Mukomuko (ANTARA) -
Sekitar 120 hektare sawah di Desa Pondok Baru, Kabupeten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, sejak enam tahun terakhir terbengkalai karena ketiadaan air irigasi.
Kepala Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya Suswandi saat ditemui di rumahnya, Jumat, mengatakan sekitar 120 hektare sawah di wilayah itu terbengkalai sejak pintu air Daerah Irigasi (DI) Pondok Baru mengalami rusak akibat diterjang banjir pada 2016-2017.
"Setelah kejadian banjir tersebut, sampai sekarang sawah tersebut tidak mendapatkan air dari irigasi DI Pondok Baru," ujarnya.
Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya memiliki 172 kepala keluarga dan 700 jiwa. Desa ini berbatasan langsung dengan hutan produksi dan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).
Ia mengatakan, desanya hampir setiap tahun mengusulkan pembangunan pintu air yang rusak kepada instansi terkait Pemerintah Kabupaten Mukomuko, namun sampai sekarang usulan tersebut belum diakomodir.
Padahal, katanya, pembangunan pintu air yang rusak akibat banjir tersebut menjadi prioritas utama desanya pada setiap musyawarah rencana desa, kecamatan, hingga kabupaten.
Ia mengatakan, karena tidak ada kepastian lahan persawahan tersebut mendapatkan pengairan dari irigasi sehingga pemilik sawah itu terpaksa menanam tanaman sawit di sawahnya.
"Warga awalnya menanam palawija di sawahnya, lalu pada 2022 warga menanam sawit di sawahnya itu, dan sampai sekarang dari seluas 120 hektare sawah di wilayah ini, hampir sebagian ditanami sawit," ujarnya.
Ia mengatakan, sebenarnya warga di wilayah ini lebih memilih bersawah dibandingkan sawit. Karena tidak ada pilihan lain sehingga warga menanam tanaman keras.
Sementara itu, ia menyebutkan, saat ini masih ada sekitar 110 hektare sawah di desa ini yang masih berfungsi dan mendapatkan air dari irigasi.
Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko Fitriani Ilyas mengatakan, pihaknya terus berupaya melakukan pencegahan terhadap petani yang mengalihfungsikan lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Ia menjelaskan, salah satu dasar hukum tentang larangan melakukan alih fungsi lahan pertanian diatur dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 dan peraturan lainnya.
"Dalam surat imbauan itu bahwa alih fungsi lahan itu tidak dibenarkan, dan desa harus paham itu, selanjutnya desa menyampaikan kepada kelompok tani," ujarnya.
"Setelah kejadian banjir tersebut, sampai sekarang sawah tersebut tidak mendapatkan air dari irigasi DI Pondok Baru," ujarnya.
Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya memiliki 172 kepala keluarga dan 700 jiwa. Desa ini berbatasan langsung dengan hutan produksi dan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).
Ia mengatakan, desanya hampir setiap tahun mengusulkan pembangunan pintu air yang rusak kepada instansi terkait Pemerintah Kabupaten Mukomuko, namun sampai sekarang usulan tersebut belum diakomodir.
Padahal, katanya, pembangunan pintu air yang rusak akibat banjir tersebut menjadi prioritas utama desanya pada setiap musyawarah rencana desa, kecamatan, hingga kabupaten.
Ia mengatakan, karena tidak ada kepastian lahan persawahan tersebut mendapatkan pengairan dari irigasi sehingga pemilik sawah itu terpaksa menanam tanaman sawit di sawahnya.
"Warga awalnya menanam palawija di sawahnya, lalu pada 2022 warga menanam sawit di sawahnya itu, dan sampai sekarang dari seluas 120 hektare sawah di wilayah ini, hampir sebagian ditanami sawit," ujarnya.
Ia mengatakan, sebenarnya warga di wilayah ini lebih memilih bersawah dibandingkan sawit. Karena tidak ada pilihan lain sehingga warga menanam tanaman keras.
Sementara itu, ia menyebutkan, saat ini masih ada sekitar 110 hektare sawah di desa ini yang masih berfungsi dan mendapatkan air dari irigasi.
Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko Fitriani Ilyas mengatakan, pihaknya terus berupaya melakukan pencegahan terhadap petani yang mengalihfungsikan lahan sawah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Ia menjelaskan, salah satu dasar hukum tentang larangan melakukan alih fungsi lahan pertanian diatur dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 dan peraturan lainnya.
"Dalam surat imbauan itu bahwa alih fungsi lahan itu tidak dibenarkan, dan desa harus paham itu, selanjutnya desa menyampaikan kepada kelompok tani," ujarnya.