Jakarta (ANTARA) - Indonesia merupakan bangsa majemuk yang memiliki keragaman budaya, dengan latar belakang kesukuan, agama, maupun ras yang berbeda-beda.
Selain memiliki beragam budaya yang khas, Indonesia juga memiliki 1.128 lebih suku bangsa yang bermukim di ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke.
Fenomena kemajemukan Indonesia terlihat dari jumlah, komposisi, dan sebaran penduduk berdasarkan aspek-aspek sosial budaya. Selain kemajemukan budaya, kesatuan bangsa Indonesia juga didasari oleh kesatuan pandangan, ideologi, serta falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Meskipun berbeda, namun tetap sama di bidang hukum, hak dan kewajiban, serta kehidupan sosialnya yang berasaskan kekeluargaan.
Di sisi lain, pluralisme bisa dikatakan sebagai etika global yang didasarkan pada penderitaan manusia akibat rendahnya solidaritas.
Negara bisa mendorong solidaritas sosial, sebagaimana terjadi di negara kawasan Skandinavia, sekadar menyebut model, sehingga dengan pluralisme tersebut akan tercapai kesejahteraan manusia dan lingkungannya.
Keberagaman di negeri ini, juga layak menjadi contoh yang baik, termasuk tentang bagaimana kehidupan kerukunan antaretnis. Keberagaman di Indonesia memang berasal dari tradisi masa lalu.
Jalan kesejahteraan
Secara umum sejahtera diartikan sebagai keadaan "aman, sentosa, dan makmur”. Karena itu, arti kesejahteraan meliputi keamanan, keselamatan, dan kemakmuran.
Adapun istilah rakyat (sosial), dalam arti sempit berkait dengan sektor pembangunan sosial atau pembangunan kesejahteraan rakyat, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan warga.
Kualitas kehidupan itu, terutama yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak beruntung dan kelompok rentan (berpotensi menjadi miskin).
Dalam hal kebijakan pembangunan kesejahteraan rakyat, pada umumnya menyangkut program-program atau pelayanan-pelayanan sosial untuk mengatasi masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan dan ketelantaran.
Rumusan kebijakan publik yang berkait dengan kesejahteraan rakyat, dapat diartikan sebagai suatu sistem kebijakan pemerintah yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu dan mendorong individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat agar dapat mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang maksimal.
Dengan maksud agar tercipta hubungan-hubungan personal dan sosial dalam masyarakat yang beragam, memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka seluas-luasnya, meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya.
Dengan demikian, esensi dari kebijakan publik untuk kesejahteraan rakyat, tidak lain tertumpu dan bertumpu pada sila kelima Pancasila sebagai landasan ideologi, yakni "Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Oleh karena itu, dalam konteks ini diperlukan peran dan fungsi negara (sebagai analog lembaga legal-formal yang dipercaya oleh rakyat untuk mengelola potensi ekonomi) yang menghasilkan dan membagikan kembali hak-hak rakyatnya untuk kesejahteraan rakyat.
Jika hal ini dapat dilakukan, maka kebijakan publik untuk kesejahteraan rakyat merefleksikan bahwa negara atau pemerintahan telah melaksanakan asas pemerintahan yang demokratis, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk (kesejahteraan) rakyat.
Negara kesejahteraan sebagai sebuah sistem kesejahteraan sosial yang memberi peran lebih besar kepada negara (pemerintah) untuk mengalokasikan sebagian dana publik, demi menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warganya.
Negara berbasis kesejahteraan ditujukan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduknya, sebaik dan sedapat mungkin.
Negara kesejahteraan berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan warga negara secara adil dan berkelanjutan.
Negara kesejahteraan adalah suatu keadaan negara dimana pemerintahan negaranya dianggap bertanggung jawab untuk menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya.
Oleh karena itu, negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial yang mencakup jaminan sosial, baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial, maupun jaring pengaman sosial.
