Kabupaten Pasaman (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mendorong pakar kebumian untuk melakukan kajian tentang potensi gempa bumi yang bersumber di Laut Jawa guna menyiapkan skema mitigasi ke depan.
"Ini jarang terjadi ya di Laut Jawa dengan magnitudo yang cukup signifikan mencapai 6,5 dan menjadi perhatian dari pakar kebumian," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono di Pasaman, Minggu.
Menurut Rahmat, dorongan kajian oleh pakar kebumian tersebut untuk melihat sejauh mana potensi yang bisa saja terjadi di Laut Jawa terkait aktivitas kegempaan.
"Jadi, kajian ini untuk melihat berapa potensi magnitudo maksimum di sana," kata dia.
Hal tersebut ditujukan untuk menyiapkan langkah mitigasi apabila terjadi kemungkinan terburuk seperti gempa bumi yang bisa saja disusul gelombang tsunami.
Apalagi, dari kajian yang ada, ancaman tsunami selama ini hanya diketahui di Pantai Selatan Jawa, Pantai Barat Sumatera dan lain sebagainya. Namun, khusus di pantai utara, BMKG tergolong minim menyampaikan adanya potensi rawan tsunami.
Rahmat menjelaskan apabila terdapat potensi sumber gempa yang besar, namun mekanismenya mendatar, potensi terjadinya tsunami tergolong kecil jika dibandingkan sesar naik.
"Intinya dari kejadian kemarin menjadi upaya bersama masyarakat Jawa Timur, khususnya bagian utara, ada ancaman gempa dangkal yang berarti dampaknya merusak," ujarnya.
Selama ini BMKG melaporkan aktivitas kegempaan di bagian utara lebih didominasi gempa dalam. Artinya, dampak kerusakan yang ditimbulkan lebih kecil.
Terpisah, peneliti Senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS, Amien Widodo mengatakan gempa magnitudo 6,5 yang berpusat pada 132 kilometer Timur Laut Tuban dipicu sesar aktif di Laut Jawa.
"Gempa dengan kedalaman dangkal yang disebabkan oleh sesar aktif ini ialah peristiwa yang jarang terjadi," kata Amien
"Ini jarang terjadi ya di Laut Jawa dengan magnitudo yang cukup signifikan mencapai 6,5 dan menjadi perhatian dari pakar kebumian," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono di Pasaman, Minggu.
Menurut Rahmat, dorongan kajian oleh pakar kebumian tersebut untuk melihat sejauh mana potensi yang bisa saja terjadi di Laut Jawa terkait aktivitas kegempaan.
"Jadi, kajian ini untuk melihat berapa potensi magnitudo maksimum di sana," kata dia.
Hal tersebut ditujukan untuk menyiapkan langkah mitigasi apabila terjadi kemungkinan terburuk seperti gempa bumi yang bisa saja disusul gelombang tsunami.
Apalagi, dari kajian yang ada, ancaman tsunami selama ini hanya diketahui di Pantai Selatan Jawa, Pantai Barat Sumatera dan lain sebagainya. Namun, khusus di pantai utara, BMKG tergolong minim menyampaikan adanya potensi rawan tsunami.
Rahmat menjelaskan apabila terdapat potensi sumber gempa yang besar, namun mekanismenya mendatar, potensi terjadinya tsunami tergolong kecil jika dibandingkan sesar naik.
"Intinya dari kejadian kemarin menjadi upaya bersama masyarakat Jawa Timur, khususnya bagian utara, ada ancaman gempa dangkal yang berarti dampaknya merusak," ujarnya.
Selama ini BMKG melaporkan aktivitas kegempaan di bagian utara lebih didominasi gempa dalam. Artinya, dampak kerusakan yang ditimbulkan lebih kecil.
Terpisah, peneliti Senior Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS, Amien Widodo mengatakan gempa magnitudo 6,5 yang berpusat pada 132 kilometer Timur Laut Tuban dipicu sesar aktif di Laut Jawa.
"Gempa dengan kedalaman dangkal yang disebabkan oleh sesar aktif ini ialah peristiwa yang jarang terjadi," kata Amien