Palu (ANTARA) -
Junaedy (21), seorang mahasiswa asal Sulawesi Tengah yang sedang menempuh pendidikan di Bandung, baru-baru ini didiagnosis dengan penyakit gastroesophageal reflux disease (GERD) atau asam lambung.
 
Penyakit ini menyebabkan asam lambung naik ke kerongkongan, memicu rasa nyeri pada ulu hati dan sensasi terbakar di dada. Sebagai mahasiswa perantauan yang jauh dari kampung halaman, Junaedy harus menghadapi kondisi kesehatannya dengan berbagai tantangan, terutama saat pertama kali dirawat inap di RSUD Kota Bandung.
 
Junaedy menjelaskan bahwa awalnya ia merasakan gejala-gejala ringan seperti mulut terasa asam dan nyeri di ulu hati setelah makan. Namun, seiring berjalannya waktu, gejala tersebut semakin parah hingga ia mengalami kesulitan menelan, rasa panas di dada, dan bahkan sesak napas. 
 
“Awalnya saya kira ini hanya sakit maag biasa, tapi setelah beberapa kali mengalami nyeri hebat terutama saat tidur atau setelah makan, saya tahu ada yang salah,” ujar Junaedy saat ditemui pada Kamis (26/9).
 
GERD memang sering kali dianggap sepele oleh banyak orang karena gejalanya mirip dengan gangguan pencernaan biasa. Namun, GERD bisa berbahaya jika tidak ditangani dengan baik, terutama bagi mereka yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang kurang sehat. 
 
“Saya sering begadang karena tugas kuliah, dan kadang lupa makan tepat waktu. Saya rasa itulah yang memicu sakit ini,” jelasnya.
 
Ia akhirnya memutuskan untuk memeriksakan dirinya ke dokter setelah gejala sesak napas dan rasa terbakar di dada semakin sering muncul. 
 
Setelah melalui beberapa tes medis, ia didiagnosis menderita GERD dan harus menjalani rawat inap di RSUD Kota Bandung. Meskipun sedang berada jauh dari rumah, ia merasa terbantu oleh adanya Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.
 
“Saya sangat bersyukur terdaftar sebagai peserta JKN. Meski sedang berada di luar domisili, perawatan medis saya tetap terjamin. Semua pemeriksaan dan perawatan yang saya jalani selama di RSUD Bandung ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Saya hanya perlu menunjukkan KTP untuk mengurus semua administrasi. Prosesnya sangat mudah dan cepat, saya tidak merasa kesulitan sama sekali,” ungkapnya. 
 
GERD, yang disebabkan oleh melemahnya katup kerongkongan bagian bawah, bisa menimbulkan berbagai gejala seperti kesulitan menelan, batuk-batuk, suara serak, hingga mual dan muntah. Penyakit ini juga bisa memperburuk kondisi penderita asma seperti yang dialami Junaedy. 
 
“Saat gejala GERD saya kambuh, biasanya asma saya juga ikut kambuh, dan itu benar-benar membuat saya sulit bernafas, hal ini benar-benar menyulitkan saya untuk beraktivitas,” tuturnya.
 
Setelah menjalani perawatan di RSUD Kota Bandung, Junaedy kini menjalani pengobatan lanjutan untuk mengendalikan gejala GERD-nya. Ia juga diminta untuk menjaga pola makan dan gaya hidup yang lebih sehat agar kondisinya tidak semakin memburuk. 
 
“Setelah keluar dari rumah sakit, dokter meminta saya untuk lebih memperhatikan pola makan dan gaya hidup saya. Saya tidak boleh lagi makan terlambat, dan juga harus tidur lebih awal untuk menjaga kesehatan,” katanya.
Dengan adanya Program JKN, Junaedy merasa lebih tenang dalam menghadapi penyakitnya. Ia berharap agar lebih banyak mahasiswa perantauan seperti dirinya yang memahami pentingnya mengikuti program jaminan kesehatan seperti JKN. 
 
“Bagi mahasiswa seperti saya yang jauh dari rumah, memiliki jaminan kesehatan seperti JKN sangatlah penting. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan membutuhkan perawatan medis, dan dengan JKN, setidaknya kita tidak perlu khawatir soal biaya,” tutupnya. (Rilis)

Pewarta : Mohamad Ridwan
Editor : Mohamad Ridwan
Copyright © ANTARA 2024