Palu (ANTARA) - Ibu Kota Negara (IKN) telah ditetapkan berpindah dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Tepatnya di sebagian wilayah kabupaten Kutai Kartanegara dan Panajam Paser Utara. Regulasi ini akan berdampak terhadap wilayah penyangga pangan, tenaga kerja dan kebutuhan primer lainnya.
Jakarta sebagai IKN saat ini mendapat pasokan pangan dan tenaga kerja selain dari pulau Jawa, juga dari Sumatera khususnya Provinsi Lampung dan sekitarnya.
Penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di IKN baru akan dimulakan pada 2024. Sejumlah infrastruktur secara bertahap akan mulai dibangun pada 2021. Waktu tiga tahun dianggap lebih dari cukup membangun infrastruktur karena rancangan dan pelaksanaannya telah mengintegrasikan mekanisasi dan digitalisasi.
Penduduk di IKN baru nantinya diperkirakan tembus di angka 8 juta jiwa, belum termasuk penduduk yang tidak menetap karena tinggal sementara, oleh tugas atau suatu urusan. Pangan dan tenaga kerja trampil yang bersertifikat, tentunya akan menjadi satu kebutuhan prioritas.
Wilayah Pulau Kalimantan diperkirakan tidak mampu memenuhi kebutuhan itu, dan harus mendatangkan dari wilayah lain. Enam Provinsi di Pulau Sulawesi diuntungkan, dan akan menggantikan peran kampung, karena berhadapan langsung dengan Pulau Kalimantan serta berada di antara Kalimantan dengan Kepulauan Maluku dan Papua.
Baca juga: OPINI - Tol Tambu-Kasimbar dan baterai lithium, magnit baru investasi Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah adalah Provinsi paling diuntungkan dibanding enam provinsi lainnya. Keunggulan komparatif dan kompetetif yang dimiliki provinsi ini antara lain (1) Berhadapan langsung dengan IKN baru, khususnya dipesisir Selat Makassar yaitu Kabupaten Donggala dan Tolitoli; (2) Jarak dengan IKN sekitar 200 km, atau waktu tempuh menggunakan kapal kecepatan 12 knot selama sekitar 10 jam; (3) Dapat menjadi jembatan penghubung IKN dengan kawasan timur (Maluku dan Papua) melalui Teluk Tomini dengan integrasi Tol laut dan Tol darat Tambu-Kasimbar.
Dengan posisi strategis seperti ini, Sulawesi Tengah akan memiliki daya saing yang lebih baik untuk pemasaran pangan dan penyediaan tenaga kerja trampil yang bersertifikat. Posisi strategis ini akan lebih bermakna kalau Pemerintah Provinsi bersama kabupaten/kota dapat berperan memfasilitasi pemerintah kecamatan dan desa merancang skenario pemanfaatan sumberdaya desa termasuk dana desa yang jumlahnya milyaran rupiah per desa.
Tahun 2020 di Sulawesi Tengah, sekitar Rp1.600 miliar dana desa telah ditransfer ke rekening desa, untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi desa dan penguatan kelembagaan desa.
Baca juga: Gubernur Sulteng usulkan pembangunan tol Tambu-Kasimbar dalam RPJMN 2020-2024
Smart village atau desa cerdas adalah sebuah pendekatan baru dalam pengembangan desa yang mampu bersaing di era digital, era disrupsi dan industri 4.0. Sudah saatnya desa-desa di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah menggunakan pendekatan ini dalam rangka pemanfaatan sumberdayanya. Aktifitas ekonomi, sosial dan lainnya di desa cerdas juga dirancang menggunakan pendekatan cerdas seperti Smart Farming, Smart Education.
Peningkatan kapasitas kepala desa dan perangkatnya serta tenaga pendamping desa harus menjadi salah satu prioritas. Tujuannya adalah agar mereka bisa inovatif, adaptif dan 'update' dengan sejumlah perubahan yang terus bergerak dan sering kali tanpa diketahui alias 'silent'.
Bila ini dapat direalisasikan, maka kabupaten/kota, provinsi dan Indonesia menjadi maju. Kemiskinan, pengangguran dan Ketimpangan akan menurun. Demikian pula laju urbanisasi penduduk ke kota akan berkurang karena desa telah memiliki daya tarik dan daya saing.
