Jakarta (ANTARA) - Ahli Gizi Masyarakat Dr dr Tan Shot Yen mengemukakan metode Six Pas atau Enam Pas sebagai metode untuk lebih mudah mengingat bagaimana cara memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) kepada bayi.
"Buat saya, buat mengingatnya gampang ya, kita harus punya Six Pas. Kalau bapaknya six pack, anak-anaknya punya six pas. Jadi pas yang pertama adalah pas usianya," katanya dalam diskusi mengenai MPASI yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Tan menjelaskan pas usianya berarti pemberian MPASI harus sesuai dengan usia yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni enam bulan. Pada usia tersebut, kepala bayi sudah bisa ditegakkan yang membantu dalam mencerna makanan dan memiliki ketertarikan terhadap makanan.
Dua, kata dia, adalah pas komposisinya. MPASI harus diberikan sesuai apa yang dimakan oleh keluarga, seperti nasi, jagung atau kentang, dan dilengkapi dengan protein hewani seperti daging, ayam, ikan, atau telur.
"Karena protein hewani itu asam aminonya lengkap untuk pertumbuhan anak. Jadi bukan cuma sekedar kenyang, tetapi juga asam aminonya lengkap. Kedua, seharusnya kalsiumnya itu lebih mudah diserap daripada yang (protein) nabati," ujarnya.
Pas yang ketiga, kata Tan, adalah pas jumlahnya. Ia menjelaskan pada bayi berusia delapan bulan, jumlah porsi yang harus diberikan sebanyak 125 miligram dan harus diberikan kepada bayi sebanyak tiga kali sehari.
"Keempat adalah pas frekuensinya. Jadi kalau belajar makan, barangkali baru (pertama) makan (maka diberi) pagi sama makan sore ya. Tapi, nanti naik bertahap jadi tiga kali makan, ditambah dengan kudapan, ditambah dengan buah," tambahnya.
Kelima, ujar Tan, adalah pas teksturnya. Ia mengungkapkan pada bayi usia 6-8 bulan makanan yang diberikan merupakan makanan yang diulek dan disaring, sedangkan pada usia 9-11 bulan makanan yang diberikan menyerupai nasi tim yang lauknya dicincang, dan setelah usia 12 bulan baru kemudian anak boleh diberikan makanan sebagaimana makanan keluarga sehari-hari.
"Dan yang terakhir, keenam adalah pas higienenya, pas kebersihannya. Jadi banyak sekali anak-anak yang sudah mulai makan, sudah aktif dengan fase oralnya, semua masuk mulut, tetapi kemudian diambilin kecil-kecil dari atas lantai, dari atas meja, ya kan? Nah, akhirnya anaknya gampang menjadi diare," ujarnya.
Sebelumnya Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lovely Daisy mengatakan pemberian MPASI merupakan upaya intervensi untuk membantu tumbuh kembang anak untuk dapat berkembang lebih baik, serta mencegah anak dari sejumlah penyakit dan stunting.
"Ternyata MPASI yang diberikan oleh ibu, yang diberikan oleh pemasok, itu tidak mencukupi nutrisinya," ujar Lovely.
"Ini yang perlu kita perbaiki, kita sosialisasikan kepada masyarakat. Di samping itu juga di saat ini kemungkinan anak-anak kita banyak yang sakit dan nutrisinya juga tidak cukup," tambahnya.
Terkait hal tersebut Kemenkes melakukan sejumlah upaya guna meningkatkan cakupan ASI eksklusif dan MPASI, diantaranya adalah dengan mengadakan pelatihan konseling menyusui dan penyegaran konselor ASI, pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), telekonseling menyusui, penyiapan indikator data rutin ASI dan MPASI, serta dukungan PMBA melalui Gizi Bencana.
"Buat saya, buat mengingatnya gampang ya, kita harus punya Six Pas. Kalau bapaknya six pack, anak-anaknya punya six pas. Jadi pas yang pertama adalah pas usianya," katanya dalam diskusi mengenai MPASI yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Tan menjelaskan pas usianya berarti pemberian MPASI harus sesuai dengan usia yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni enam bulan. Pada usia tersebut, kepala bayi sudah bisa ditegakkan yang membantu dalam mencerna makanan dan memiliki ketertarikan terhadap makanan.
Dua, kata dia, adalah pas komposisinya. MPASI harus diberikan sesuai apa yang dimakan oleh keluarga, seperti nasi, jagung atau kentang, dan dilengkapi dengan protein hewani seperti daging, ayam, ikan, atau telur.
"Karena protein hewani itu asam aminonya lengkap untuk pertumbuhan anak. Jadi bukan cuma sekedar kenyang, tetapi juga asam aminonya lengkap. Kedua, seharusnya kalsiumnya itu lebih mudah diserap daripada yang (protein) nabati," ujarnya.
Pas yang ketiga, kata Tan, adalah pas jumlahnya. Ia menjelaskan pada bayi berusia delapan bulan, jumlah porsi yang harus diberikan sebanyak 125 miligram dan harus diberikan kepada bayi sebanyak tiga kali sehari.
"Keempat adalah pas frekuensinya. Jadi kalau belajar makan, barangkali baru (pertama) makan (maka diberi) pagi sama makan sore ya. Tapi, nanti naik bertahap jadi tiga kali makan, ditambah dengan kudapan, ditambah dengan buah," tambahnya.
Kelima, ujar Tan, adalah pas teksturnya. Ia mengungkapkan pada bayi usia 6-8 bulan makanan yang diberikan merupakan makanan yang diulek dan disaring, sedangkan pada usia 9-11 bulan makanan yang diberikan menyerupai nasi tim yang lauknya dicincang, dan setelah usia 12 bulan baru kemudian anak boleh diberikan makanan sebagaimana makanan keluarga sehari-hari.
"Dan yang terakhir, keenam adalah pas higienenya, pas kebersihannya. Jadi banyak sekali anak-anak yang sudah mulai makan, sudah aktif dengan fase oralnya, semua masuk mulut, tetapi kemudian diambilin kecil-kecil dari atas lantai, dari atas meja, ya kan? Nah, akhirnya anaknya gampang menjadi diare," ujarnya.
Sebelumnya Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Lovely Daisy mengatakan pemberian MPASI merupakan upaya intervensi untuk membantu tumbuh kembang anak untuk dapat berkembang lebih baik, serta mencegah anak dari sejumlah penyakit dan stunting.
"Ternyata MPASI yang diberikan oleh ibu, yang diberikan oleh pemasok, itu tidak mencukupi nutrisinya," ujar Lovely.
"Ini yang perlu kita perbaiki, kita sosialisasikan kepada masyarakat. Di samping itu juga di saat ini kemungkinan anak-anak kita banyak yang sakit dan nutrisinya juga tidak cukup," tambahnya.
Terkait hal tersebut Kemenkes melakukan sejumlah upaya guna meningkatkan cakupan ASI eksklusif dan MPASI, diantaranya adalah dengan mengadakan pelatihan konseling menyusui dan penyegaran konselor ASI, pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), telekonseling menyusui, penyiapan indikator data rutin ASI dan MPASI, serta dukungan PMBA melalui Gizi Bencana.