Morowali (ANTARA) -

Elsa Maulidya (20), duduk bersimpuh menghadap papan tulis. Sembari menyimak kata-kata dalam bahasa Mandarin yang tertera di papan tulis, dia kemudian menyalin ke dalam buku catatannya.
 
Hari itu, Rabu (18/09/2024) sore, Elsa bersama 17 orang lainnya tengah mengikuti kelas Bahasa Asing yang digelar Departemen CSR PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), di “Rumah Literasi”, Lahan Sidaya IMIP, Desa Labota, Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. 
 
Mereka belajar mengucapkan sejumlah kosakata dari aktivitas sehari-hari (dalam bahasa Mandarin disebut Richáng huódòng), antara lain mandi, gosok gigi, berolahraga, dan berangkat ke kelas atau bekerja. Selain itu, mereka berlatih menuliskannya dalam aksara Mandarin atau karakter Hànzì.
 
Setelah lulus dari jenjang sekolah menengah atas dua tahun lalu, Elsa berniat untuk mempelajari bahasa Mandarin. Menurut penuturan Nurma (ibu dari Elsa), Elsa ingin membekali dirinya dengan keterampilan berbahasa Mandarin agar lebih siap di dunia kerja. Dari cerita beberapa kenalannya, kecakapan berbahasa asli Negeri Tirai Bambu itu dibutuhkan sebagai salah satu syarat melamar pekerjaan di kawasan industri IMIP.
 
Keinginan Elsa untuk belajar bahasa Mandarin didukung penuh ayahnya yang bekerja sebagai karyawan di kawasan IMIP. Nurma menceritakan, saat mengetahui keinginan Elsa mengikuti kelas bahasa Mandarin di Rumah Literasi Lahan Sidaya IMIP, ayah Elsa berpesan agar tekun belajar.
 
“Bagus itu, Nak. Kalau memang kamu mau tekuni, kamu pasti bisa. Nanti hasilnya kamu sendiri yang nikmati,” kata Nurma menirukan pesan suami kepada putrinya. Nurma dan suaminya juga mengingatkan persaingan yang ketat dalam perekrutan calon karyawan, khususnya perempuan, untuk bekerja di kawasan IMIP.
 
Menurut Nurma, muncul anggapan umum bahwa peluang perempuan untuk dapat diterima bekerja di sektor industri ekstraktif lebih kecil daripada laki-laki. Salah satu pekerjaan yang paling diburu calon pekerja perempuan ialah interpreter atau translator yang mahir berbahasa Mandarin untuk kebutuhan penerjemahan.
 
“Translator kan dibutuhkan di mana-mana, tidak hanya di IMIP. Biarpun bukan di IMIP, di perusahaan lain ataupun desa wisata akan dibutuhkan,” ucap Elsa.
 
Nurul Padilah, seorang pengajar kelas bahasa asing di program ini, menyebutkan, kegiatan belajar bahasa asing di Rumah Literasi terbagi dua macam. Pembelajaran bahasa Mandarin diadakan setiap hari Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu siang. Kursus bahasa Mandarin lebih banyak diminati oleh orang dewasa, termasuk ibu rumah tangga.
 
Sementara itu, kelas bahasa Inggris diadakan setiap Senin dan Selasa siang, yang didominasi anak-anak, dengan rentang usia kelas 2 SD hingga 3 SMP. “Peserta kelas bahasa asing sekitar 60-an orang anak dari usia kelas 2 SD–3 SMP,” kata Dila, sapaan akrab Nurul Padilah.
 
Menurut Dilah, keterampilan berbahasa Mandarin menjadi salah satu syarat bagi calon pencari kerja dalam kawasan IMIP untuk lowongan penerjemah atau jubir. Ketentuan kemahiran skill itulah, menurutnya, membuat banyak lulusan SMA seperti Elsa tertarik belajar bahasa Mandarin. Selain itu, kecakapan bahasa Mandarin akan menunjang tenaga kerja Indonesia untuk lebih mudah berkomunikasi dengan karyawan asing dari Cina.
 
