Jember - Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengatakan bahwa kebijakan pemerintah mengimpor beras dimaksudkan untuk memperkuat ketahanan pangan bukan karena Indonesia gagal panen dan beum swasembada beras.
"Selama ini ketika pemerintah melakukan impor beras maka hal itu dikaitkan dengan gagal panen dan Indonesia tidak bisa swasembada beras," tuturnya di sela-sela pengukuhan tiga guru besar Universitas Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.
Menurut dia, Indonesia sebenarnya sudah bisa swasembada beras, namun persoalannya swasembada tersebut dinilai belum cukup untuk memperkuat stok pangan dalam rangka ketahanan pangan di Indonesia.
"Target surplus yang ingin dicapai oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebesar 10 juta ton per tahun untuk stok di gudang Bulog dan petani belum mampu untuk memenuhi target tersebut," katanya.
Ia menjelaskan produksi setara beras per tahun mencapai 38 juta ton, sedangkan kebutuhan beras di Indonesia sebesar 34 juta ton, sehingga masih ada surplus 4 juta ton di gudang Bulog dan belum mencapai 10 juta ton.
"Akhir tahun diharapkan ada cadangan beras sebanyak 2 juta ton karena pada Januari dan Februari belum ada panen, sehingga kita punya ketahanan pangan yang kuat dan mengurangi spekulasi harga beras di pasaran," paparnya.
Saat ditanya tentang rencana impor beras 1,5 juta ton dari Vietnam, Rusman menyatakan bahwa hal tersebut masih sebatas nota kesepahaman atau "memorandum of understanding" (MoU) dengan Pemerintah Vietnam dan belum dilakukan pemerintah.
"Kalau sewaktu-waktu dalam keadaan darurat kita harus memperkuat cadangan beras kita tidak mulai dengan nol karena sudah ada nota kesepahamannya, namun hal itu belum dilakukan," ujarnya menambahkan.
Vietnam siap memasok beras sebanyak 1,5 juta ton per tahun jika Indonesia membutuhkannya sewaktu-waktu untuk cadangan beras nasional dan komitmen tersebut tertuang dalam MoU yang ditandatangani Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Vietnam Vu Huy Hoang di Jakarta, Selasa (18/9).
Kesepakatan dengan Vietnam yang berlaku mulai 2013 hingga 2017 ini bertujuan menyediakan alternatif bagi Indonesia dan mengurangi ketergantungan kepada satu negara.
Sebelumnya, Indonesia juga telah menandatangani MoU dengan Thailand dan Kamboja dengan komitmen masing-masing menyediakan 1 juta ton dan 100.000 ton per tahun. (070/SKD)
"Selama ini ketika pemerintah melakukan impor beras maka hal itu dikaitkan dengan gagal panen dan Indonesia tidak bisa swasembada beras," tuturnya di sela-sela pengukuhan tiga guru besar Universitas Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.
Menurut dia, Indonesia sebenarnya sudah bisa swasembada beras, namun persoalannya swasembada tersebut dinilai belum cukup untuk memperkuat stok pangan dalam rangka ketahanan pangan di Indonesia.
"Target surplus yang ingin dicapai oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebesar 10 juta ton per tahun untuk stok di gudang Bulog dan petani belum mampu untuk memenuhi target tersebut," katanya.
Ia menjelaskan produksi setara beras per tahun mencapai 38 juta ton, sedangkan kebutuhan beras di Indonesia sebesar 34 juta ton, sehingga masih ada surplus 4 juta ton di gudang Bulog dan belum mencapai 10 juta ton.
"Akhir tahun diharapkan ada cadangan beras sebanyak 2 juta ton karena pada Januari dan Februari belum ada panen, sehingga kita punya ketahanan pangan yang kuat dan mengurangi spekulasi harga beras di pasaran," paparnya.
Saat ditanya tentang rencana impor beras 1,5 juta ton dari Vietnam, Rusman menyatakan bahwa hal tersebut masih sebatas nota kesepahaman atau "memorandum of understanding" (MoU) dengan Pemerintah Vietnam dan belum dilakukan pemerintah.
"Kalau sewaktu-waktu dalam keadaan darurat kita harus memperkuat cadangan beras kita tidak mulai dengan nol karena sudah ada nota kesepahamannya, namun hal itu belum dilakukan," ujarnya menambahkan.
Vietnam siap memasok beras sebanyak 1,5 juta ton per tahun jika Indonesia membutuhkannya sewaktu-waktu untuk cadangan beras nasional dan komitmen tersebut tertuang dalam MoU yang ditandatangani Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Vietnam Vu Huy Hoang di Jakarta, Selasa (18/9).
Kesepakatan dengan Vietnam yang berlaku mulai 2013 hingga 2017 ini bertujuan menyediakan alternatif bagi Indonesia dan mengurangi ketergantungan kepada satu negara.
Sebelumnya, Indonesia juga telah menandatangani MoU dengan Thailand dan Kamboja dengan komitmen masing-masing menyediakan 1 juta ton dan 100.000 ton per tahun. (070/SKD)