Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru pada awal tahun 2026 mendatang merupakan langkah awal percepatan reformasi kepolisian.
Habib dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin, mengatakan KUHAP baru tersebut menganut asas keadilan restitutif dan restoratif. Dengan begitu, Polri bukan lagi sekadar alat kekuasaan, melainkan pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
“Pemberlakuan KUHAP baru adalah langkah awal percepatan reformasi kepolisian. Komisi III juga akan merevisi Undang-Undang Polri untuk memperkuat fungsi Polri dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat,” tuturnya.
Pernyataan ini disampaikan ketua komisi yang membidangi urusan penegakan hukum itu merespons Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) yang meminta Komisi Percepatan Reformasi Polri dibubarkan.
Habib menyatakan pihaknya menghargai masukan masyarakat, termasuk personel yang ada dalam komisi reformasi tersebut. Namun, ia menilai, “Perlu diluruskan agar usulan tersebut tidak mengangkangi aturan konstitusi yang merupakan amanat reformasi.”
Dijelaskannya, ada dua poin penting amanat reformasi kepolisian yang dituangkan dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hasil amandemen era awal reformasi dan TAP MPR Nomor VII Tahun 2000.
Poin pertama, posisi institusi Polri langsung di bawah Presiden dan bertanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban dengan melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum.
“Sedangkan poin kedua adalah pengangkatan Kapolri merupakan wewenang Presiden dengan persetujuan DPR,” imbuh Habib.
Ia menyebut kedua poin tersebut merupakan koreksi dari praktik di era Orde Baru yang memosisikan polisi sekadar menjadi aparatur represif kekuasaan. Selain itu, juga memperkuat mekanisme check and balance antara lembaga eksekutif dan legislatif.
Namun, permasalahannya, menurut Habib, aturan hukum utama yang menjadi panduan Polri dalam menjalankan tugas, yakni KUHAP lama tidak mengalami perubahan sama sekali walaupun era reformasi telah bergulir nyaris 30 tahun.
“Undang-Undang Polri yang dibentuk tahun 2002 pun belum mengatur secara maksimal dua poin amanat reformasi. Situasi ini jelas menyulitkan Polri untuk mereformasi diri,” ucap dia menambahkan.
Oleh sebab itu, ia bersyukur KUHAP baru yang sebelumnya telah disetujui oleh DPR dan disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto akan diberlakukan mulai tahun depan.
“Alhamdulillah dengan kerja sama yang baik antara DPR dan Presiden, akhirnya kita akan memberlakukan KUHAP baru yang sangat reformis,” ucapnya.
Habib meyakini pemberlakuan KUHAP baru menjadi langkah awal reformasi kepolisian, khususnya melalui jalur konstitusi. Bersamaan dengan itu, ia mengatakan Komisi III DPR RI akan merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Hal lain yang akan menjadi poin revisi Undang-Undang Polri adalah pembaruan soal usia pensiun yang disesuaikan dengan pengaturan serupa di Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang TNI,” katanya.
“Secara umum, Komisi III akan mengeluarkan rekomendasi soal percepatan reformasi Polri berdasarkan masukan masyarakat,” imbuh dia.