Ho Chi Minh City (ANTARA) - Di tengah semarak perjuangan timnas sepak bola U-18 di ajang kejuaraan Piala AFF U-18 2019, pemerintah Indonesia melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Ho Chi Minh City juga sedang berusaha keras melakukan upaya diplomasi ekonomi di Vietnam.
Indonesia dalam waktu dekat punya peluang besar untuk mengisi kebutuhan penerbangan Vietnam yang semakin mendesak melalui penawaran penjualan pesawat hingga pemenuhan pranata pendukung yang beraneka ragam.
Konsul Jenderal di Ho Chi Minh Hanif Salim menyampaikan, bahwa jajarannya berhasil meyakinkan Vietnam untuk mempercayakan kebutuhan penerbangannya kepada Indonesia, dalam hal ini kepada PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Sebagai negara yang tengah mengalami kenaikan nilai produk domestik bruto (GDP), Vietnam kini tengah melirik sektor pariwisata untuk dikembangkan secara masif.
Salah satu kebutuhannya adalah moda transportasi yang bisa mengirim orang atau barang ke lokasi terpencil secara cepat, yang diartikan sebagai pesawat berbadan kecil atau perintis.
Pesawat semacam ini dibutuhkan Vietnam untuk mengisi transportasi di banyak bandara yang memiliki panjang landas pacu hanya sekitar 1.000 meter.
Sebagai perwakilan Indonesia di kota yang menjadi basis bagi 65 persen perekonomian Vietnam ini, Konjen Hanif Salim membaca peluang tersebut dan mengajak PTDI untuk kembali mencoba peruntungannya.
Dengan modal kepercayaan atas kesuksesan penjualan tiga unit pesawat angkut ringan NC212i kepada Angkatan Udara Vietnam di tahun 2018, PTDI diharapkan bisa menjawab kebutuhan tersebut.
Terlebih PTDI memang memiliki spesialisasi dalam memproduksi pesawat-pesawat terbang propeler berkapasitas angkut ringan dan menengah melalui lisensi dari raksasa industri penerbangan Airbus.
Pesawat bermesin propeler memiliki kelebihan mampu lepas landas dengan mudah meski pada landasan pacu yang pendek, yang bisa diproduksi mandiri oleh PTDI.
Dalam usaha diplomasi ekonomi tersebut baru PTDI yang sementara mau berkontribusi. Namun Konjen RI berharap ada kementerian dan industri dalam negeri lainnya yang bisa menangkap peluang pemasukan dari Vietnam.
Terlebih dengan perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang keduanya merupakan sekutu perdagangan Vietnam, turut membuat negara ini berisiko terkena sentimen negatif jika memilih salah satu negara rekanan tersebut.
Oleh sebab itu Vietnam memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk kembali menawarkan produk terbaiknya kepada Vietnam di bidang penerbangan.
Menurut penuturan Konjen Hanif, Vietnam membutuhkan pesawat terbang bersayap tetap serta helikopter dengan calon konsumen tidak hanya dari kalangan swasta namun juga militer.
Penggunaannya pun tidak hanya untuk penerbangan komersil, namun juga peran lain seperti heli ambulans, pertanian, hingga angkut VIP.
Pertumbuhan jumlah pesawat di Vietnam juga akan dibarengi dengan penambahan sumber daya pilot, oleh karenanya potensi pendapatan lainnya tidak hanya dari sarana fisik namun juga SDM.
Disebutkan pula Vietnam berencana mengirimkan sekitar 500 orang untuk mengenyam pendidikan dan pelatihan di Indonesia, yang akan diarahkan pada sekolah penerbangan komersil dan sipil di Halim Perdana Kusuma, Bali, dan lembaga lain.
Poin tersebut tentu menambah daftar pemasukan devisa dari Vietnam selain pesawat terbang dan jasa perawatan-perbaikan pesawat.
Pertumbuhan perdagangan kedua negara juga mencatatkan perkembangan positif di tahun 2018, dengan peningkatan volume perdagangan mencapai 8,45 miliar dolar AS atau naik 30 persen dari tahun 2017 yang hanya enam miliar dolar.
