Palu (ANTARA) - Pengurus Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Sulawesi Tengah memperingati bencana gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi yang terjadi 28 September 2018 silam di Palu, Sigi dan Donggala dengan menabur bunga di Pantai Palu Barat, Kota Palu.
 
Ketua INTI Sulteng Rudy Wijaya di Palu, Sabtu, mengatakan peringatan bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi itu sudah rutin digelar INTI setiap tahunnya.
 
“Hari ini kami hadir di sini bukan untuk membuka kembali kenangan sedih saat musibah gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi enam tahun yang lalu. Akan tetapi untuk memberikan doa dan mengagungkan kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Semoga arwah para korban diterima di sisi-Nya, dan mudah-mudahan doa kita dikabulkan-Nya,” kata Rudy Wijaya.
 
Ia mengemukakan peringatan ini bertujuan bukan untuk membuka kembali kenangan sedih bagi korban yang selamat, keluarga yang ditinggalkan serta masyarakat Palu, Sigi, dan Donggala pada umumnya.
 
Menurutnya, enam tahun sejak musibah yang merenggut banyak korban jiwa tersebut berlalu, sehingga berbagai kenangan masih terukir di benak warga kota.
 
“Namun yang patut kita syukuri, hari ini Kota Palu, Sigi, dan Donggala dan masyarakatnya telah kembali bangkit bersama, Hal ini dapat kita lihat dengan berbagai pembangunan baik fisik, sosial dan masyarakat yang terus berinovasi,” ucapnya.
 
Dengan peringatan itu, kata dia, masyarakat lainnya dapat mengambil hikmah atas bencana alam yang mengguncang Sulteng pada 28 September 2018 silam.
 
"Harapannya semua mengambil hikmah bahwa semua peristiwa dan bencana yang terjadi di atas bumi dan alam semesta ini, tidak ada yang terjadi begitu saja dengan sendirinya, melainkan sesuai kehendak dan ketentuan Tuhan," sebutnya.
 
Ia mengajak untuk masyarakat Kota Palu khususnya senantiasa berdoa dan bertawakal sebagai salah satu upaya untuk terus menerus mempersiapkan diri dalam menghadapi gempa dan tsunami, likuefaksi atau bencana lainnya wajib juga dilakukan.
 
“Mari kita perluas pengetahuan kita tentang kesiapsiagaan bencana, jalur dan tata cara evakuasi. Semuanya itu bermuara untuk meminimalisir jumlah korban dan kerusakan yang mungkin timbul,” sebutnya.
 
Sementara itu salah satu wartawan Mercusuar Tasman Banto menerbitkan buku berjudul Likuefaksi Palu Menggemparkan Dunia diluncurkan tepat 6 tahun pasca bencana 2018 silam terjadi.
 
"Buku itu setebal 150 halaman itu berisi suasana terjadinya gempa dahsyat yang membuat warga kalang kabut di malam yang gelap. Warga semakin panik ternyata gempa disertai tsunami," kata Tasman.
 
Dalam buku itu menggambarkan perumahan di Balaroa dan Petobo bisa tenggelam serta rumah dan pohon di Kabupaten Sigi bisa berjalan berpindah tempat cukup jauh.
 
Menurutnya isi buku itu menyajikan bantuan dari berbagai penjuru berdatangan ke Palu dan para sukarelawan dari luar negeri pun datang ikut membantu.
 
"Para peneliti dunia termasuk dari NASA terkejut dengan kejadian di Palu, Sigi, dan Donggala itu. Demikian pula para peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) datang pula melakukan penelitian ke Palu," tuturnya.

 

Pewarta : Moh Salam
Editor : Andilala
Copyright © ANTARA 2024