Jakarta (ANTARA) - "Mudik Ceria dan Penuh Makna", itulah tagline yang diusung pemerintah dalam memfasilitasi mudik Lebaran 2024.
Jika dilihat potensi jumlah pemudik, antusiasme warga untuk mudik Lebaran kali ini memang luar biasa.
Kementerian Perhubungan RI (Kemenhub) mengestimasi 193 juta lebih warga akan mudik Lebaran. Jumlah itu meningkat 60 persen dibanding mudik Lebaran 2023 yang sebanyak 123 juta pemudik.
Dari jumlah itu, pemudik dari area Jabodetabek diprediksi mencapai 28 jutaan. Jutaan pemudik ini akan berjibaku melakukan perjalanan mudik dengan multimoda, baik transportasi umum (darat, laut, udara) maupun kendaraan pribadi, termasuk pemudik dengan motor.
Pemudik berbasis kendaraan pribadi roda empat, merujuk pada fenomena tahun sebelumnya, jalan tol akan menjadi pilihan favorit.
Apalagi kini jalan tol sudah terintegrasi, khususnya jalan tol Trans-Jawa (1.782,47 KM) Jalan Tol Trans-Sumatera (884, 45 KM), dan di level nasional jalan tol mencapai 2.835,71 km.
Selain itu, guna mengantisipasi lonjakan arus lalu lintas, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR juga akan membuka beberapa ruas tol fungsional di Pulau Jawa, seperti ruas Jakarta-Cikampek II Selatan (8,5 KM), tol Solo-Yogyakarta-YIA (22,3 KM), dan tol Cimanggis-Cibitung (19,65 KM).
Guna mengoptimalkan jalan tol dalam mudik Lebaran ini, BPJT dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) telah melakukan beberapa upaya. Pertama, melakukan peningkatan kualitas jalan tol (PKJT) dari berbagai aspek layanan, seperti konstruksi, informasi, lalu lintas, transaksi, dan peningkatan keselamatan.
Kedua, dari sisi manajemen lalu lintas, Korlantas Mabes Polri juga akan melakukan beberapa manuver rekayasa, antara lain contra flow, one way traffic, hingga pemberlakuan sistem ganjil genap.
Ketiga, instrumen ini akan diberlakukan (bersamaan) jika situasi dan kondisi lalu lintas di jalan tol sudah pada level stagnan, dengan volume rasio mencapai di atas 0,8.
Menghadapi kenyataan seperti itu, lalu, masyarakat sebagai pemudik dan pengguna jalan tol harus melakukan apa? Adakah yang harus diwaspadai?
Antisipasi
Beberapa hal yang harus diwaspadai dan bisa dilakukan pemudik. Pertama, mudik lebih awal sebagai pilihan paling ideal, khususnya untuk menghindari arus puncak mudik, yang diperkirakan akan terjadi pada H-4, Sabtu, 6 April 2024.
Mudik lebih awal menjadi solusi yang paling rasional, apalagi sudah diberikan diskon tarif tol oleh BUJT, kisaran 10-20 persen (sampai gate Kalikangkung).
Diskon hanya akan diberikan bagi pemudik yang melakukan perjalanan mudik pada tanggal 3 - 5 Maret, dan pada arus balik pada 17 - 19 Maret 2024, dengan potongan sebesar 20 persen.
Tentu saja pilihan menggunakan kesempatan diskon itu sangat menguntungkan bagi pemudik, karena saat ini tarif tol lebih mahal daripada biaya BBM untuk kendaraannya.
Kedua, ancaman berikutnya adalah kecelakaan di jalan tol, terutama kecelakaan yang mengakibatkan kefatalan, yakni cacat tetap atau meninggal dunia.
Perlu diingat bahwa lebih dari 70 persen kecelakaan di jalan tol adalah faktor manusia (human factor), misalnya mengantuk (micro sleep).
Sementara itu, aspek keandalan kendaraan yang digunakan, terutama ban pecah. Oleh karena itu, harus dipastikan kondisi sopir sehat dan cukup istirahat.
