Ankara (ANTARA) - Partai ekstrem kanan Rassemblement Nationale (RN), mengungguli putaran pertama pemilu legislatif dini Prancis yang diselenggarakan Minggu (30/6).
Partai tersebut meraih jumlah suara tertinggi dengan 33,5 persen suara, demikian hasil jajak pendapat pascapemilu, sebagaimana dilaporkan harian Le Figaro.
Sementara, aliansi partai sayap kiri Front Populer Baru (NFP) berada di posisi kedua dengan meraih 28,5 persen suara, dan koalisi Presiden Emmanuel Macron, Ensemble, jatuh ke posisi ketiga dengan 22,1 persen suara.
Pemungutan suara yang bermula pada Minggu pukul 8 pagi waktu setempat (13:00 WIB) berlangsung selama 12 jam. Lebih dari 49 juta pemilih menggunakan hak suaranya dalam pemilu parlemen tersebut.
Merespons unggulnya RN dalam putaran pertama pemilu Prancis, Perdana Menteri Gabriel Attal menyeru supaya rakyat mencegah kemenangan partai ekstrem kanan itu di putaran kedua pemilu.
"Jangan sampai ada satu suara pun yang memilih RN," kata Attal dalam pernyataan yang disampaikan usai hasil awal pemilu diumumkan.
Attal menegaskan bahwa Majelis Nasional, majelis rendah Parlemen Prancis, tidak pernah menghadapi risiko sebesar ini sepanjang sejarahnya.
"Tujuan kita jelas: Mencegah RN mendapat jumlah kursi mayoritas dalam putaran kedua sehingga mendominasi Majelis Nasional," ucap Attal yang berasal dari koalisi pendukung Presiden Macron.
Ia juga mengatakan, "semua orang paham" bahwa aliansi sayap kiri NFP tak akan meraih kursi mayoritas pada putaran kedua pemilu Prancis.
Akhir dari Macron
Pemimpin aliansi sayap kanan Prancis Marine Le Pen menyebut hasil awal pemilu itu menandakan "akhir dari koalisi Macron."
"Demokrasi telah berbicara. Rakyat Prancis telah mengangkat RN dan rekan-rekan koalisinya ke posisi tertinggi dan menghapus blok Macron," ucap dia.
Senada, Presiden RN Jordan Bardella menegaskan bahwa apabila nanti menjadi perdana menteri, ia akan menghormati konstitusi dan jabatan presiden Prancis, namun tetap tegas memperjuangkan kebijakan yang didorong partainya.
Pemimpin partai ekstrem kanan yang berusia 28 tahun itu juga memperingatkan masyarakat Prancis akan "ancaman" kemenangan aliansi NFP.
Sementara itu, pemimpin koalisi sayap kiri Front Populer Baru Jean Luc-Melenchon menyebut hasil pemilu menunjukkan "kekalahan besar" Presiden Macron. Ia juga menyeru supaya pemilih mencegah RN memenangi pemilu di putaran kedua.
"Kami tidak akan membiarkan RN menang ... Perintah kami sederhana dan jelas: Jangan sampai ada satu pun suara maupun kursi parlemen untuk RN," ucap dia.
Pemilih akan kembali masuk ke bilik suara pada 7 Juli dalam putaran kedua pemilu legislatif untuk menentukan 577 anggota Majelis Nasional untuk lima tahun ke depan.
Presiden Macron memutuskan membubarkan parlemen dan menyelenggarakan pemilu legislatif lebih awal usai RN meraih lebih dari 31 persen suara dalam pemilu Parlemen Eropa pada Juni lalu.
Sumber: Anadolu
Partai tersebut meraih jumlah suara tertinggi dengan 33,5 persen suara, demikian hasil jajak pendapat pascapemilu, sebagaimana dilaporkan harian Le Figaro.
Sementara, aliansi partai sayap kiri Front Populer Baru (NFP) berada di posisi kedua dengan meraih 28,5 persen suara, dan koalisi Presiden Emmanuel Macron, Ensemble, jatuh ke posisi ketiga dengan 22,1 persen suara.
Pemungutan suara yang bermula pada Minggu pukul 8 pagi waktu setempat (13:00 WIB) berlangsung selama 12 jam. Lebih dari 49 juta pemilih menggunakan hak suaranya dalam pemilu parlemen tersebut.
Merespons unggulnya RN dalam putaran pertama pemilu Prancis, Perdana Menteri Gabriel Attal menyeru supaya rakyat mencegah kemenangan partai ekstrem kanan itu di putaran kedua pemilu.
"Jangan sampai ada satu suara pun yang memilih RN," kata Attal dalam pernyataan yang disampaikan usai hasil awal pemilu diumumkan.
Attal menegaskan bahwa Majelis Nasional, majelis rendah Parlemen Prancis, tidak pernah menghadapi risiko sebesar ini sepanjang sejarahnya.
"Tujuan kita jelas: Mencegah RN mendapat jumlah kursi mayoritas dalam putaran kedua sehingga mendominasi Majelis Nasional," ucap Attal yang berasal dari koalisi pendukung Presiden Macron.
Ia juga mengatakan, "semua orang paham" bahwa aliansi sayap kiri NFP tak akan meraih kursi mayoritas pada putaran kedua pemilu Prancis.
Akhir dari Macron
Pemimpin aliansi sayap kanan Prancis Marine Le Pen menyebut hasil awal pemilu itu menandakan "akhir dari koalisi Macron."
"Demokrasi telah berbicara. Rakyat Prancis telah mengangkat RN dan rekan-rekan koalisinya ke posisi tertinggi dan menghapus blok Macron," ucap dia.
Senada, Presiden RN Jordan Bardella menegaskan bahwa apabila nanti menjadi perdana menteri, ia akan menghormati konstitusi dan jabatan presiden Prancis, namun tetap tegas memperjuangkan kebijakan yang didorong partainya.
Pemimpin partai ekstrem kanan yang berusia 28 tahun itu juga memperingatkan masyarakat Prancis akan "ancaman" kemenangan aliansi NFP.
Sementara itu, pemimpin koalisi sayap kiri Front Populer Baru Jean Luc-Melenchon menyebut hasil pemilu menunjukkan "kekalahan besar" Presiden Macron. Ia juga menyeru supaya pemilih mencegah RN memenangi pemilu di putaran kedua.
"Kami tidak akan membiarkan RN menang ... Perintah kami sederhana dan jelas: Jangan sampai ada satu pun suara maupun kursi parlemen untuk RN," ucap dia.
Pemilih akan kembali masuk ke bilik suara pada 7 Juli dalam putaran kedua pemilu legislatif untuk menentukan 577 anggota Majelis Nasional untuk lima tahun ke depan.
Presiden Macron memutuskan membubarkan parlemen dan menyelenggarakan pemilu legislatif lebih awal usai RN meraih lebih dari 31 persen suara dalam pemilu Parlemen Eropa pada Juni lalu.
Sumber: Anadolu