Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Nadiem Anwar Makarim mengatakan pembangunan pendidikan berkelanjutan dibutuhkan untuk mencegah perilaku berisiko para remaja di Indonesia.
"Pembangunan pendidikan berkelanjutan bertujuan untuk memastikan pendidikan yang berkualitas, inklusif dan adil serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup bagi semua," kata Mendikbud diwakili Dirjen PAUD dan Dikmas Harris Iskandar dalam Seminar Internasional Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Keluarga di Jakarta, Selasa.
Menteri Nadiem Makarim mengatakan data perilaku berisiko para remaja di Indonesia masih tinggi. Perilaku tersebut antara lain kebiasaan merokok, tindak kekerasan atau perundungan, pornografi, narkoba, dan radikalisme.
Berdasarkan data Global School Health Survey (GSHS) Kementerian Kesehatan pada 2017, siswa SMP dan SMA/K laki-laki yang merokok, katanya, tercatat sebanyak 22 persen, pernah mengonsumsi minuman beralkohol sebanyak 7,3 persen, pernah mengonsumsi narkoba 2,6 persen dan pernah menjadi korban perundungan 24 persen.
Kemudian, menurut data Kemendikbud pada 2018, dari sekitar 98 persen dari total siswa SMP dan SMA/K, 6,3 persen di antaranya terkena adiksi pornografi ringan dan 0,07 persen terkena adiksi cukup berat.
Sementara itu, data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2019, penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 171 juta orang atau sekitar 65 persen dari populasi dengan 19,6 persen di antaranya mengakses internet lebih dari delapan jam per hari.
Hal tersebut, katanya, membutuhkan perhatian serius terutama dari keluarga dan sekolah.
"Keluarga perlu memastikan agar anak-anak mereka terbebas dari masalah ini yang dapat mengganggu pencapaian pendidikan.
Salah satu upaya yang dibutuhkan untuk mencegah perilaku berisiko para remaja di Indonesia adalah membangun pendidikan berkelanjutan yang bertujuan untuk memastikan pendidikan yang berkualitas, inklusif dan adil.
Tujuan tersebut secara khusus mencakup akses dan layanan yang sama bagi semua anak laki-laki dan perempuan guna memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas sebagai indikator keberhasilan.
"Ini menandakan ortodoksi global yang memandang pendidikan anak usia dini dan pendidikan keluarga sebagai elemen penting yang memastikan perkembangan suatu bangsa," katanya.
"Pembangunan pendidikan berkelanjutan bertujuan untuk memastikan pendidikan yang berkualitas, inklusif dan adil serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup bagi semua," kata Mendikbud diwakili Dirjen PAUD dan Dikmas Harris Iskandar dalam Seminar Internasional Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Keluarga di Jakarta, Selasa.
Menteri Nadiem Makarim mengatakan data perilaku berisiko para remaja di Indonesia masih tinggi. Perilaku tersebut antara lain kebiasaan merokok, tindak kekerasan atau perundungan, pornografi, narkoba, dan radikalisme.
Berdasarkan data Global School Health Survey (GSHS) Kementerian Kesehatan pada 2017, siswa SMP dan SMA/K laki-laki yang merokok, katanya, tercatat sebanyak 22 persen, pernah mengonsumsi minuman beralkohol sebanyak 7,3 persen, pernah mengonsumsi narkoba 2,6 persen dan pernah menjadi korban perundungan 24 persen.
Kemudian, menurut data Kemendikbud pada 2018, dari sekitar 98 persen dari total siswa SMP dan SMA/K, 6,3 persen di antaranya terkena adiksi pornografi ringan dan 0,07 persen terkena adiksi cukup berat.
Sementara itu, data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2019, penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 171 juta orang atau sekitar 65 persen dari populasi dengan 19,6 persen di antaranya mengakses internet lebih dari delapan jam per hari.
Hal tersebut, katanya, membutuhkan perhatian serius terutama dari keluarga dan sekolah.
"Keluarga perlu memastikan agar anak-anak mereka terbebas dari masalah ini yang dapat mengganggu pencapaian pendidikan.
Salah satu upaya yang dibutuhkan untuk mencegah perilaku berisiko para remaja di Indonesia adalah membangun pendidikan berkelanjutan yang bertujuan untuk memastikan pendidikan yang berkualitas, inklusif dan adil.
Tujuan tersebut secara khusus mencakup akses dan layanan yang sama bagi semua anak laki-laki dan perempuan guna memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas sebagai indikator keberhasilan.
"Ini menandakan ortodoksi global yang memandang pendidikan anak usia dini dan pendidikan keluarga sebagai elemen penting yang memastikan perkembangan suatu bangsa," katanya.