Denpasar (ANTARA) -
Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali melakukan rekonstruksi atau reka ulang operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bendesa Adat Berawa Ketut Riana atas dugaan pemerasan terhadap seorang investor senilai Rp10 miliar.
 
Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali melakukan rekonstruksi atau reka ulang operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bendesa Adat Berawa Ketut Riana atas dugaan pemerasan terhadap seorang investor senilai Rp10 miliar.
 
Dalam pantauan di Cafe Casa Bunga, Renon, Denpasar, Jumat, Ketut Riana yang telah ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan penyidik Pidana Khusus Kejati Bali tiba pada pukul 10.40 Wita.


 
Ketut Riana datang dengan mengenakan rompi orange dan tangannya diborgol, diapiti oleh petugas kejaksaan. Sesaat sebelum memulai proses rekonstruksi, pihak keluarga mendatangi Ketut Riana untuk memberikan dukungan.
 
Salah satu penasehat hukum dari Ketut Riana juga dihadirkan dalam rekonstruksi tersebut, yakni Gede Pasek Suardika untuk menyaksikan rangkaian peristiwa penangkapan terhadap KR. Selain itu, saksi AN, yang diamankan bersama dengan KR sehari sebelumnya juga turut mengikuti jalannya proses rekonstruksi.


 
Kegiatan rekonstruksi tersebut berjalan selama 30 menit dimulai pada pukul 11.00 Wita hingga 12.00 Wita.
 
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Agus Eka Sabana Putra mengatakan, Ketut Riana menjalani rekonstruksi sebanyak sembilan adegan dan dilakukan dengan lancar mulai dari tersangka KR turun dari mobil, memasuki Kafe Casa Bunga, berbincang dengan saksi AN, transaksi penyerahan uang Rp100 juta, penangkapan oleh Kejati Bali hingga digiring menuju mobil Kejati Bali.


 
Eka menjelaskan, rekonstruksi tersebut dilakukan untuk memberikan gambaran atau kepastian kepada penyidik dari keterangan saksi-saksi sehingga dirangkaikan menjadi sebuah tindakan pidana mulai dari kedatangan, pembicaraan hingga peralihan uang dari yang membawa kepada yang meminta.
 
"Intinya bahwa rekonstruksi hari ini untuk memberikan keyakinan kepada penyidik dari keterangan saksi-saksi yang masing-masing memberikan keterangan, sehingga beberapa saksi yang memberikan keterangan tidak berdiri sendiri, namun merangkai menjadi suatu peristiwa pidana, itu dicari oleh penyidik," katanya.


 
Eka menjelaskan, Ketut Riana ditetapkan sebagai tersangka karena telah memenuhi unsur Pasal 1 ayat 2 huruf C Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah UU No. 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dalam hal ini, Ketut Riana merupakan Bendesa Adat Berawa, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung yang mendapatkan upah dari dana APBD Provinsi Bali, sehingga kejaksaan memiliki wewenang untuk menangani perkara tersebut.
 
Sementara itu, menanggapi penetapan tersangka Bendesa Adat Berawa Ketut Riana, selaku penasehat hukum Gede Pasek Suardika mengatakan, penetapan tersangka terhadap RK yang notabene adalah bukan jabatan publik merupakan fenomena hukum baru di Bali.


 
"Ini ada fenomena hukum baru bagi Bali. Apakah jabatan Bendesa Adat ini adalah jabatan yang masuk pidana khusus atau pidana umum? Kalau pidana umum, bukan kejaksaan yang menangani untuk penyidikan, tetapi kalau dia masuk pidana khusus ya memang ranahnya kejaksaan," katanya.
 
Namun demikian, dirinya masih sebatas memberikan pendampingan hukum terhadap KR sambil menunggu proses lebih lanjut dari penyidik.


 
Dia meyakini proses hukum yang melibatkan KR akan ditangani secara profesional oleh Kejaksaan Tinggi Bali.
 
"Saya yakin prosesnya akan profesional, terukur dan tersaji di Pengadilan dengan lebih baik. Nanti kita lihat detailnya bagaimana, buktinya seperti apa kami belum tahu karena ini OTT, berbeda dengan kasus yang lain" katanya.
 

 

Pewarta : Rolandus Nampu
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024