Kesiapan PTDI
Direktur GK Wintron Luong Thi Xuan, lembaga yang menaungi asosiasi penerbangan Vietnam, berencana untuk berkunjung ke fasilitas PTDI di Bandung bersama dengan para calon pembeli dan pengguna jasa pekan depan.
Xuan mengatakan bahwa dia dan calon pembeli lainnya ingin mengetahui seluk beluk proses manufaktur PTDI.
Dia berharap PTDI bisa membantu sektor penerbangan Vietnam agar bisa lebih maju dan dikenal dunia, katanya.
Untuk penerbangan jarak pendek, PTDI akan kembali menawarkan varian C212 yang sudah "battle proven" dan dipakai langsung oleh AU Vietnam.
Selain itu, PTDI juga akan mencoba mengenalkan pesawat N219 Nurtanio yang yang kini sudah masuk pengembangan dua unit purwarupa dan penyelesaian proses sertifikasi.
Pesawat berkapasitas 19 penumpang ini murni dirancang dan dibuat oleh anak bangsa dan diharapkan bisa masuk tahap produksi masal pada akhir tahun 2019.
Lebih lanjut, Manajer Pengembangan Produk dan Bisnis PTDI Krisnan Ardjakoesoema menuturkan bahwa nantinya pesawat atau helikopter yang ditawarkan bisa disesuaikan dengan keinginan pembeli.
Pembeli bisa mengajukan spek yang diinginkan pada platform pesawat terbang yang sudah ada, menyesuaikan fungsi dan tujuan penggunaan pesawat tersebut nantinya.
Meski belum ada kepastian jumlah pesawat yang akan dipesan, namun PTDI optimistis bisa memenuhi kebutuhan sektor penerbangan Vietnam yang mendesak.
Dengan catatan baik melalui penjualan tahun lalu kepada AU Vietnam, PTDI pun optimistis konsumennya tersebut akan kembali memesan tipe pesawat yang sama, serta kemungkinan untuk "ground handling" seperti perbaikan, perawatan, hingga overhaul pesawat-pesawat yang sebelumnya sudah dikirim.
Indonesia dalam waktu dekat punya peluang besar untuk mengisi kebutuhan penerbangan Vietnam yang semakin mendesak melalui penawaran penjualan pesawat hingga pemenuhan pranata pendukung yang beraneka ragam.
Konsul Jenderal di Ho Chi Minh Hanif Salim menyampaikan, bahwa jajarannya berhasil meyakinkan Vietnam untuk mempercayakan kebutuhan penerbangannya kepada Indonesia, dalam hal ini kepada PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Sebagai negara yang tengah mengalami kenaikan nilai produk domestik bruto (GDP), Vietnam kini tengah melirik sektor pariwisata untuk dikembangkan secara masif.
Salah satu kebutuhannya adalah moda transportasi yang bisa mengirim orang atau barang ke lokasi terpencil secara cepat, yang diartikan sebagai pesawat berbadan kecil atau perintis.
Pesawat semacam ini dibutuhkan Vietnam untuk mengisi transportasi di banyak bandara yang memiliki panjang landas pacu hanya sekitar 1.000 meter.
Sebagai perwakilan Indonesia di kota yang menjadi basis bagi 65 persen perekonomian Vietnam ini, Konjen Hanif Salim membaca peluang tersebut dan mengajak PTDI untuk kembali mencoba peruntungannya.
Dengan modal kepercayaan atas kesuksesan penjualan tiga unit pesawat angkut ringan NC212i kepada Angkatan Udara Vietnam di tahun 2018, PTDI diharapkan bisa menjawab kebutuhan tersebut.
Terlebih PTDI memang memiliki spesialisasi dalam memproduksi pesawat-pesawat terbang propeler berkapasitas angkut ringan dan menengah melalui lisensi dari raksasa industri penerbangan Airbus.
Pesawat bermesin propeler memiliki kelebihan mampu lepas landas dengan mudah meski pada landasan pacu yang pendek, yang bisa diproduksi mandiri oleh PTDI.
