Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membebastugaskan LHS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi terkait penipuan menggunakan surat perintah kerja (SPK) fiktif dengan kerugian yang dialami oleh pihak penerima SPK senilai Rp80 miliar.
“Saat ini, Kementerian sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran disiplin berat dengan hukuman maksimal pemecatan. Yang bersangkutan saat ini telah dibebastugaskan dari jabatannya sebagai PPK,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam Konferensi Pers mengenai “Klarifikasi Kemenperin atas Kontrak Pekerjaan Fiktif” di Jakarta, Senin.
Langkah tersebut, kata Febri, merupakan respons serius Kemenperin terhadap pengaduan masyarakat terkait beberapa SPK yang diduga bermasalah di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (IKHF) Tahun Anggaran 2023.
Ia menyampaikan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan internal, seluruh paket pekerjaan yang diadukan tersebut tidak terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tahun 2023 karena paket pekerjaan dimaksud memang tidak terdapat dalam alokasi DIPA Kemenperin Tahun Anggaran 2023.
Perbuatan ini dilakukan oleh oknum pegawai berinisial LHS yang mengatasnamakan jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi.
LHS membuat SPK kepada pihak lain seolah-olah SPK tersebut merupakan SPK resmi dari Kementerian Perindustrian.
Terdapat empat SPK yang diadukan oleh masyarakat ke Kemenperin dengan nilai kerugian sebesar Rp80 miliar.
“Yang perlu ditegaskan adalah kasus ini tidak menimbulkan kerugian pada keuangan negara,” kata Febri.
Terkait dengan langkah hukum, Febri mengatakan bahwa Kemenperin mempersilakan bagi pihak-pihak yang dirugikan untuk membawa permasalahan tersebut.
“Terkait dengan hal ini, kami mempersilakan pihak-pihak yang dirugikan untuk menempuh jalur hukum, karena sampai saat ini belum ditemukan adanya kerugian negara,” ucap Febri.
“Saat ini, Kementerian sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran disiplin berat dengan hukuman maksimal pemecatan. Yang bersangkutan saat ini telah dibebastugaskan dari jabatannya sebagai PPK,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam Konferensi Pers mengenai “Klarifikasi Kemenperin atas Kontrak Pekerjaan Fiktif” di Jakarta, Senin.
Langkah tersebut, kata Febri, merupakan respons serius Kemenperin terhadap pengaduan masyarakat terkait beberapa SPK yang diduga bermasalah di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (IKHF) Tahun Anggaran 2023.
Ia menyampaikan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan internal, seluruh paket pekerjaan yang diadukan tersebut tidak terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tahun 2023 karena paket pekerjaan dimaksud memang tidak terdapat dalam alokasi DIPA Kemenperin Tahun Anggaran 2023.
Perbuatan ini dilakukan oleh oknum pegawai berinisial LHS yang mengatasnamakan jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi.
LHS membuat SPK kepada pihak lain seolah-olah SPK tersebut merupakan SPK resmi dari Kementerian Perindustrian.
Terdapat empat SPK yang diadukan oleh masyarakat ke Kemenperin dengan nilai kerugian sebesar Rp80 miliar.
“Yang perlu ditegaskan adalah kasus ini tidak menimbulkan kerugian pada keuangan negara,” kata Febri.
Terkait dengan langkah hukum, Febri mengatakan bahwa Kemenperin mempersilakan bagi pihak-pihak yang dirugikan untuk membawa permasalahan tersebut.
“Terkait dengan hal ini, kami mempersilakan pihak-pihak yang dirugikan untuk menempuh jalur hukum, karena sampai saat ini belum ditemukan adanya kerugian negara,” ucap Febri.