Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Raja Sapta Oktohari mengatakan Indonesia berpekuang menggelar ajang multievent bela diri World Combat Games 2027.
 

“Kami sedang berjuang untuk menaikkan level olahraga Indonesia di mata dunia, salah satunya menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah multievent kelas dunia. Ini ada peluang untuk kita bisa menggelar World Combat Games, multievent khusus untuk cabang olahraga tarung dan bela diri,” kata Oktohari dalam keterangan resmi KOI di Jakarta pada Senin.

Dia menilai salah satu upaya menjadikan Indonesia tuan rumah ajang olahraga bela diri kelas dunia adalah mendorong pencak silat berafiliasi dengan organisasi olahraga internasional, Alliance of Independent Recognized Members of Sports (AIMS).

“Setelah itu, pencak silat baru akan diakui oleh IOC. Jadi itu tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk membuka peluang Indonesia menjadi tuan rumah World Combat Games 2027,” jelas Okto.

Dia menilai pencak silat salah satu pintu menaikkan level olahraga Indonesia di mata dunia. 



“Saya mengapresiasi keinginan Indonesia sebagai negara tempat lahirnya pencak silat untuk mulai mengajukan diri menjadi anggota AIMS, sampai akhirnya bisa diakui oleh IOC,” kata Presiden AIMS Stephan Fox.

“Pencak silat harus memperoleh pengakuan dari Sport Accord bergabung dengan keluarga AIMS, lalu pencak silat dapat menjadi cabang olahraga yang dipertandingkan dalam World Combat. Setelah itu, pencak silat dapat melangkah lebih tinggi dan mendapat pengakuan IOC,” imbuhnya.

Menurut dia, Indonesia berpeluang besar menjadi tuan rumah multi ajang World Combat Games karena kuat dalam cabang olahraga bela diri.

“World Combat merupakan multisport event paling inklusif yang ada di dunia, yang saat ini telah mengumpulkan 1.800 atlet dari ratusan negara di dunia. Kami menggabungkan berbagai atlet para dan spesial dalam satu kompetisi yang sama, tidak ada perbedaan dalam setiap atlet,” kata Fox.

“Saya pikir semangat ini sejalan dengan cara hidup Indonesia yang menolak penuh segala bentuk diskriminasi."
 


Pewarta : Arnidhya Nur Zhafira
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024