Jakarta (antarasulteng.com) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyaksikan para pemuka agama di Indonesia menandatangani deklarasi pemberantasan perbudakan modern pada Selasa.
Di antara para pemuka agama yang menandatangani deklarasi itu di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, ada Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Muhyidin Junaidi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Marsudi Syuhud, Suyatno dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya.
Selanjutnya ada Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Henriette Hutabarat Lebang, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo yang mewakili Konferensi Wali Gereja Indonesia, Perwakilan Wali Buddha Indonesia Banthe Victor Jaya Kusuma dan Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Uung Sendana Unggaraja.
Dalam acara tersebut juga diluncurkan Global Freedom Network (GFN) Indonesia, organisasi lintas agama yang berkomitmen mendukung menghapus perbudakan modern.
Pemimpin GFN Andrew Forrest berharap aksi itu menginspirasi warga negara lain di kawasan Pasifik untuk melawan perbudakan modern.
"Para pemuka agama memiliki dukungan dari masyarakat, apabila ini terus disampaikan," katanya.
Ketua MUI Muhyidin Junaidi mengatakan Islam ingin membebaskan umat manusia dari segala bentuk perbudakan.
Perlawanan terhadap segala bentuk perbudakan modern, menurut Rektor Universitas Paramadina Firmanzah, bukan hanya untuk memenuhi target tujuan pembangunan berkelanjutan global.
"Yang lebih penting ini merupakan amanat konstitusi yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945," katanya.
Siaran pers mengenai acara itu menyebutkan bahwa menurut laporan Indeks Perbudakan Global 2016, sebanyak 45,8 juta manusia di dunia hidup dalam perbudakan modern. Di Indonesia ada 736.100 ribu orang yang masih berada dalam jeratan perbudakan modern, yang mencakup perdagangan manusia, dan kerja.
Di antara para pemuka agama yang menandatangani deklarasi itu di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, ada Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Muhyidin Junaidi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Marsudi Syuhud, Suyatno dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya.
Selanjutnya ada Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia Henriette Hutabarat Lebang, Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo yang mewakili Konferensi Wali Gereja Indonesia, Perwakilan Wali Buddha Indonesia Banthe Victor Jaya Kusuma dan Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Uung Sendana Unggaraja.
Dalam acara tersebut juga diluncurkan Global Freedom Network (GFN) Indonesia, organisasi lintas agama yang berkomitmen mendukung menghapus perbudakan modern.
Pemimpin GFN Andrew Forrest berharap aksi itu menginspirasi warga negara lain di kawasan Pasifik untuk melawan perbudakan modern.
"Para pemuka agama memiliki dukungan dari masyarakat, apabila ini terus disampaikan," katanya.
Ketua MUI Muhyidin Junaidi mengatakan Islam ingin membebaskan umat manusia dari segala bentuk perbudakan.
Perlawanan terhadap segala bentuk perbudakan modern, menurut Rektor Universitas Paramadina Firmanzah, bukan hanya untuk memenuhi target tujuan pembangunan berkelanjutan global.
"Yang lebih penting ini merupakan amanat konstitusi yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945," katanya.
Siaran pers mengenai acara itu menyebutkan bahwa menurut laporan Indeks Perbudakan Global 2016, sebanyak 45,8 juta manusia di dunia hidup dalam perbudakan modern. Di Indonesia ada 736.100 ribu orang yang masih berada dalam jeratan perbudakan modern, yang mencakup perdagangan manusia, dan kerja.