Kesejahteraan di perkotaan
Negara perlu terlibat dalam mengatasi kemiskinan di perkotaan. Keberagaman masyarakat kita paling terlihat di perkotaan, terutama di Jakarta.
Sejak awal kemerdekaan, orang dari suku manapun datang ke Jakarta untuk mencari penghidupan yang lebih layak.
Semua bisa melihat profesi seseorang di sektor informal, identik dengan warga dari suku tertentu, bahkan lebih spesifik dari sebuah kota atau kabupaten tertentu.
Sekadar menyebut contoh adalah, tukang sol sepatu (Garut), jamu gendong (Wonogiri), pedagang sate dan tongseng (Madura atau Boyolali), warteg (warung tegal, Tegal), tambal ban (Batak), dan seterusnya.
Pada konteks ini dibutuhkan intervensi negara, untuk mengangkat kesejahteraan kelompok pelaku jasa informal tersebut, mengingat mereka berjasa dalam mengatasi problem pengangguran.
Berbagai program pemerintah yang ditujukan untuk kesejahteraan kelompok rentan, tentu mempunyai peran signifikan dalam menurunkan angka kemiskinan.
Apalagi kemiskinan bersifat dinamis. Kelompok penduduk yang tidak miskin pada suatu waktu, bisa jadi miskin di waktu yang lain. Sebaliknya, kelompok penduduk yang miskin pada suatu waktu, dapat menjadi tidak miskin di waktu lain.
Fenomena ini biasa terjadi pada kelompok rentan miskin. Bantuan sosial dari negara adalah bagian dari ikhtiar agar kelompok rentan tidak jatuh lebih miskin lagi.
Komunitas parokial seperti itu umumnya tinggal berkelompok dalam permukiman sederhana, sehingga dapat dibaca sebagai ada juga problem perumahan. Upaya menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau warga tak mampu, harus menjadi perhatian negara.
Warga miskin atau tak mampu acapkali tinggal di permukiman yang kurang layak, sehingga berdampak buruk pada kesehatan dan kualitas hidup mereka.
Itu sebabnya memberi bantuan berupa bahan kebutuhan pokok kepada kelompok rentan, tentu masih belum memadai. Sebaiknya bantuan lebih diarahkan untuk menguatkan kelas bawah perkotaan agar dapat keluar dari kemiskinan dengan kemampuan sendiri, sehingga bisa menjadi stimulus untuk menuju pada kemandirian.
Kendati ada perbedaan status ekonomi di kalangan masyarakat alias majemuk, perbedaan atau kesenjangan sebetulnya tidak terlihat tajam, karena ada etika (toleransi) yang menjadikan seseorang malu untuk menonjolkan kelebihannya.
Bila dalam komunitas masyarakat bawah, ada orang yang terlihat “sukses”, namun dengan adanya solidaritas (etika), orang yang dianggap paling sejahtera dalam kelompoknya, tetap berusaha menyatu dengan kelompoknya.
Orang “sukses” dimaksud biasanya adalah orang yang merantau pertama kali ke Jakarta, dan setelah sukses mereka mengajak orang di kampung halamannya untuk bersama-sama mencari nafkah di ibu kota.
Misalnya saja pengusaha warteg dari Tegal, akan menarik kerabatnya untuk datang ke Jakarta, demikian juga "bohir" untuk pedagang sate dari Madura, jamu gendong dari Wonogiri, dan seterusnya.
Masyarakat di Tanah Air pada dasarnya memiliki semangat solidaritas sosial yang tinggi. Negara bisa memfasilitasi bila ada dermawan yang ingin berbagi. Juga banyak perundang-undangan di negeri ini yang didasarkan pada semangat egalitarianism dan solidaritas sosial.
Maka menjadi ranah negara untuk membuat potensi itu bisa dikembangkan sebagai sistem kehidupan yang selalu menjaga solidaritas dalam keberagaman menuju kesejahteraan bersama.
