Sigi, Sulteng (ANTARA) - Umat nasrani korban bencana alam gempa bumi likuefaksi Jono Oge, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, merayakan Natal dengan penuh khusyuk, Selasa.
Ratusan umat nasrani yang merayakan Natal ini adalah jemaat Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID) Jemaat Patmos Jono Oge, yang gerejanya hilang akibat likuefaksi saat terjadi bencana alam gempa bumi likuefaksi 28 September 2018.
Hingga kini, ratusan jemaat gereja tersebut masih beribadah dan merayakan ibadah Natal di gedung gereja sementara.
"Gedung gereja sementara ini baru digunakan sejak tanggal dua Desember kemaren, sebelumnya kami beribadah di tenda," kata Rober (30) salah satu jempaat gereja tersebut.
Rober bercerita ketika terjadi bencana alam gempa bumi lalu, anaknya yang baru berumur dua minggu sempat tidak bernafas karena terbentur tembok yang mengenai kepalanya.
"Puji Tuhan, dengan pertolongan Tuhan anak saya bisa bernafas dan hidup setelah diberi nafas buatan oleh mertua saya dan saat ini adanya sudah bisa berjalan normal seperti anak lain," katanya usai ibadah Natal di gereja tersebut.
Kemudian, kata dia, akibat bencana lalu, ada dua jemaat gereja GPID Jemaat Patmos Jono Oge yang menjadi korban.
"Sampai saat ini kedua jemaat itu tidak ditemukan, satu ibu satu anak. Rumah mereka persis depan gereja yang terbawa likuefaksi akibat bencana alam lalu," katanya.
Salah satu jemaat Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID) Jemaat Patmos Jono Oge, menyalakan lilin saat ibadah natal, di Sigi, Selasa (24/12/2019) ANTARA/Sulapto Sali.
Ratusan umat nasrani yang merayakan Natal ini adalah jemaat Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID) Jemaat Patmos Jono Oge, yang gerejanya hilang akibat likuefaksi saat terjadi bencana alam gempa bumi likuefaksi 28 September 2018.
Hingga kini, ratusan jemaat gereja tersebut masih beribadah dan merayakan ibadah Natal di gedung gereja sementara.
"Gedung gereja sementara ini baru digunakan sejak tanggal dua Desember kemaren, sebelumnya kami beribadah di tenda," kata Rober (30) salah satu jempaat gereja tersebut.
Rober bercerita ketika terjadi bencana alam gempa bumi lalu, anaknya yang baru berumur dua minggu sempat tidak bernafas karena terbentur tembok yang mengenai kepalanya.
"Puji Tuhan, dengan pertolongan Tuhan anak saya bisa bernafas dan hidup setelah diberi nafas buatan oleh mertua saya dan saat ini adanya sudah bisa berjalan normal seperti anak lain," katanya usai ibadah Natal di gereja tersebut.
Kemudian, kata dia, akibat bencana lalu, ada dua jemaat gereja GPID Jemaat Patmos Jono Oge yang menjadi korban.
"Sampai saat ini kedua jemaat itu tidak ditemukan, satu ibu satu anak. Rumah mereka persis depan gereja yang terbawa likuefaksi akibat bencana alam lalu," katanya.