Selain juga agar jangan menggunakan ban gundul atau vulkanisir, karena risikonya tinggi. Banyak kasus kecelakaan di jalan tol karena dipicu oleh fenomena aquaplaning, yakni manakala ban tidak bisa mencengkeram dengan kuat karena jalanan yang basah, atau karena bannya gundul.
Apalagi, menurut prediksi BMKG, prosesi mudik akan diwarnai oleh fenomena cuaca ekstrem.
Ketiga, kendati tampak sepele, yakni saldo kartu tolnya tidak cukup (kurang). Pada mudik Natal dan Tahun Baru 2024, Jasa Marga mencatat terdapat 28.000 pengguna tol mengalami "saldo kurang".
Saat saldo kurang, otomatis ada waktu jeda bagi pengguna untuk mengisi saldo kartu tolnya. Ingat, karena sistem transaksi tertutup, konsumen tidak bisa meminjam kartu tol milik pengguna tol lainnya, sehingga konsekuensinya harus top-up di pintu tol.
Dampaknya kendaraan di belakangnya tidak bisa lewat dan akhirnya memicu kemacetan panjang. Oleh karena itu, pemudik harus memastikan bahwa saldo kartu tolnya cukup, apalagi saat ini beberapa ruas jalan tol di Trans-Jawa sudah mengalami kenaikan tarif, mulai ruas Jakarta-Cikampek sampai ruas Surabaya-Gresik.
Pengguna harus mengisi (top-up) kartu tolnya, setidaknya 30-40 persen dari tarif semula, untuk mengantisipasi kekurangan saldo.
Keempat, pengguna tol sebaiknya melakukan manuver untuk berpindah ke jalan arteri (jalan nontol), jika jalan tol benar-benar sudah stagnan, tak bergerak, termasuk beristirahat di rest area di kawasan nontol.
Begitupun saat di rest area, usahakan tidak lebih dari 30 menit, agar bisa bergantian dengan pengguna tol lainnya. Salah satu pemicu utama kemacetan di jalan tol adalah aktivitas dan mobilitas di rest area. Untuk mengantisipasi hal ini, diharapkan pengguna jalan tol sudah menyediakan logistik yang cukup untuk bekal di perjalanan.
Transaksi pembelian yang lama (karena antre) memicu penumpukan di rest area dan pada akhirnya menimbulkan kemacetan di jalan tol.
Pada akhirnya, upaya keras pemerintah melalui Kemenhub, KemenPUPR, dan Korlantas Mabes Polri bisa kurang maksimal jika masyarakat sebagai pemudik tak melakukan mitigasi yang seharusnya.
Artinya bisa terjadi hal-hal yang tak diinginkan di jalan tol, sebagaimana saat momen Natal dan Tahun Baru 2023 di ruas tol Bali Mandara.
Karena, ilustrasinya selama arus mudik Lebaran, menurut prediksi Jasa Marga, jumlah kendaraan pribadi yang akan melewati jalan tol Trans-Jawa sebanyak 259.000 kendaraan.
Jumlah itu menunjukkan peningkatan 0,003 persen dibanding mudik Lebaran 2023, dan meningkat 66,8 persen dibanding kondisi normal.
Jika satu mobil minimal memerlukan ruang jalan sebesar lima meter, maka diperlukan jalan tol sepanjang 1.295 KM.
Semua bisa membayangkan, betapa potensi kemacetannya akan sangat tinggi. Dengan demikian, agar mudik Lebaran 2024 mencapai titik aman, selamat, dan nyaman, perlu kerja sinergis dari semua pemangku kepentingan.
Masyarakat sebagai pemudik memiliki peran signifikan untuk mewujudkan hal tersebut. Bagaimanapun, sangat tidak mudah memfasilitasi pergerakan manusia dengan jumlah 193 juta jiwa dalam waktu bersamaan.
Selamat mudik, mudik selamat.