Kesemuanya ini akan bermuara kepada terwujudnya Indonesia Hebat 2045 dengan pendapatan Negara sebesar Rp7 miliar dolar AS dari Rp1 miliar dolar AS pada 2018. Dan pendapatan per kapita meningkat dari 4.000 dolar AS menjadi 23.000 dokar US. SEMOGA. (*Kepala Bappeda Sulteng)
Baca juga: OPINI - Air bersihpun bisa disuply ke ibu kota baru dari Sulteng
Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP (kiri) bersama seorang petambak udang korban bencana alam di Sigi. (ANTARA/Rolex Malaha)
Jakarta sebagai IKN saat ini mendapat pasokan pangan dan tenaga kerja selain dari pulau Jawa, juga dari Sumatera khususnya Provinsi Lampung dan sekitarnya.
Penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di IKN baru akan dimulakan pada 2024. Sejumlah infrastruktur secara bertahap akan mulai dibangun pada 2021. Waktu tiga tahun dianggap lebih dari cukup membangun infrastruktur karena rancangan dan pelaksanaannya telah mengintegrasikan mekanisasi dan digitalisasi.
Penduduk di IKN baru nantinya diperkirakan tembus di angka 8 juta jiwa, belum termasuk penduduk yang tidak menetap karena tinggal sementara, oleh tugas atau suatu urusan. Pangan dan tenaga kerja trampil yang bersertifikat, tentunya akan menjadi satu kebutuhan prioritas.
Wilayah Pulau Kalimantan diperkirakan tidak mampu memenuhi kebutuhan itu, dan harus mendatangkan dari wilayah lain. Enam Provinsi di Pulau Sulawesi diuntungkan, dan akan menggantikan peran kampung, karena berhadapan langsung dengan Pulau Kalimantan serta berada di antara Kalimantan dengan Kepulauan Maluku dan Papua.
Baca juga: OPINI - Tol Tambu-Kasimbar dan baterai lithium, magnit baru investasi Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah adalah Provinsi paling diuntungkan dibanding enam provinsi lainnya. Keunggulan komparatif dan kompetetif yang dimiliki provinsi ini antara lain (1) Berhadapan langsung dengan IKN baru, khususnya dipesisir Selat Makassar yaitu Kabupaten Donggala dan Tolitoli; (2) Jarak dengan IKN sekitar 200 km, atau waktu tempuh menggunakan kapal kecepatan 12 knot selama sekitar 10 jam; (3) Dapat menjadi jembatan penghubung IKN dengan kawasan timur (Maluku dan Papua) melalui Teluk Tomini dengan integrasi Tol laut dan Tol darat Tambu-Kasimbar.
Dengan posisi strategis seperti ini, Sulawesi Tengah akan memiliki daya saing yang lebih baik untuk pemasaran pangan dan penyediaan tenaga kerja trampil yang bersertifikat. Posisi strategis ini akan lebih bermakna kalau Pemerintah Provinsi bersama kabupaten/kota dapat berperan memfasilitasi pemerintah kecamatan dan desa merancang skenario pemanfaatan sumberdaya desa termasuk dana desa yang jumlahnya milyaran rupiah per desa.
Tahun 2020 di Sulawesi Tengah, sekitar Rp1.600 miliar dana desa telah ditransfer ke rekening desa, untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi desa dan penguatan kelembagaan desa.
Baca juga: Gubernur Sulteng usulkan pembangunan tol Tambu-Kasimbar dalam RPJMN 2020-2024
Smart village atau desa cerdas adalah sebuah pendekatan baru dalam pengembangan desa yang mampu bersaing di era digital, era disrupsi dan industri 4.0. Sudah saatnya desa-desa di seluruh Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah menggunakan pendekatan ini dalam rangka pemanfaatan sumberdayanya. Aktifitas ekonomi, sosial dan lainnya di desa cerdas juga dirancang menggunakan pendekatan cerdas seperti Smart Farming, Smart Education.
Peningkatan kapasitas kepala desa dan perangkatnya serta tenaga pendamping desa harus menjadi salah satu prioritas. Tujuannya adalah agar mereka bisa inovatif, adaptif dan 'update' dengan sejumlah perubahan yang terus bergerak dan sering kali tanpa diketahui alias 'silent'.
Bila ini dapat direalisasikan, maka kabupaten/kota, provinsi dan Indonesia menjadi maju. Kemiskinan, pengangguran dan Ketimpangan akan menurun. Demikian pula laju urbanisasi penduduk ke kota akan berkurang karena desa telah memiliki daya tarik dan daya saing.
Kesemuanya ini akan bermuara kepada terwujudnya Indonesia Hebat 2045 dengan pendapatan Negara sebesar Rp7 miliar dolar AS dari Rp1 miliar dolar AS pada 2018. Dan pendapatan per kapita meningkat dari 4.000 dolar AS menjadi 23.000 dokar US. SEMOGA. (*Kepala Bappeda Sulteng)
Baca juga: OPINI - Air bersihpun bisa disuply ke ibu kota baru dari Sulteng