*) Dr Taufan Hunneman adalah Ketua Umum Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika
Selain memiliki beragam budaya yang khas, Indonesia juga memiliki 1.128 lebih suku bangsa yang bermukim di ribuan pulau dari Sabang sampai Merauke.
Fenomena kemajemukan Indonesia terlihat dari jumlah, komposisi, dan sebaran penduduk berdasarkan aspek-aspek sosial budaya. Selain kemajemukan budaya, kesatuan bangsa Indonesia juga didasari oleh kesatuan pandangan, ideologi, serta falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Meskipun berbeda, namun tetap sama di bidang hukum, hak dan kewajiban, serta kehidupan sosialnya yang berasaskan kekeluargaan.
Di sisi lain, pluralisme bisa dikatakan sebagai etika global yang didasarkan pada penderitaan manusia akibat rendahnya solidaritas.
Negara bisa mendorong solidaritas sosial, sebagaimana terjadi di negara kawasan Skandinavia, sekadar menyebut model, sehingga dengan pluralisme tersebut akan tercapai kesejahteraan manusia dan lingkungannya.
Keberagaman di negeri ini, juga layak menjadi contoh yang baik, termasuk tentang bagaimana kehidupan kerukunan antaretnis. Keberagaman di Indonesia memang berasal dari tradisi masa lalu.
Jalan kesejahteraan
Secara umum sejahtera diartikan sebagai keadaan "aman, sentosa, dan makmur”. Karena itu, arti kesejahteraan meliputi keamanan, keselamatan, dan kemakmuran.
Adapun istilah rakyat (sosial), dalam arti sempit berkait dengan sektor pembangunan sosial atau pembangunan kesejahteraan rakyat, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan warga.
Kualitas kehidupan itu, terutama yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak beruntung dan kelompok rentan (berpotensi menjadi miskin).
Dalam hal kebijakan pembangunan kesejahteraan rakyat, pada umumnya menyangkut program-program atau pelayanan-pelayanan sosial untuk mengatasi masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan dan ketelantaran.
Rumusan kebijakan publik yang berkait dengan kesejahteraan rakyat, dapat diartikan sebagai suatu sistem kebijakan pemerintah yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu dan mendorong individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat agar dapat mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang maksimal.
Dengan maksud agar tercipta hubungan-hubungan personal dan sosial dalam masyarakat yang beragam, memberikan kesempatan kepada individu-individu untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan mereka seluas-luasnya, meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya.
Dengan demikian, esensi dari kebijakan publik untuk kesejahteraan rakyat, tidak lain tertumpu dan bertumpu pada sila kelima Pancasila sebagai landasan ideologi, yakni "Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Oleh karena itu, dalam konteks ini diperlukan peran dan fungsi negara (sebagai analog lembaga legal-formal yang dipercaya oleh rakyat untuk mengelola potensi ekonomi) yang menghasilkan dan membagikan kembali hak-hak rakyatnya untuk kesejahteraan rakyat.
Jika hal ini dapat dilakukan, maka kebijakan publik untuk kesejahteraan rakyat merefleksikan bahwa negara atau pemerintahan telah melaksanakan asas pemerintahan yang demokratis, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk (kesejahteraan) rakyat.
Negara kesejahteraan sebagai sebuah sistem kesejahteraan sosial yang memberi peran lebih besar kepada negara (pemerintah) untuk mengalokasikan sebagian dana publik, demi menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warganya.
Negara berbasis kesejahteraan ditujukan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduknya, sebaik dan sedapat mungkin.
Negara kesejahteraan berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan warga negara secara adil dan berkelanjutan.
Negara kesejahteraan adalah suatu keadaan negara dimana pemerintahan negaranya dianggap bertanggung jawab untuk menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi setiap warga negaranya.
Oleh karena itu, negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial yang di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama melalui perlindungan sosial yang mencakup jaminan sosial, baik berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial, maupun jaring pengaman sosial.
