Yogyakarta (ANTARA) -
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) meminta Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang sudah mendapat legalitas dari pemerintah daerah (pemda) setempat agar mengusulkan jadi desa wisata sebagai salah satu model pemberdayaan masyarakat.
"Ada sejumlah MHA yang sudah mendapat peningkatan kapasitas SDM sehingga mampu berkembang menjadi desa wisata, sehingga MHA yang lain bisa mengusulkan ke Kemenparekraf," kata Analis dari Direktorat Sumber Daya Manusia Kemenparekraf Reza Rahmana Kolaka di Yogyakarta, Jumat.
Pada Forum Adat Nasional 2023 Reza mengatakan proposal usulan desa wisata harus disusun pemda setempat melalui Dinas Pariwisata sehingga pihaknya akan mengkaji apa saja yang perlu dipersiapkan dari sisi peningkatan SDM, pengembangan pondok wisata, paket wisata dan promosinya.
"Usulan itu nanti yang masuk ke dalam sistem pengembangan identifikasi keperluan-keperluan atau kebutuhan-kebutuhan dalam pengembangan desa wisata," katanya.
Namun ia mengingatkan bahwa pengembangan desa wisata itu memerlukan juga dukungan dari kementerian lain, seperti soal infrastruktur untuk akses transportasi, konten wisata yang ditawarkan, dan pembinaan lainnya termasuk soal konservasi dan penataan lingkungan.
Sementara Tantri Lisdiawati dari Direktorat Singkronisasi Urusan Pemerintah Daerah Kemendagri menjelaskan anggaran pemberdayaan MHA sudah punya nomenklatur pada program pemberdayaan lembaga kemasyarakatan lembaga adat dan masyarakat hukum adat yang ada di Perencanaan Jangka Menengah Panjang.
"Jadi sudah ada cantolan di perencanaan pembangunan pusat sehingga daerah tinggal membuat anggaran yang merujuk kepada perencanaan pusat," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, hanya diperlukan komitmen pemda untuk memberdayakan masyarakat hukum adat yang menjadi salah satu program prioritas pemerintah.
"Apalagi tadi masuk prioritas nasional keempat, berarti mau tidak mau, suka tidak suka, daerah harus melaksanakan program itu dan masukkan di perencanaan daerah," katanya.
Sebelumnya Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Viktor Gustav Manoppo mengajak semua kementerian dan lembaga lain untuk bersama-sama menguatkan MHA sehingga mampu mensejahterakan warganya.
Ia menilai MHA mempunyai peran dalam mendukung konservasi lingkungan melalui kearifan lokal sehingga perlu mendapat imbalan yang pantas berupa program pemberdayaan agar bisa hidup lebih sejahtera.
Hadir pada forum itu perwakilan dari Kemenparekraf, Kemendagri, Bappenas, serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Yogyakarta sebagai tuan rumah.
Hadir pula sebagai narasumber Manager Senior Bentang Laut Kepala Burung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukas Rumetna serta Ketua Dewan Adat MHA Werur Distrik Bikar, Kabupaten Tambrau, Papua Barat Daya Junus Rumansara, dan Raja MHA Rutong, Kota Ambon, Reza Maspaitella.
MHA Rutong bersama MHA Werur dari Papua Barat Daya sengaja diundang dalam Forum Adat Nasional 2023 untuk menceritakan kisah sukses pengelolaan masyarakat hukum adat.
Forum Adat Nasional 2023 merupakan kolaborasi kegiatan yang diinisiasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama YKAN yang diharapkan mampu berfungsi sebagai wadah dan sarana komunikasi, koordinasi, harmonisasi, sinergi dan kesatuan komitmen antar kementerian/lembaga dan LSM dalam mendukung kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Selain itu forum itu menjadi ajang edukasi, sosialisasi, awareness, dan publikasi terkait eksistensi masyarakat hukum adat Indonesia di tingkat nasional dan global.
Pada Forum Adat Nasional 2023 Reza mengatakan proposal usulan desa wisata harus disusun pemda setempat melalui Dinas Pariwisata sehingga pihaknya akan mengkaji apa saja yang perlu dipersiapkan dari sisi peningkatan SDM, pengembangan pondok wisata, paket wisata dan promosinya.
"Usulan itu nanti yang masuk ke dalam sistem pengembangan identifikasi keperluan-keperluan atau kebutuhan-kebutuhan dalam pengembangan desa wisata," katanya.
Namun ia mengingatkan bahwa pengembangan desa wisata itu memerlukan juga dukungan dari kementerian lain, seperti soal infrastruktur untuk akses transportasi, konten wisata yang ditawarkan, dan pembinaan lainnya termasuk soal konservasi dan penataan lingkungan.
Sementara Tantri Lisdiawati dari Direktorat Singkronisasi Urusan Pemerintah Daerah Kemendagri menjelaskan anggaran pemberdayaan MHA sudah punya nomenklatur pada program pemberdayaan lembaga kemasyarakatan lembaga adat dan masyarakat hukum adat yang ada di Perencanaan Jangka Menengah Panjang.
"Jadi sudah ada cantolan di perencanaan pembangunan pusat sehingga daerah tinggal membuat anggaran yang merujuk kepada perencanaan pusat," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, hanya diperlukan komitmen pemda untuk memberdayakan masyarakat hukum adat yang menjadi salah satu program prioritas pemerintah.
"Apalagi tadi masuk prioritas nasional keempat, berarti mau tidak mau, suka tidak suka, daerah harus melaksanakan program itu dan masukkan di perencanaan daerah," katanya.
Sebelumnya Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Viktor Gustav Manoppo mengajak semua kementerian dan lembaga lain untuk bersama-sama menguatkan MHA sehingga mampu mensejahterakan warganya.
Ia menilai MHA mempunyai peran dalam mendukung konservasi lingkungan melalui kearifan lokal sehingga perlu mendapat imbalan yang pantas berupa program pemberdayaan agar bisa hidup lebih sejahtera.
Hadir pada forum itu perwakilan dari Kemenparekraf, Kemendagri, Bappenas, serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Yogyakarta sebagai tuan rumah.
Hadir pula sebagai narasumber Manager Senior Bentang Laut Kepala Burung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukas Rumetna serta Ketua Dewan Adat MHA Werur Distrik Bikar, Kabupaten Tambrau, Papua Barat Daya Junus Rumansara, dan Raja MHA Rutong, Kota Ambon, Reza Maspaitella.
MHA Rutong bersama MHA Werur dari Papua Barat Daya sengaja diundang dalam Forum Adat Nasional 2023 untuk menceritakan kisah sukses pengelolaan masyarakat hukum adat.
Forum Adat Nasional 2023 merupakan kolaborasi kegiatan yang diinisiasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama YKAN yang diharapkan mampu berfungsi sebagai wadah dan sarana komunikasi, koordinasi, harmonisasi, sinergi dan kesatuan komitmen antar kementerian/lembaga dan LSM dalam mendukung kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Selain itu forum itu menjadi ajang edukasi, sosialisasi, awareness, dan publikasi terkait eksistensi masyarakat hukum adat Indonesia di tingkat nasional dan global.