Jakarta (antarasulteng.com) - PT Pindad berinovasi meluncurkan Divisi Teknologi Cyber Security dalam menghadapi ancaman perang cyber yang sudah dekat dan semakin tidak terbendung.
"Ini adalah sebuah unit terbaru di Pindad yang didirikan dua tahun yang lalu, untuk mengantisipasi gangguan keamanan nasional," ujar Direktur Bisnis Produk Hankam PT Pindad, Widjajanto, pada peluncuran divisi baru di Pindad itu dilakukan pada acara Indonesia International Cyber Security Leader 2017 di Jakarta, Selasa (17/10).
Widja mengakui pihaknya sebagai satu-satunya industri pertahanan militer bergerak cepat mengikuti perubahan pola peperangan di dunia yang banyak mengandalkan serangan cyber.
"Pola perang dan ancaman kini sudah berubah, bukan saja melalui serangan amunisi, tank, dan pesawat, tapi serangan melalui cyber. Yang terkenal kemarin adalah Wanna Cry," katanya.
Dalam embrio Pindad Cyber Advance System itu, Pindad sudah mengikat kerjasama dengan dua perusahaan, yakni perusahaan penyelenggara pelatihan cyber Multimatics dan perusahaan sertifikasi teknologi asal Jerman TUV SUD.
"Pindad sendiri, saat ini sudah bekerja sama dengan beberapa partner internasional untuk mengadakan beberapa pelatihan," katanya.
Concern Pindad kepada pelatihan di tahap awal, kata dia, sengaja untuk menciptakan para pengguna peralatan teknologi cyber yang akan dirilis tahun depan. Pindad juga selalu menyaratkan perusahaan atau lembaga yang menjad klien mereka untuk mengikuti pelatihan .
"Alat penyadapan, hacking bisa kami hadirkan, tapi kalau operator yang mendalami knowledgenya itu yang susah, karena itu kami mensyaratkan kepada klien yang akan menggunakan jasa pindad harus menyiapkan local power. Karena kami ingin semuanya dikendalikan 100 persen oleh orang indonesia. Ini yang membuat kami berbeda dengan provider cyber security lainnya yang ada di dunia," katanya.
Produk dari Pindad Cyber Advance System itu terbagi menjadi tiga macam, yaitu peralatan teknologinya yang akan dirilis tahun depan, pelatihan, dan pegayaan untuk perkembangan.
Pindad sendiri sudah memiliki pusat pelatihan seluas 1.500 meter persegi di menara AXA, Kuningan, Jakarta Selatan. Dari tempat itu, Pindad menggelar pelatihan dan sertifikasi. Beberapa lembaga yang tercatat sudah mencicipi fasilitas Pindad itu di antaranya adalah Divisi Cyber Crime Bareskrim Polri, Kementerian Pertahanan, dan menyusul Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) jika telah terbentuk.
"Biasanya dulu untuk pelatihan harus ngirim orang ke Belanda, ke Hawai, kini cukup ke Kuningan. Alhamdulillah, secara pelan orang sudah tahu Pindad punya lembaga training IT," katanya.
Direktur Multimatics Agus Setiawan, mengungkapkan tujuan seminar di acara Indonesia International Cyber Security Leader 2017 adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan institusi pemerintah dan perusahaan tentang pentingnya pertahanan dan keamanan informasi.
"Kita ingin mereka bisa menggunakan teknologi, sekaligus kuat juga dengan pengamanannya. Saya yakin ini tidak stop di sini saja. Ini kita buat sebagai sarana edukasi mengenai pentingnya keamanan informasi," katanya.
Menurut dia, rendahnya kesadaran institusi dan perusahaan tergambar dari perilaku rajin beli software, dan beli alat, tapi abai melatih sumber daya manusia. Data itu tergambar dari masih rendahnya jumlah profesional di Indonesia yang tersertifikasi.