Hal itu ditegaskan oleh Koordinator Program Sekolah IMIP, Jamilah Akbar. Dia mengungkapkan, pembelajaran bahasa asing yang diadakan sejak Maret 2023 ini untuk menjawab kebutuhan warga terkait kemampuan berbahasa. Langkah ini juga sebagai komitmen perusahaan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Morowali secara menyeluruh. 
 
“Karena di Bahodopi ini sulit sekali mencari tempat kursus atau les bahasa. Meskipun saya belum mahir, saya terdorong untuk mengajarkan kepada anak-anak dan ibu-ibu yang mau,” ucap Jamilah.
 
Dia mengatakan, posisi jubir yang membantu komunikasi antara karyawan asing dan karyawan Indonesia, menjadi salah satu incaran banyak pencari kerja. Seperti diketahui dari buah bibir yang berkembang di masyarakat, jubir juga menjanjikan pendapatan besar mencapai belasan juta rupiah setiap bulannya.
 
Dengan kesadaran pendidikan bagi warga, PT IMIP menyediakan fasilitas tempat belajar di Rumah Literasi, beserta guru, bahan ajar, dan alat-alat tulis untuk kegiatan tersebut. 
 
Jamilah dan timnya menyiapkan sejumlah bahan ajar yang dirangkum dari sejumlah buku. Beberapa materi disampaikan kepada warga secara interaktif dan menghibur.
 
“Kami kadang siapkan dengan musik lagu Mandarin, anak-anak kami ajak main games atau kuis soal bahasa Mandarin,” ucapnya.
 
Selain itu, Rumah Literasi juga sesekali mengundang perwakilan jubir dan tenant sebagai native speaker yang berkesempatan mendampingi proses pembelajaran. Dengan cara ini, kata Jamilah, para peserta kursus dapat berinteraksi langsung bersama orang asli Cina yang berbahasa ibu Mandarin.
 
Dengan pola pembelajaran secara praktik, kelas bahasa Mandarin ini juga berlangsung lewat praktik conversation atau percakapan, menulis, dan tanya-jawab. Di setiap akhir pertemuan, para peserta dan tutor berlatih bercakap dalam bahasa asing.
 
“Para peserta paling suka conversation dan menulis Hànzì. Menulis Hànzì ini walaupun susah, ketika mereka menikmatinya itu menjadi sesuatu yang seru,” kata Jamilah.
 
Reza Rama Haruna (21), seorang karyawan crew kebersihan di jetty kawasan IMIP, mengungkapkan, dia sudah mengikuti kegiatan pembelajaran bahasa Mandarin “Rumah Literasi” sejak setahun lalu. Dia termotivasi mempelajari bahasa Mandarin untuk lebih mudah berkomunikasi dengan rekan kerjanya dari TKA Cina serta memperbesar peluangnya naik jabatan.
 
“Harus dimulai dari sendiri, kalau begitu-begitu terus kan tidak akan ada perubahan. Juga ditambah lingkungan belajar yang nyaman dan positif,” tutur Reza.
 
Seiring waktu, peminat kelas bahasa asing ini terus bertambah. Dari semula hanya diperuntukan anak-anak, kelas bahasa asing juga diminati oleh orang dewasa. Peserta dari kalangan dewasa berjumlah 30-an orang, mencakup pekerja muda berusia 23–25 tahun, ibu-ibu rumah tangga, dan buruh di kawasan IMIP. 
 
Kegiatan pembelajaran bahasa Inggris juga diminati warga, terutama pelajar SD dan SMP dalam wilayah Kecamatan Bahodopi. Menurut Dilah, dari sekitar 60 orang anak, sebagian di antaranya ingin menambah pemahaman dalam bahasa Inggris dan meningkatkan prestasi di sekolah.
 
“Bahasa Inggris lebih diminati anak-anak, sedang bahasa Mandarin diminati orang dewasa,” kata Jamilah. Foto ; (Dokumentasi PT IMIP)

Pewarta : Rangga Musabar
Editor : Andilala
Copyright © ANTARA 2024