Jakarta - Ketua Peneliti Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan pneumonia menjadi penyebab utama kematian pada balita.
"Di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian terbaru sekitar 33 persen dari 1.200 anak sehat yang dilakukan pengambilan apusan, mengandung kuman s pneumonia di nasofaringnya," kata Sri Rezeki Hadinegoro di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, sekitar 156 juta kasus pneumonia baru per tahun terjadi di seluruh dunia dan telah merenggut nyawa 1,5 juta anak usia di bawah lima tahun.
Sayangnya, penyebab kematian utama pada balita ini termasuk dalam kelompok pembunuh yang terlupakan karena kurangnya edukasi dan tingkat kesadaran yang rendah dari masyarakat.
Dia menambahkan pihaknya telah melakukan penelitian bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yang dilakukan di 5 puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu Puskesmas Praya, Pringgerata, Ubung, Puyung dan Mantang.
Penelitian mengambil sasaran anak sehat yang berusia 2 bulan sampai 5 tahun, dengan jumlah responden 1200 orang. Dalam penelitian itu 33 persen isolat di antaranya positif mengandung kuman s pneumonia.
"Setelah dilakukan pemeriksaan dengan PCR didapatkan pneumokokus dengan 25 serotipe. Tiga persen dari serotipe terbanyak adalah 6A/B, 19F, dan 23F. Hal ini berbeda dengan penelitian pada tahun 1997, dimana dari 221 isolat yang positif biakan pneumokokusnya, ditemukan pneumokokus dengan 17 serogrup atau serotipe, dan yang terbanyak secara berturut-turut adalah Serogrup 6, 23, dan 15," katanya.
Berdasarkan hasil uji kepekaan pneumokokus terhadap antibiotik, sebagian besar masih sensitif terhadap antibiotik yang biasa digunakan di puskesmas dengan tingkat resistensi di bawah dua persen, yaitu untuk antibiotik cefadroxil, cefuroxime, amoxicilin, ampicilin, clindamicin, dan penicilin.
Uji kepekaan yang paling rendah adalah terhadap antibiotik Kotrimoksazol, yang sensitivitasnya hanya 36 persen dan resistensinya 48,6 persen.
Ironisnya, meski menjadi pembunuh balita nomor satu, pneumonia masih belum banyak diperhatikan dimana masyarakat di pedesaan maupun perkotaan banyak yang belum menyadari ancaman serius akibat penyakit ini.
Masyarakat lebih memperhatikan penyakit balita seperti diare, campak, polio bahkan HIV/ AIDS.
"Padahal, perlu kesadaran pentingnya vaksinasi atau imunisasi sebagai upaya preventif mengantisipasi pneumonia," katanya. (W004)
"Di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian terbaru sekitar 33 persen dari 1.200 anak sehat yang dilakukan pengambilan apusan, mengandung kuman s pneumonia di nasofaringnya," kata Sri Rezeki Hadinegoro di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, sekitar 156 juta kasus pneumonia baru per tahun terjadi di seluruh dunia dan telah merenggut nyawa 1,5 juta anak usia di bawah lima tahun.
Sayangnya, penyebab kematian utama pada balita ini termasuk dalam kelompok pembunuh yang terlupakan karena kurangnya edukasi dan tingkat kesadaran yang rendah dari masyarakat.
Dia menambahkan pihaknya telah melakukan penelitian bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yang dilakukan di 5 puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu Puskesmas Praya, Pringgerata, Ubung, Puyung dan Mantang.
Penelitian mengambil sasaran anak sehat yang berusia 2 bulan sampai 5 tahun, dengan jumlah responden 1200 orang. Dalam penelitian itu 33 persen isolat di antaranya positif mengandung kuman s pneumonia.
"Setelah dilakukan pemeriksaan dengan PCR didapatkan pneumokokus dengan 25 serotipe. Tiga persen dari serotipe terbanyak adalah 6A/B, 19F, dan 23F. Hal ini berbeda dengan penelitian pada tahun 1997, dimana dari 221 isolat yang positif biakan pneumokokusnya, ditemukan pneumokokus dengan 17 serogrup atau serotipe, dan yang terbanyak secara berturut-turut adalah Serogrup 6, 23, dan 15," katanya.
Berdasarkan hasil uji kepekaan pneumokokus terhadap antibiotik, sebagian besar masih sensitif terhadap antibiotik yang biasa digunakan di puskesmas dengan tingkat resistensi di bawah dua persen, yaitu untuk antibiotik cefadroxil, cefuroxime, amoxicilin, ampicilin, clindamicin, dan penicilin.
Uji kepekaan yang paling rendah adalah terhadap antibiotik Kotrimoksazol, yang sensitivitasnya hanya 36 persen dan resistensinya 48,6 persen.
Ironisnya, meski menjadi pembunuh balita nomor satu, pneumonia masih belum banyak diperhatikan dimana masyarakat di pedesaan maupun perkotaan banyak yang belum menyadari ancaman serius akibat penyakit ini.
Masyarakat lebih memperhatikan penyakit balita seperti diare, campak, polio bahkan HIV/ AIDS.
"Padahal, perlu kesadaran pentingnya vaksinasi atau imunisasi sebagai upaya preventif mengantisipasi pneumonia," katanya. (W004)