"Indonesia ini dari segi angka belum menggembirakan, dengan ajumlah penduduk 250 juta, yang baru tersertifikasi Certified Information Systems Security Professional (CISSP) baru ratusan orang, sementara Singpaura yang penduduknya tak seberapa sudah ribuan yang tersertifikasi," katanya. (skd)
"Ini adalah sebuah unit terbaru di Pindad yang didirikan dua tahun yang lalu, untuk mengantisipasi gangguan keamanan nasional," ujar Direktur Bisnis Produk Hankam PT Pindad, Widjajanto, pada peluncuran divisi baru di Pindad itu dilakukan pada acara Indonesia International Cyber Security Leader 2017 di Jakarta, Selasa (17/10).
Widja mengakui pihaknya sebagai satu-satunya industri pertahanan militer bergerak cepat mengikuti perubahan pola peperangan di dunia yang banyak mengandalkan serangan cyber.
"Pola perang dan ancaman kini sudah berubah, bukan saja melalui serangan amunisi, tank, dan pesawat, tapi serangan melalui cyber. Yang terkenal kemarin adalah Wanna Cry," katanya.
Dalam embrio Pindad Cyber Advance System itu, Pindad sudah mengikat kerjasama dengan dua perusahaan, yakni perusahaan penyelenggara pelatihan cyber Multimatics dan perusahaan sertifikasi teknologi asal Jerman TUV SUD.
"Pindad sendiri, saat ini sudah bekerja sama dengan beberapa partner internasional untuk mengadakan beberapa pelatihan," katanya.
Concern Pindad kepada pelatihan di tahap awal, kata dia, sengaja untuk menciptakan para pengguna peralatan teknologi cyber yang akan dirilis tahun depan. Pindad juga selalu menyaratkan perusahaan atau lembaga yang menjad klien mereka untuk mengikuti pelatihan .
"Alat penyadapan, hacking bisa kami hadirkan, tapi kalau operator yang mendalami knowledgenya itu yang susah, karena itu kami mensyaratkan kepada klien yang akan menggunakan jasa pindad harus menyiapkan local power. Karena kami ingin semuanya dikendalikan 100 persen oleh orang indonesia. Ini yang membuat kami berbeda dengan provider cyber security lainnya yang ada di dunia," katanya.
Produk dari Pindad Cyber Advance System itu terbagi menjadi tiga macam, yaitu peralatan teknologinya yang akan dirilis tahun depan, pelatihan, dan pegayaan untuk perkembangan.
Pindad sendiri sudah memiliki pusat pelatihan seluas 1.500 meter persegi di menara AXA, Kuningan, Jakarta Selatan. Dari tempat itu, Pindad menggelar pelatihan dan sertifikasi. Beberapa lembaga yang tercatat sudah mencicipi fasilitas Pindad itu di antaranya adalah Divisi Cyber Crime Bareskrim Polri, Kementerian Pertahanan, dan menyusul Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) jika telah terbentuk.
"Biasanya dulu untuk pelatihan harus ngirim orang ke Belanda, ke Hawai, kini cukup ke Kuningan. Alhamdulillah, secara pelan orang sudah tahu Pindad punya lembaga training IT," katanya.
Direktur Multimatics Agus Setiawan, mengungkapkan tujuan seminar di acara Indonesia International Cyber Security Leader 2017 adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan institusi pemerintah dan perusahaan tentang pentingnya pertahanan dan keamanan informasi.
"Kita ingin mereka bisa menggunakan teknologi, sekaligus kuat juga dengan pengamanannya. Saya yakin ini tidak stop di sini saja. Ini kita buat sebagai sarana edukasi mengenai pentingnya keamanan informasi," katanya.
Menurut dia, rendahnya kesadaran institusi dan perusahaan tergambar dari perilaku rajin beli software, dan beli alat, tapi abai melatih sumber daya manusia. Data itu tergambar dari masih rendahnya jumlah profesional di Indonesia yang tersertifikasi.
"Indonesia ini dari segi angka belum menggembirakan, dengan ajumlah penduduk 250 juta, yang baru tersertifikasi Certified Information Systems Security Professional (CISSP) baru ratusan orang, sementara Singpaura yang penduduknya tak seberapa sudah ribuan yang tersertifikasi," katanya. (skd)