Jakarta (ANTARA) - Yenny Wahid menyebut munculnya Keraton Agung Sejagat yang mengklaim penerus Majapahit dan dipimpin Totok Santosa sebagai Raja di Purworejo, Jawa Tengah merupakan fenomena halusinasi atau "halu" yang merebak di masyarakat.
"Sekarang kan banyak orang yang 'halu' (berhalusinasi). Ya kalau menganggap dirinya raja. Kita punya (bisa) apa?" kata Yenny, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.
Menghadapi fenomena semacam itu, kata pemilik nama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh itu, masyarakat setidaknya memiliki dua pilihan, yakni mempercayainya atau membiarkannya.
Namun, diakui putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid itu, tak sedikit masyarakat yang kemudian percaya dengan klaim Totok atas kerajaan yang dipimpinnya dan bersedia menjadi pengikutnya.
Bagi mereka yang terpengaruh dengan fenomena itu, kata dia, bisa diajak bicara dan dibina secara baik-baik, tetapi jangan kemudian disikapi secara berlebihan.
"Dibina saja, ditanya baik-baik, disentuh emosinya, ngapain kok ikut-ikutan begitu. 'Loh saya kalau pakai baju punggawa begini, saya kan gagah,' dia bilang begitu. Ya, itu kan persoalan lain," katanya.
Menurut dia, banyak persoalan lain yang jauh lebih perlu mendapatkan perhatian persoalan-persoalan semacam itu.
Akan tetapi, Yenny mengatakan persoalannya menjadi lain apabila ada unsur penipuan yang dilakukan Totok terhadap pengikut-pengikutnya atau unsur pelanggaran hukum maka tepat jika dilakukan penangkapan
"Kalau penipuan beda lagi. Itu pelanggaran hukum. Itu boleh ditangkap. Tetapi kalau dakwaannya adalah karena dia pura-pura menjadi raja, itu tidak bisa jadi landasan untuk menangkap," katanya pula.
Sebelumnya, Totok mendeklarasikan sebagai Sinuhun yang memimpin Keraton Agung Sejagad, bersama Permaisuri Fanni Aminadia yang bergelar Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.
Mereka mengklaim memiliki pengikut sekitar 450 orang dan menggelar acara Wilujengan dan Kirab Budaya pada 10-12 Januari 2020 yang membuat keraton fiktif itu menghebohkan publik.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng menangkap Totok dan Fanni di sekitar Wates, Yogyakarta, atau di luar "keratonnya" di Purworejo, Jateng, dan menjadikannya tersangka penipuan.
Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel menjelaskan tersangka memiliki motif untuk menarik dana dari masyarakat dengan menggunakan tipu daya.
"Dengan simbol-simbol kerajaan, tawarkan harapan dengan ideologi, kehidupan akan berubah. Semua simbol itu palsu," katanya lagi.
Totok maupun Fanni bukanlah warga Purworejo, melainkan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jakarta dan selama ini indekos di Yogyakarta.
Bahkan, Totok dan Fanni juga bukan pasangan suami-istri, sebab Fanni yang diakui Totok sebagai permaisuri ternyata hanya teman wanitanya.
Perbuatan tersangka, lanjut dia, telah menimbulkan keresahan terhadap masyarakat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, sehingga kepolisian telah bertindak cepat dan tegas untuk mencegah terjadi korban yang lebih banyak.
"Sekarang kan banyak orang yang 'halu' (berhalusinasi). Ya kalau menganggap dirinya raja. Kita punya (bisa) apa?" kata Yenny, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.
Menghadapi fenomena semacam itu, kata pemilik nama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh itu, masyarakat setidaknya memiliki dua pilihan, yakni mempercayainya atau membiarkannya.
Namun, diakui putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid itu, tak sedikit masyarakat yang kemudian percaya dengan klaim Totok atas kerajaan yang dipimpinnya dan bersedia menjadi pengikutnya.
Bagi mereka yang terpengaruh dengan fenomena itu, kata dia, bisa diajak bicara dan dibina secara baik-baik, tetapi jangan kemudian disikapi secara berlebihan.
"Dibina saja, ditanya baik-baik, disentuh emosinya, ngapain kok ikut-ikutan begitu. 'Loh saya kalau pakai baju punggawa begini, saya kan gagah,' dia bilang begitu. Ya, itu kan persoalan lain," katanya.
Menurut dia, banyak persoalan lain yang jauh lebih perlu mendapatkan perhatian persoalan-persoalan semacam itu.
Akan tetapi, Yenny mengatakan persoalannya menjadi lain apabila ada unsur penipuan yang dilakukan Totok terhadap pengikut-pengikutnya atau unsur pelanggaran hukum maka tepat jika dilakukan penangkapan
"Kalau penipuan beda lagi. Itu pelanggaran hukum. Itu boleh ditangkap. Tetapi kalau dakwaannya adalah karena dia pura-pura menjadi raja, itu tidak bisa jadi landasan untuk menangkap," katanya pula.
Sebelumnya, Totok mendeklarasikan sebagai Sinuhun yang memimpin Keraton Agung Sejagad, bersama Permaisuri Fanni Aminadia yang bergelar Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.
Mereka mengklaim memiliki pengikut sekitar 450 orang dan menggelar acara Wilujengan dan Kirab Budaya pada 10-12 Januari 2020 yang membuat keraton fiktif itu menghebohkan publik.
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng menangkap Totok dan Fanni di sekitar Wates, Yogyakarta, atau di luar "keratonnya" di Purworejo, Jateng, dan menjadikannya tersangka penipuan.
Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel menjelaskan tersangka memiliki motif untuk menarik dana dari masyarakat dengan menggunakan tipu daya.
"Dengan simbol-simbol kerajaan, tawarkan harapan dengan ideologi, kehidupan akan berubah. Semua simbol itu palsu," katanya lagi.
Totok maupun Fanni bukanlah warga Purworejo, melainkan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jakarta dan selama ini indekos di Yogyakarta.
Bahkan, Totok dan Fanni juga bukan pasangan suami-istri, sebab Fanni yang diakui Totok sebagai permaisuri ternyata hanya teman wanitanya.
Perbuatan tersangka, lanjut dia, telah menimbulkan keresahan terhadap masyarakat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, sehingga kepolisian telah bertindak cepat dan tegas untuk mencegah terjadi korban yang lebih banyak.