Belgrade (ANTARA) - Presiden Serbia Aleksandar Vucic telah mengonfirmasi bahwa Amerika Serikat akan memberlakukan sanksi penuh terhadap Industri Perminyakan Serbia (NIS), sebuah perusahaan yang sebagian besar dimiliki oleh raksasa energi Rusia Gazprom Neft.
Dalam sebuah wawancara dengan Radio dan Televisi Serbia (RTS), Vucic membahas kekhawatiran tentang kemungkinan sanksi AS, dan mengonfirmasi bahwa sanksi tersebut diperkirakan akan berlaku pada pertengahan Januari.
Menurut dia, sanksi tersebut tidak terkait dengan aktivitas militer atau masalah keuangan Rusia, tetapi tampaknya ditujukan untuk menekan Serbia agar lebih sejalan dengan kebijakan AS.
Vucic menunjuk pada dua ketidakpastian utama mengenai sanksi tersebut: apakah sanksi tersebut akan menargetkan seluruh manajemen Rusia atau saham tertentu, dan waktu pasti pemberlakuannya.
Dia menekankan bahwa pemerintah berupaya mengulur waktu agar lebih siap dengan langkah-langkah yang akan datang.
Presiden itu juga mengumumkan rencana untuk bertemu dengan Menteri Keuangan AS yang baru dan ingin menyampaikan harapan agar beberapa pembatasan dapat dipertimbangkan kembali setelah pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump dan pemerintahannya.
Sembari meyakinkan warga bahwa Serbia memiliki cadangan minyak yang cukup, Vucic mendesak masyarakat untuk tidak khawatir tentang kekurangan bahan bakar atau penimbunan.
Menteri Pertambangan dan Energi Serbia Dubravka Djedovic Handanovic mengonfirmasi bahwa dua tim khusus telah dibentuk untuk meminimalkan dampak sanksi terhadap NIS dan memastikan kelanjutan negosiasi pasokan gas jangka panjang dengan Rusia.
Gazprom Neft telah memiliki saham signifikan di NIS sejak 2008. Baik AS maupun Uni Eropa memasukkan perusahaan tersebut ke dalam daftar hitam pada 2014.
Sumber: Anadolu