Jenewa, Swiss (ANTARA) - Wakil Presiden M Jusuf Kalla berharap KTT Paris: Ekstrimisme Online bertema "Christchurch Call to Action" mampu melawan ekstrimisme yang menggunakan internet.
"Indonesia berharap 'Christchurch Call to Action' dapat memfasilitasi pergerakan ketahanan masyarakat, membangun kapasitas dan mendorong kemitraan swasta dalam melawan kekerasan ekstrimisme," kata Wapres dalam sambutan di pertemuan yang diselenggarakan di Istana Elysee, Paris, Prancis pada Rabu.
Menurut Wapres, tidak ada negara yang kebal dari tindak terorisme dan kekerasan ekstrimis.
JK menjelaskan Indonesia juga terus berkomitmen memberantas terorisme sebagai ancaman bagi keamanan dan perdamaian dunia.
Kalla menilai para pelaku teror mendapat pemahaman yang keliru mengenai nilai kehidupan dan agama.
Internet sebagai wadah yang mudah diakses menjadi pilihan favorit para teroris dalam menyebarkan ajaran keliru mereka.
"Ajaran-ajaran radikal dan ekstrim dapat mengalir bebas hanya dengan sekali klik," ujar Kalla.
Oleh karena itu diperlukan tata kelola internet yang baik untuk menghindari penyalahgunaan internet.
Setelah kejadian penembakan jamaah di Masjid di Christchurch, Selandia Baru yang disiarkan langsung melalui Facebook, penggunaan dan peraturan di media sosial harus diperketat.
"Perusahaan-perusahaan media sosial harus berkontribusi dengan menerbitkan tata perilaku, regulasi promosi, pengawasan siber mandiri, dan menciptakan perangkat lunak berteknologi seperti kecerdasan buatan dan mesin pembelajar untuk menyasar konten-konten di internet yang terkait terorisme," kata Wapres.
Baca juga: Wapres sampaikan tiga fokus dalam KTT Paris
Hal tersebut dapat membantu pemerintah mencegah konten berbau terorisme serta mengelola pendekatan yang berimbang yang menegakkan HAM termasuk hak kebebasan berpendapat dan berbicara.
KTT Paris: Ekstrimisme Online diselenggarakan bersama oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh sejumlah kepala negara atau kepala pemerintahan antara lain Perdana Menteri Inggris Theresa May, Presiden Senegal Macky Sall, dan Raja Yordania Abdullah II.
"Indonesia berharap 'Christchurch Call to Action' dapat memfasilitasi pergerakan ketahanan masyarakat, membangun kapasitas dan mendorong kemitraan swasta dalam melawan kekerasan ekstrimisme," kata Wapres dalam sambutan di pertemuan yang diselenggarakan di Istana Elysee, Paris, Prancis pada Rabu.
Menurut Wapres, tidak ada negara yang kebal dari tindak terorisme dan kekerasan ekstrimis.
JK menjelaskan Indonesia juga terus berkomitmen memberantas terorisme sebagai ancaman bagi keamanan dan perdamaian dunia.
Kalla menilai para pelaku teror mendapat pemahaman yang keliru mengenai nilai kehidupan dan agama.
Internet sebagai wadah yang mudah diakses menjadi pilihan favorit para teroris dalam menyebarkan ajaran keliru mereka.
"Ajaran-ajaran radikal dan ekstrim dapat mengalir bebas hanya dengan sekali klik," ujar Kalla.
Oleh karena itu diperlukan tata kelola internet yang baik untuk menghindari penyalahgunaan internet.
Setelah kejadian penembakan jamaah di Masjid di Christchurch, Selandia Baru yang disiarkan langsung melalui Facebook, penggunaan dan peraturan di media sosial harus diperketat.
"Perusahaan-perusahaan media sosial harus berkontribusi dengan menerbitkan tata perilaku, regulasi promosi, pengawasan siber mandiri, dan menciptakan perangkat lunak berteknologi seperti kecerdasan buatan dan mesin pembelajar untuk menyasar konten-konten di internet yang terkait terorisme," kata Wapres.
Baca juga: Wapres sampaikan tiga fokus dalam KTT Paris
Hal tersebut dapat membantu pemerintah mencegah konten berbau terorisme serta mengelola pendekatan yang berimbang yang menegakkan HAM termasuk hak kebebasan berpendapat dan berbicara.
KTT Paris: Ekstrimisme Online diselenggarakan bersama oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh sejumlah kepala negara atau kepala pemerintahan antara lain Perdana Menteri Inggris Theresa May, Presiden Senegal Macky Sall, dan Raja Yordania Abdullah II.