Kesejahteraan di perkotaan
Negara perlu terlibat dalam mengatasi kemiskinan di perkotaan. Keberagaman masyarakat kita paling terlihat di perkotaan, terutama di Jakarta.
Sejak awal kemerdekaan, orang dari suku manapun datang ke Jakarta untuk mencari penghidupan yang lebih layak.
Semua bisa melihat profesi seseorang di sektor informal, identik dengan warga dari suku tertentu, bahkan lebih spesifik dari sebuah kota atau kabupaten tertentu.
Sekadar menyebut contoh adalah, tukang sol sepatu (Garut), jamu gendong (Wonogiri), pedagang sate dan tongseng (Madura atau Boyolali), warteg (warung tegal, Tegal), tambal ban (Batak), dan seterusnya.
Pada konteks ini dibutuhkan intervensi negara, untuk mengangkat kesejahteraan kelompok pelaku jasa informal tersebut, mengingat mereka berjasa dalam mengatasi problem pengangguran.
Berbagai program pemerintah yang ditujukan untuk kesejahteraan kelompok rentan, tentu mempunyai peran signifikan dalam menurunkan angka kemiskinan.
Apalagi kemiskinan bersifat dinamis. Kelompok penduduk yang tidak miskin pada suatu waktu, bisa jadi miskin di waktu yang lain. Sebaliknya, kelompok penduduk yang miskin pada suatu waktu, dapat menjadi tidak miskin di waktu lain.
Fenomena ini biasa terjadi pada kelompok rentan miskin. Bantuan sosial dari negara adalah bagian dari ikhtiar agar kelompok rentan tidak jatuh lebih miskin lagi.
Komunitas parokial seperti itu umumnya tinggal berkelompok dalam permukiman sederhana, sehingga dapat dibaca sebagai ada juga problem perumahan. Upaya menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau warga tak mampu, harus menjadi perhatian negara.
Warga miskin atau tak mampu acapkali tinggal di permukiman yang kurang layak, sehingga berdampak buruk pada kesehatan dan kualitas hidup mereka.
Itu sebabnya memberi bantuan berupa bahan kebutuhan pokok kepada kelompok rentan, tentu masih belum memadai. Sebaiknya bantuan lebih diarahkan untuk menguatkan kelas bawah perkotaan agar dapat keluar dari kemiskinan dengan kemampuan sendiri, sehingga bisa menjadi stimulus untuk menuju pada kemandirian.
Kendati ada perbedaan status ekonomi di kalangan masyarakat alias majemuk, perbedaan atau kesenjangan sebetulnya tidak terlihat tajam, karena ada etika (toleransi) yang menjadikan seseorang malu untuk menonjolkan kelebihannya.
Bila dalam komunitas masyarakat bawah, ada orang yang terlihat “sukses”, namun dengan adanya solidaritas (etika), orang yang dianggap paling sejahtera dalam kelompoknya, tetap berusaha menyatu dengan kelompoknya.
Orang “sukses” dimaksud biasanya adalah orang yang merantau pertama kali ke Jakarta, dan setelah sukses mereka mengajak orang di kampung halamannya untuk bersama-sama mencari nafkah di ibu kota.
Misalnya saja pengusaha warteg dari Tegal, akan menarik kerabatnya untuk datang ke Jakarta, demikian juga "bohir" untuk pedagang sate dari Madura, jamu gendong dari Wonogiri, dan seterusnya.
Masyarakat di Tanah Air pada dasarnya memiliki semangat solidaritas sosial yang tinggi. Negara bisa memfasilitasi bila ada dermawan yang ingin berbagi. Juga banyak perundang-undangan di negeri ini yang didasarkan pada semangat egalitarianism dan solidaritas sosial.
Maka menjadi ranah negara untuk membuat potensi itu bisa dikembangkan sebagai sistem kehidupan yang selalu menjaga solidaritas dalam keberagaman menuju kesejahteraan bersama.
*) Dr Taufan Hunneman adalah Ketua Umum Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika