Palu (ANTARA) - Guru besar pemikiran Islam modern di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, Prof Dr KH Zainal Abidin MAg, menyatakan kebhinekaan umat Islam terlihat jelas dalam pelaksanaan ibadah haji.
"Iya, kesadaran akan kebhinekaan umat Islam yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah haji, semestinya dapat meningkatkan kesadaran kita akan kebhinekaan umat manusia dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," ucapnya di Palu, Jumat.
Rektor Pertama IAIN Palu itu menyebut bahwa dalam ibadah haji kita mampu melebur dalam ikatan ukhuwah islamiyyah dan mengabaikan segala perbedaan mazhab, ras dan kelas sosial.
Maka seyogyanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebut Ketua FKUB Sulteng ini, kita pun mampu melebur dalam ikatan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia) dan mengabaikan segala perbedaan, termasuk perbedaan agama dan keyakinan.
"Kita sadari bersama bahwa dalam satu dunia kita berbeda bangsa dan negara. Dalam satu bangsa dan negara kita berbeda suku bangsa, dalam satu suku bangsa, kita berbeda keyakinan dan agama. Dalam satu keyakinan dan agama, kita berbeda paham dan aliran. Dalam satu paham dan aliran, kita berbeda pemahaman. Dalam satu pemahaman, kita berbeda pengalaman. Dalam satu pengalaman, kita berbeda penghayatan. Dalam satu penghayatan, kita berbeda keikhlasan. Dalam satu keikhlasan, kita rawat kebhinekaan, kita mantapkan keberagaman," kata Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu.
Ia mengemukakan, di antara makna sosial haji yang menghubungkan antara manusia dengan manusia lainnya sebagai makhluk sosial adalah, pertama, penyadaran akan adanya kebhinekaan umat Islam. Umat Islam saat ini telah tersebar di berbagai negara dan belahan dunia, mulai dari negara paling barat hingga paling timur.
Tentunya, di antara umat Islam tersebut terdapat perbedaan dalam keberagamaannya, mulai dari mazhab yang paling liberal sampai mazhab yang paling fundamental, aliran kiri maupun kanan, dan lain sebagainya. Karena berbagai perbedaan tersebut, umat Islam harus sadar bahwa kebhinekaan umat Islam itu tidak bisa dihindari, karena adanya perbedaan adat-budaya, pemahaman keislaman, tingkat intelektualitas, bahasa, dan lain sebagainya. Kebhinekaan umat Islam merupakan sebuah realitas yang niscaya ada.
Meski demikian, ia menyebut, kebhinekaan dan multikulturalitas umat Islam tersebut disatukan dengan lafaz "labbaika Allahumma labbaik…" yang diserukan ketika melaksanakan ibadah haji. Sehingga, makna sosial haji yang kedua adalah persatuan dan persamaan.
"Iya, kesadaran akan kebhinekaan umat Islam yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah haji, semestinya dapat meningkatkan kesadaran kita akan kebhinekaan umat manusia dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," ucapnya di Palu, Jumat.
Rektor Pertama IAIN Palu itu menyebut bahwa dalam ibadah haji kita mampu melebur dalam ikatan ukhuwah islamiyyah dan mengabaikan segala perbedaan mazhab, ras dan kelas sosial.
Maka seyogyanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebut Ketua FKUB Sulteng ini, kita pun mampu melebur dalam ikatan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia) dan mengabaikan segala perbedaan, termasuk perbedaan agama dan keyakinan.
"Kita sadari bersama bahwa dalam satu dunia kita berbeda bangsa dan negara. Dalam satu bangsa dan negara kita berbeda suku bangsa, dalam satu suku bangsa, kita berbeda keyakinan dan agama. Dalam satu keyakinan dan agama, kita berbeda paham dan aliran. Dalam satu paham dan aliran, kita berbeda pemahaman. Dalam satu pemahaman, kita berbeda pengalaman. Dalam satu pengalaman, kita berbeda penghayatan. Dalam satu penghayatan, kita berbeda keikhlasan. Dalam satu keikhlasan, kita rawat kebhinekaan, kita mantapkan keberagaman," kata Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu.
Ia mengemukakan, di antara makna sosial haji yang menghubungkan antara manusia dengan manusia lainnya sebagai makhluk sosial adalah, pertama, penyadaran akan adanya kebhinekaan umat Islam. Umat Islam saat ini telah tersebar di berbagai negara dan belahan dunia, mulai dari negara paling barat hingga paling timur.
Tentunya, di antara umat Islam tersebut terdapat perbedaan dalam keberagamaannya, mulai dari mazhab yang paling liberal sampai mazhab yang paling fundamental, aliran kiri maupun kanan, dan lain sebagainya. Karena berbagai perbedaan tersebut, umat Islam harus sadar bahwa kebhinekaan umat Islam itu tidak bisa dihindari, karena adanya perbedaan adat-budaya, pemahaman keislaman, tingkat intelektualitas, bahasa, dan lain sebagainya. Kebhinekaan umat Islam merupakan sebuah realitas yang niscaya ada.
Meski demikian, ia menyebut, kebhinekaan dan multikulturalitas umat Islam tersebut disatukan dengan lafaz "labbaika Allahumma labbaik…" yang diserukan ketika melaksanakan ibadah haji. Sehingga, makna sosial haji yang kedua adalah persatuan dan persamaan.