Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan Indonesia membutuhkan cadangan energi listrik guna mengantisipasi insiden pemadaman listrik yang dapat melumpuhkan bisnis dan sarana publik, khususnya di kota-kota besar penyokong ekonomi nasional.
"Cadangan energi penting sekali dalam arti ketika satu shutdown (infrastruktur listrik lumpuh), maka secara cepat itu harus bisa diatasi," kata Mamit Setiawan saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, listrik padam delapan jam bahkan lebih terjadi pada Minggu (4/8/2019) yang mengakibatkan lumpuhnya berbagai aktivitas bisnis dan pelayanan publik.
Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah mengecek tower transmisi di daerah Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah sebagai tempat kejadian perkara (TKP) terkait padamnya listrik hampir seluruh Pulau Jawa dan Bali tersebut.
Mamit menjelaskan pemerintah perlu mengevaluasi terkait cadangan energi nasional yang masih rentan dalam menghadapi berbagai masalah tenaga listrik, terkhusus shutdown.
"Kejadian kemarin menyadarkan semua pihak bahwa kita (Indonesia) ini rentan akan energi," ucapnya.
Lebih lanjut Mamit mencontohkan blackout atau listrik padam serentak mengganggu sektor bisnis maupun pelayanan publik, seperti Mass Rapid Transit (MRT), KRL, perbankan, telekomunikasi, hingga rumah sakit.
"Ini sangat mengganggu sekali terutama terkait masalah bisnis digital karena semua terhenti," ungkapnya.
Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2018, pasokan listrik terpasang Indonesia mencapai 62.600 Mega Watt (MW). Adapun konsumsi listrik tercatat sebesar 1.064 kilo Watt hour (kWh) per kapita.
Seiring bertambahnya penduduk dan lapangan usaha, maka jumlah pasokan listrik maupun konsumsi itu turut mengalami kenaikan. Dengan begitu, lanjut Mamit, pemerintah perlu menyiapkan cadangan energi guna mengakomodir kebutuhan konsumen ke depan.
"Cadangan energi penting sekali dalam arti ketika satu shutdown (infrastruktur listrik lumpuh), maka secara cepat itu harus bisa diatasi," kata Mamit Setiawan saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, listrik padam delapan jam bahkan lebih terjadi pada Minggu (4/8/2019) yang mengakibatkan lumpuhnya berbagai aktivitas bisnis dan pelayanan publik.
Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah mengecek tower transmisi di daerah Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah sebagai tempat kejadian perkara (TKP) terkait padamnya listrik hampir seluruh Pulau Jawa dan Bali tersebut.
Mamit menjelaskan pemerintah perlu mengevaluasi terkait cadangan energi nasional yang masih rentan dalam menghadapi berbagai masalah tenaga listrik, terkhusus shutdown.
"Kejadian kemarin menyadarkan semua pihak bahwa kita (Indonesia) ini rentan akan energi," ucapnya.
Lebih lanjut Mamit mencontohkan blackout atau listrik padam serentak mengganggu sektor bisnis maupun pelayanan publik, seperti Mass Rapid Transit (MRT), KRL, perbankan, telekomunikasi, hingga rumah sakit.
"Ini sangat mengganggu sekali terutama terkait masalah bisnis digital karena semua terhenti," ungkapnya.
Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2018, pasokan listrik terpasang Indonesia mencapai 62.600 Mega Watt (MW). Adapun konsumsi listrik tercatat sebesar 1.064 kilo Watt hour (kWh) per kapita.
Seiring bertambahnya penduduk dan lapangan usaha, maka jumlah pasokan listrik maupun konsumsi itu turut mengalami kenaikan. Dengan begitu, lanjut Mamit, pemerintah perlu menyiapkan cadangan energi guna mengakomodir kebutuhan konsumen ke depan.