Dalam usaha diplomasi ekonomi tersebut baru PTDI yang sementara mau berkontribusi. Namun Konjen RI berharap ada kementerian dan industri dalam negeri lainnya yang bisa menangkap peluang pemasukan dari Vietnam.
Terlebih dengan perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang keduanya merupakan sekutu perdagangan Vietnam, turut membuat negara ini berisiko terkena sentimen negatif jika memilih salah satu negara rekanan tersebut.
Oleh sebab itu Vietnam memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk kembali menawarkan produk terbaiknya kepada Vietnam di bidang penerbangan.
Menurut penuturan Konjen Hanif, Vietnam membutuhkan pesawat terbang bersayap tetap serta helikopter dengan calon konsumen tidak hanya dari kalangan swasta namun juga militer.
Penggunaannya pun tidak hanya untuk penerbangan komersil, namun juga peran lain seperti heli ambulans, pertanian, hingga angkut VIP.
Pertumbuhan jumlah pesawat di Vietnam juga akan dibarengi dengan penambahan sumber daya pilot, oleh karenanya potensi pendapatan lainnya tidak hanya dari sarana fisik namun juga SDM.
Disebutkan pula Vietnam berencana mengirimkan sekitar 500 orang untuk mengenyam pendidikan dan pelatihan di Indonesia, yang akan diarahkan pada sekolah penerbangan komersil dan sipil di Halim Perdana Kusuma, Bali, dan lembaga lain.
Poin tersebut tentu menambah daftar pemasukan devisa dari Vietnam selain pesawat terbang dan jasa perawatan-perbaikan pesawat.
Pertumbuhan perdagangan kedua negara juga mencatatkan perkembangan positif di tahun 2018, dengan peningkatan volume perdagangan mencapai 8,45 miliar dolar AS atau naik 30 persen dari tahun 2017 yang hanya enam miliar dolar.
Kesiapan PTDI
Direktur GK Wintron Luong Thi Xuan, lembaga yang menaungi asosiasi penerbangan Vietnam, berencana untuk berkunjung ke fasilitas PTDI di Bandung bersama dengan para calon pembeli dan pengguna jasa pekan depan.
Xuan mengatakan bahwa dia dan calon pembeli lainnya ingin mengetahui seluk beluk proses manufaktur PTDI.
Dia berharap PTDI bisa membantu sektor penerbangan Vietnam agar bisa lebih maju dan dikenal dunia, katanya.
Untuk penerbangan jarak pendek, PTDI akan kembali menawarkan varian C212 yang sudah "battle proven" dan dipakai langsung oleh AU Vietnam.
Selain itu, PTDI juga akan mencoba mengenalkan pesawat N219 Nurtanio yang yang kini sudah masuk pengembangan dua unit purwarupa dan penyelesaian proses sertifikasi.
Pesawat berkapasitas 19 penumpang ini murni dirancang dan dibuat oleh anak bangsa dan diharapkan bisa masuk tahap produksi masal pada akhir tahun 2019.
Lebih lanjut, Manajer Pengembangan Produk dan Bisnis PTDI Krisnan Ardjakoesoema menuturkan bahwa nantinya pesawat atau helikopter yang ditawarkan bisa disesuaikan dengan keinginan pembeli.
Pembeli bisa mengajukan spek yang diinginkan pada platform pesawat terbang yang sudah ada, menyesuaikan fungsi dan tujuan penggunaan pesawat tersebut nantinya.
Meski belum ada kepastian jumlah pesawat yang akan dipesan, namun PTDI optimistis bisa memenuhi kebutuhan sektor penerbangan Vietnam yang mendesak.
Dengan catatan baik melalui penjualan tahun lalu kepada AU Vietnam, PTDI pun optimistis konsumennya tersebut akan kembali memesan tipe pesawat yang sama, serta kemungkinan untuk "ground handling" seperti perbaikan, perawatan, hingga overhaul pesawat-pesawat yang sebelumnya sudah dikirim.