Pencegahan ini adalah hulu dari penanganan kekerasan yang saat ini marak di masyarakat," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati dalam acara "Talkshow dan Nonton Film Bersama dalam Aksi Pencegahan Kekerasan", di Jakarta, Sabtu.
Selain itu perlu penyadaran pada pola pikir dan budaya di masyarakat untuk turut bertanggung jawab dalam memberantas kekerasan di masyarakat.
"Nilai budaya yang masih berkembang di masyarakat yang kemudian masih meneruskan kasus kekerasan, ya sudah diamkan saja toh nanti akan selesai pada akhirnya. Justru ini jadi standing point bagi kita mengkonstruksikan budaya menjadi sangat penting," tutur Ratna Susianawati.
Pihaknya mencontohkan peristiwa pembunuhan empat anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, terjadi akibat adanya anggapan bahwa masalah KDRT adalah masalah privasi.
"Ini masih selalu menganggap itu masalah privasi, hubungan suami istri dalam keluarga, kenapa ya saya mesti lapor dan ini menjadi konsumsi semua pihak," ujarnya.
Selain itu pihaknya juga mencatat masih adanya keengganan korban untuk melaporkan kasus KDRT lantaran takut membuka aib keluarga.
"Masih ada keengganan. Karena ada faktor budaya, tidak pantas ini masalah privasi keluarga. Khawatir-nya akan membuka aib keluarga," ucap Ratna Susianawati.
Pihaknya pun mendorong para perempuan penyintas kekerasan untuk berani berbicara dan menjadi inspirasi bagi korban-korban lain.
"Pencegahan ini adalah hulu dari penanganan kekerasan yang saat ini marak di masyarakat," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati dalam acara "Talkshow dan Nonton Film Bersama dalam Aksi Pencegahan Kekerasan", di Jakarta, Sabtu.
Selain itu perlu penyadaran pada pola pikir dan budaya di masyarakat untuk turut bertanggung jawab dalam memberantas kekerasan di masyarakat.
"Nilai budaya yang masih berkembang di masyarakat yang kemudian masih meneruskan kasus kekerasan, ya sudah diamkan saja toh nanti akan selesai pada akhirnya. Justru ini jadi standing point bagi kita mengkonstruksikan budaya menjadi sangat penting," tutur Ratna Susianawati.
Pihaknya mencontohkan peristiwa pembunuhan empat anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, terjadi akibat adanya anggapan bahwa masalah KDRT adalah masalah privasi.
"Ini masih selalu menganggap itu masalah privasi, hubungan suami istri dalam keluarga, kenapa ya saya mesti lapor dan ini menjadi konsumsi semua pihak," ujarnya.
Selain itu pihaknya juga mencatat masih adanya keengganan korban untuk melaporkan kasus KDRT lantaran takut membuka aib keluarga.
"Masih ada keengganan. Karena ada faktor budaya, tidak pantas ini masalah privasi keluarga. Khawatir-nya akan membuka aib keluarga," ucap Ratna Susianawati.
Pihaknya pun mendorong para perempuan penyintas kekerasan untuk berani berbicara dan menjadi inspirasi bagi korban-korban lain.