*) Tulus Abadi adalah anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR, Ketua Pengurus Harian YLKI periode 2015-2025
Jika dilihat potensi jumlah pemudik, antusiasme warga untuk mudik Lebaran kali ini memang luar biasa.
Kementerian Perhubungan RI (Kemenhub) mengestimasi 193 juta lebih warga akan mudik Lebaran. Jumlah itu meningkat 60 persen dibanding mudik Lebaran 2023 yang sebanyak 123 juta pemudik.
Dari jumlah itu, pemudik dari area Jabodetabek diprediksi mencapai 28 jutaan. Jutaan pemudik ini akan berjibaku melakukan perjalanan mudik dengan multimoda, baik transportasi umum (darat, laut, udara) maupun kendaraan pribadi, termasuk pemudik dengan motor.
Pemudik berbasis kendaraan pribadi roda empat, merujuk pada fenomena tahun sebelumnya, jalan tol akan menjadi pilihan favorit.
Apalagi kini jalan tol sudah terintegrasi, khususnya jalan tol Trans-Jawa (1.782,47 KM) Jalan Tol Trans-Sumatera (884, 45 KM), dan di level nasional jalan tol mencapai 2.835,71 km.
Selain itu, guna mengantisipasi lonjakan arus lalu lintas, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR juga akan membuka beberapa ruas tol fungsional di Pulau Jawa, seperti ruas Jakarta-Cikampek II Selatan (8,5 KM), tol Solo-Yogyakarta-YIA (22,3 KM), dan tol Cimanggis-Cibitung (19,65 KM).
Guna mengoptimalkan jalan tol dalam mudik Lebaran ini, BPJT dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) telah melakukan beberapa upaya. Pertama, melakukan peningkatan kualitas jalan tol (PKJT) dari berbagai aspek layanan, seperti konstruksi, informasi, lalu lintas, transaksi, dan peningkatan keselamatan.
Kedua, dari sisi manajemen lalu lintas, Korlantas Mabes Polri juga akan melakukan beberapa manuver rekayasa, antara lain contra flow, one way traffic, hingga pemberlakuan sistem ganjil genap.
Ketiga, instrumen ini akan diberlakukan (bersamaan) jika situasi dan kondisi lalu lintas di jalan tol sudah pada level stagnan, dengan volume rasio mencapai di atas 0,8.
Menghadapi kenyataan seperti itu, lalu, masyarakat sebagai pemudik dan pengguna jalan tol harus melakukan apa? Adakah yang harus diwaspadai?
Antisipasi
Beberapa hal yang harus diwaspadai dan bisa dilakukan pemudik. Pertama, mudik lebih awal sebagai pilihan paling ideal, khususnya untuk menghindari arus puncak mudik, yang diperkirakan akan terjadi pada H-4, Sabtu, 6 April 2024.
Mudik lebih awal menjadi solusi yang paling rasional, apalagi sudah diberikan diskon tarif tol oleh BUJT, kisaran 10-20 persen (sampai gate Kalikangkung).
Diskon hanya akan diberikan bagi pemudik yang melakukan perjalanan mudik pada tanggal 3 - 5 Maret, dan pada arus balik pada 17 - 19 Maret 2024, dengan potongan sebesar 20 persen.
Tentu saja pilihan menggunakan kesempatan diskon itu sangat menguntungkan bagi pemudik, karena saat ini tarif tol lebih mahal daripada biaya BBM untuk kendaraannya.
Kedua, ancaman berikutnya adalah kecelakaan di jalan tol, terutama kecelakaan yang mengakibatkan kefatalan, yakni cacat tetap atau meninggal dunia.
Perlu diingat bahwa lebih dari 70 persen kecelakaan di jalan tol adalah faktor manusia (human factor), misalnya mengantuk (micro sleep).
Sementara itu, aspek keandalan kendaraan yang digunakan, terutama ban pecah. Oleh karena itu, harus dipastikan kondisi sopir sehat dan cukup istirahat.
