Poso (ANTARA) - Yayasan Solidaritas Perempuan (SP) melakukan aksi damai di bundaran depan Kejaksaan Negeri Poso, Senin, memperingati Hari Perempuan sedunia 8 Maret.
Aksi damai yang melibatkan sejumlah perempuan itu, menyoroti PT Sawit Jaya Abadi (SJA) yang dinilai hingga saat ini masih menyisahkan masalah dengan petani lokal karena belum jelasnya status hak atas pengelolaan sawit.
Ketua Badan Eksekutif SP Sintuwu Maroso Evani Hamzah dalam orasinya mengatakan lahan yang telah dikuasi perusahaan hingga saat ini belum diselesaikan PT SJA dan Pemda Poso.
"Saat ini tanah warga yang dikonversi menjadi tanah kelolaan sawit, sementara rakyat nota bene mata pencahariannya dari tanah tersebut akhirnya hilang, tentu berdampak pada ekonomi keluarga," ujar Evani.
Evani usai aksi itu mengatakan, yang paling krusial ada di dusun transmigrasi Dusun Madoro yang belum ada kejelasan hak atas kelolaan sawit.
Akibatnya warga setempat tidak memiliki lahan untuk menyambung hidup.
Baca juga: Perempuan Sultengl bahas tata kelola SDA untuk keadilan
Baca juga: Menteri PPPA: Perempuan Indonesia maju pesat tapi masih hadapi ketidakadilan
Menurutnya lahan yang dipakai PT SJA di Dusun Madoro itu seluas 50 hektare dari lahan warga lokal yang dikuasai masing-masing satu KK satu hektare.
"Berarti ada 100 hektare yang harus dikembalikan PT SJA, kami bersama perempuan di sana akan terus memperjuangkan hak tanah mereka di sana," tuturnya.
Evani, berharap agar PT SJA proaktif membangun komunikasi dengan warga agar persoalan di sana bisa teratasi.
Selain PT SJA, Solidaritas Perempuan juga menyoroti pihak PT Poso Energi dan sejumlah problem keberpihakan perempuan lainnya.
Humas PT SJA Jon Gultom yang dihubungi melalui telepon genggam mengatakan persolan tanah transmigrasi Dusun Madoro itu, masih sementara pengurusan MoU plasma.
Menurut Jon, pihaknya tidak merampas hak tanah di dusun transmigrasi Madoro, sebab menurutnya justru PT SJA yang menyiapkan lahan untuk menjadi lahan usaha transmigrasi seluas 100 hektare.
"Lahan yang disiapkan itu sudah tertanami pohon sawit dan terkelola dengan baik," ujar Jon.
Yang menjadi masalah kata Jon, biaya pembukaan kebun sawit tersebut belum ada pengembalian dari petani yang di sebabkan belum ada pembuatan MoU tentang besarnya biaya pembayaran yang akan dilakukan petani.
Baca juga: Perempuan Sigi jadi buruh migran unprosedural di luar negeri
Sementara lahan tersebut sudah dikerjakan dan dipanen secara rutin oleh warga transmigrasi.
Jon mengatakan sampai saat ini perusahaan tidak pernah melakukan merusak lingkungan, bahkan menurutnya dengan kehadiran PT SJA itu, telah terbangun tata kelola air, sehingga sawah dan kebun masyarakat desa yang berdekatan dengan areal PT SJA, tidak terkena banjir apabila musim penghujan.***
Aksi damai yang melibatkan sejumlah perempuan itu, menyoroti PT Sawit Jaya Abadi (SJA) yang dinilai hingga saat ini masih menyisahkan masalah dengan petani lokal karena belum jelasnya status hak atas pengelolaan sawit.
Ketua Badan Eksekutif SP Sintuwu Maroso Evani Hamzah dalam orasinya mengatakan lahan yang telah dikuasi perusahaan hingga saat ini belum diselesaikan PT SJA dan Pemda Poso.
"Saat ini tanah warga yang dikonversi menjadi tanah kelolaan sawit, sementara rakyat nota bene mata pencahariannya dari tanah tersebut akhirnya hilang, tentu berdampak pada ekonomi keluarga," ujar Evani.
Evani usai aksi itu mengatakan, yang paling krusial ada di dusun transmigrasi Dusun Madoro yang belum ada kejelasan hak atas kelolaan sawit.
Akibatnya warga setempat tidak memiliki lahan untuk menyambung hidup.
Baca juga: Perempuan Sultengl bahas tata kelola SDA untuk keadilan
Baca juga: Menteri PPPA: Perempuan Indonesia maju pesat tapi masih hadapi ketidakadilan
Menurutnya lahan yang dipakai PT SJA di Dusun Madoro itu seluas 50 hektare dari lahan warga lokal yang dikuasai masing-masing satu KK satu hektare.
"Berarti ada 100 hektare yang harus dikembalikan PT SJA, kami bersama perempuan di sana akan terus memperjuangkan hak tanah mereka di sana," tuturnya.
Evani, berharap agar PT SJA proaktif membangun komunikasi dengan warga agar persoalan di sana bisa teratasi.
Selain PT SJA, Solidaritas Perempuan juga menyoroti pihak PT Poso Energi dan sejumlah problem keberpihakan perempuan lainnya.
Humas PT SJA Jon Gultom yang dihubungi melalui telepon genggam mengatakan persolan tanah transmigrasi Dusun Madoro itu, masih sementara pengurusan MoU plasma.
Menurut Jon, pihaknya tidak merampas hak tanah di dusun transmigrasi Madoro, sebab menurutnya justru PT SJA yang menyiapkan lahan untuk menjadi lahan usaha transmigrasi seluas 100 hektare.
"Lahan yang disiapkan itu sudah tertanami pohon sawit dan terkelola dengan baik," ujar Jon.
Yang menjadi masalah kata Jon, biaya pembukaan kebun sawit tersebut belum ada pengembalian dari petani yang di sebabkan belum ada pembuatan MoU tentang besarnya biaya pembayaran yang akan dilakukan petani.
Baca juga: Perempuan Sigi jadi buruh migran unprosedural di luar negeri
Sementara lahan tersebut sudah dikerjakan dan dipanen secara rutin oleh warga transmigrasi.
Jon mengatakan sampai saat ini perusahaan tidak pernah melakukan merusak lingkungan, bahkan menurutnya dengan kehadiran PT SJA itu, telah terbangun tata kelola air, sehingga sawah dan kebun masyarakat desa yang berdekatan dengan areal PT SJA, tidak terkena banjir apabila musim penghujan.***