New York - Lebih dari 100 orang telah meninggal sejak wabah Hepatitis E merebak di kalangan pengungsi pada Juli tahun lalu di Sudan Selatan, dan PBB membantu negara termuda di dunia itu dalam upayanya mencegah peningkatan penularan penyakit itu.

Sudan Selatan melancarkan upaya daruat, termasuk pembuatan WC dan pembagian sabun, kata juru bicara PBB di Markas PBB, New York, AS.

"Badan Pengungsi PBB (UNHCR) melaporkan lembaga tersebut menyaksikan banyak kasus Hepatitis E di berbagai kamp pengungsi di dekat perbatasan dengan Sudan," kata Juru Bicara PBB Martin Nesirky dalam taklimat harian.

Penyakit itu telah mengakibatkan lebih dari 100 kematian sejak Juli tahun lalu, demikian jumlah yang dikumpulkan oleh badan PBB tersebut, Pemerintah Sudan Selatan dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Jumlah terbanyak kasus dan dugaan kasus telah muncul di Kamp Yusui Batil di Negara Bagian Upper Nile, yang menampung lebih dari 37.000 pengungsi dengan laporan 3.937 kasus dan 77 kematian, kata Adrian Edwards, Juru Bicara UNHCR, di Jenewa, Jumat, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Di Markas PBB di New York, Nesirky --dengan mengutip informasi dari Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Sudan Selatan-- mengatakan, "Hampir 60 juta dolar AS dialokasikan hari ini untuk menyediakan bantuan segera berupa makanan, kesehatan, pendidikan, air dan bantuan lain untuk sebanyak 1,5 juta orang dan menyiapkan simpanan pangan darurat sebelum mulainya musim hujan."

"Organisasi bantuan tak bisa mencapai semua orang yang memerlukan selama musim hujan tahun lalu, yang membuat sebagian besar wilayah di negara itu tak bisa dijangkau," kata Nesirky.

Virus tersebut dilaporkan menyebar melalui konsumsi air dan makanan yang tercemar serta merusak liver, dan badan PBB sedang melancarkan berbagai langkah darurat seperti membangun kakus dan membagikan sabun.(Antara/Xinhua-OANA)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024