Istanbul (ANTARA) - PBB pada Senin mengatakan penahanan mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan melanggar hukum internasional sehingga dia harus segera dibebaskan.

Dalam sebuah dokumen pendapat, Kelompok Kerja PBB untuk Penahanan Sewenang-wenang meminta langkah-langkah untuk membebaskan Khan segera dan memberinya hak kompensasi dan pemulihan sesuai standar hukum internasional.

Khan mendekam di penjara sejak Agustus tahun lalu setelah divonis bersalah dalam tiga kasus menjelang pemilihan umum pada Februari, ketika calon yang didukung partainya meraup sebagian besar kursi tetapi gagal membentuk pemerintahan.

Hukumannya dalam kasus Toshakhana, di mana dia dinyatakan bersalah karena memperoleh dan menjual hadiah negara secara ilegal, ditangguhkan. Dalam kasus pembocoran rahasia negara, hukumannya dibatalkan. Namun, dia tetap dipenjara dalam kasus pernikahan ilegal.

Kelompok PBB itu mengatakan penangkapan Khan, penahanan, dan dakwaan terhadap dirinya dalam kedua kasus itu "tidak memiliki dasar hukum" dan "bermotif politik" agar dia tidak bisa bertarung dalam pemilu.

Mereka meminta pemerintah Pakistan, yang belum menanggapi komunikasi mereka pada November lalu, untuk menyiarkan dokumen itu “seluas mungkin”. Laporan 17 halaman itu mengatakan tidak ada persidangan yang “semestinya dilakukan” pemerintah terhadap Khan.

“Mengingat usianya, Khan saat ini menghadapi hukuman efektif penjara seumur hidup,” tulis dokumen tersebut.

Kelompok kerja PBB itu juga meminta agar pemerintah Pakistan memastikan penyelidikan penuh dan independen terhadap "perampasan kebebasan Khan secara sewenang-wenang."

Islamabad juga diminta untuk "mengambil tindakan yang tepat terhadap mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak-hak” Khan.

Pemerintah Pakistan belum mengomentari dokumen PBB tersebut.

Khan menjabat sebagai perdana menteri pada 2018 dan digulingkan oleh mosi tidak percaya pada 2022. Sejak itu, ribuan kasus ditujukan padanya, mulai dari korupsi hingga terorisme.

Dia dan partainya menuduh kasus-kasus tersebut bermotif politik untuk membuatnya tidak dapat berkuasa kembali.

Sumber: Anadolu

 

Pewarta : Yoanita Hastryka Djohan
Editor : Andriy Karantiti
Copyright © ANTARA 2024