Selain juga agar jangan menggunakan ban gundul atau vulkanisir, karena risikonya tinggi. Banyak kasus kecelakaan di jalan tol karena dipicu oleh fenomena aquaplaning, yakni manakala ban tidak bisa mencengkeram dengan kuat karena jalanan yang basah, atau karena bannya gundul.
Apalagi, menurut prediksi BMKG, prosesi mudik akan diwarnai oleh fenomena cuaca ekstrem.
Ketiga, kendati tampak sepele, yakni saldo kartu tolnya tidak cukup (kurang). Pada mudik Natal dan Tahun Baru 2024, Jasa Marga mencatat terdapat 28.000 pengguna tol mengalami "saldo kurang".
Saat saldo kurang, otomatis ada waktu jeda bagi pengguna untuk mengisi saldo kartu tolnya. Ingat, karena sistem transaksi tertutup, konsumen tidak bisa meminjam kartu tol milik pengguna tol lainnya, sehingga konsekuensinya harus top-up di pintu tol.
Dampaknya kendaraan di belakangnya tidak bisa lewat dan akhirnya memicu kemacetan panjang. Oleh karena itu, pemudik harus memastikan bahwa saldo kartu tolnya cukup, apalagi saat ini beberapa ruas jalan tol di Trans-Jawa sudah mengalami kenaikan tarif, mulai ruas Jakarta-Cikampek sampai ruas Surabaya-Gresik.
Pengguna harus mengisi (top-up) kartu tolnya, setidaknya 30-40 persen dari tarif semula, untuk mengantisipasi kekurangan saldo.
Keempat, pengguna tol sebaiknya melakukan manuver untuk berpindah ke jalan arteri (jalan nontol), jika jalan tol benar-benar sudah stagnan, tak bergerak, termasuk beristirahat di rest area di kawasan nontol.
Begitupun saat di rest area, usahakan tidak lebih dari 30 menit, agar bisa bergantian dengan pengguna tol lainnya. Salah satu pemicu utama kemacetan di jalan tol adalah aktivitas dan mobilitas di rest area. Untuk mengantisipasi hal ini, diharapkan pengguna jalan tol sudah menyediakan logistik yang cukup untuk bekal di perjalanan.
Transaksi pembelian yang lama (karena antre) memicu penumpukan di rest area dan pada akhirnya menimbulkan kemacetan di jalan tol.
Pada akhirnya, upaya keras pemerintah melalui Kemenhub, KemenPUPR, dan Korlantas Mabes Polri bisa kurang maksimal jika masyarakat sebagai pemudik tak melakukan mitigasi yang seharusnya.
Artinya bisa terjadi hal-hal yang tak diinginkan di jalan tol, sebagaimana saat momen Natal dan Tahun Baru 2023 di ruas tol Bali Mandara.
Karena, ilustrasinya selama arus mudik Lebaran, menurut prediksi Jasa Marga, jumlah kendaraan pribadi yang akan melewati jalan tol Trans-Jawa sebanyak 259.000 kendaraan.
Jumlah itu menunjukkan peningkatan 0,003 persen dibanding mudik Lebaran 2023, dan meningkat 66,8 persen dibanding kondisi normal.
Jika satu mobil minimal memerlukan ruang jalan sebesar lima meter, maka diperlukan jalan tol sepanjang 1.295 KM.
Semua bisa membayangkan, betapa potensi kemacetannya akan sangat tinggi. Dengan demikian, agar mudik Lebaran 2024 mencapai titik aman, selamat, dan nyaman, perlu kerja sinergis dari semua pemangku kepentingan.
Masyarakat sebagai pemudik memiliki peran signifikan untuk mewujudkan hal tersebut. Bagaimanapun, sangat tidak mudah memfasilitasi pergerakan manusia dengan jumlah 193 juta jiwa dalam waktu bersamaan.
Selamat mudik, mudik selamat.
*) Tulus Abadi adalah anggota Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR, Ketua Pengurus Harian YLKI periode 2015-2025