Jakarta (ANTARA) - Sudah sejak lama Kartini dicitrakan sebagai emansipasi, pun serupa ketika perempuan-perempuan duduk di pucuk tertinggi.
Tak terkecuali bagi Retno Lestari Priansari Marsudi. Mengemban amanah sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet yang mayoritas laki-laki tentu adalah tantangan tersendiri.
Terlebih di masa pandemik, diplomasi ala Kartini yang inspiratif dan tak mengenal henti adalah kunci. Kerja keras mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda itu tak pernah diragukan, untuk membawa nama Indonesia semakin dipandang dan disegani di mata dunia internasional.
Dalam berbagai forum internasional, perempuan kelahiran Semarang, 27 November 1962 itu senantiasa mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mengusung jurus-jurus diplomasi yang paten.
Retno bahkan dianggap sebagai salah satu perempuan paling berpengaruh dalam Kabinet Jokowi. Tercatat ia merupakan Menteri Luar Negeri Indonesia ke-17.
Pada 2017, alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu mendapatkan penghargaan sebagai agen perubahan di bidang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan dari UN Women dan Partnership Global Forum (PGF).
Retno juga tercatat berhasil mengantar Indonesia duduk sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB 2019-2020. Tidak hanya itu saja, berkat dirinya juga Indonesia kembali menjadi anggota Dewan HAM PBB tahun 2020-2022.
Di tengah masa darurat COVID-19, ia punya jurus-jurus khusus sebagai salah satu Kartini Kabinet Indonesia Maju agar seluruh kebijakan luar negeri Indonesia bisa terimplementasikan dengan baik.
Berikut petikan wawancara khusus ANTARA dengan Retno Marsudi menyambut Hari Kartini, 21 April 2020:
Bagaimana tantangan menjadi Menteri Luar Negeri (perempuan) di tengah pandemik?
Retno Marsudi (RM): Alhamdullillah dengan tim yang solid, kita akan terus memaksimalkan ikhtiar agar Indonesia dapat tangani COVID-19. Tantangan besar tapi dengan teamwork yang kuat insyaAllah tantangan tersebut dapat kita tangani.
Apa saja perbedaan yang signifikan dalam menjalankan tugas sebagai menteri dalam kondisi darurat Corona seperti saat ini?
RM: Fokus dari diplomasi kita tentunya mengalami penyesuaian, yaitu untuk penanganan COVID-19 dan meningkatkan perlindungan WNI di luar negeri.
Komunikasi antara para Menlu justru lebih intensif, walaupun kita tidak dapat berjumpa. Hampir setiap hari kita melakukan komunikasi baik secara bilateral maupun berkelompok.
Adakah amanah atau tugas tertentu yang diinstruksikan secara khusus kepada Anda dalam masa darurat sekarang ini?
RM: Fokus diplomasi kita memang harus di-adjust selama pandemik, terutama untuk meningkatkan kerja sama pemenuhan barang-barang yang diperlukan bagi upaya melawan COVID-19 dan tentunya perlindungan WNI.
Menurut Anda, apakah sukses tertinggi Anda sebagai perempuan?
RM: Kalau sukses, saya tidak berhak menilai diri saya sendiri hehehe. Yang ingin saya tekankan adalah bahwa kami akan terus memaksimalkan agar mesin diplomasi terus dapat bekerja dalam situasi apapun, tentunya demi memenuhi kepentingan nasional.
Menurut Anda, apakah peran yang bisa dilakukan perempuan di tengah pandemik COVID-19?
RM: Perempuan perlu terus diberdayakan, termasuk di tengah pandemik. Sekitar 70 persen tenaga medis seluruh dunia adalah perempuan. Artinya perempuan berada di garda terdepan dalam penanganan pasien.
Di Indonesia jumlah UMKM yang dikelola atau dimiliki oleh perempuan jumlahnya lebih 60 persen. Dan yang menarik adalah 60 persen UMKM Indonesia yang memproduksi hand sanitizer atau penyanitasi tangan hazmat, dan masker dimiliki perempuan. Di sinilah saya selalu bangga mengatakan bahwa perempuan dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah atau part of the solution.
Tetapi saya juga ingin memastikan bahwa hak-hak perempuan juga harus terus mendapatkan perlindungan dan tidak mengalami diskriminasi, baik dari akses pelayanan kesehatan, akses keuangan, dan lain-lain.
Saya mendengar adanya informasi meningkatnya kasus KDRT selama pandemik. Hal ini harus dihentikan.
Apakah pesan Anda untuk para kartini (perempuan) Indonesia?
RM: Perempuan selalu dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah. Perempuan Indonesia harus saling menguatkan.
Apakah resep untuk bisa selalu ceria, optimistis, dan awet muda?
RM: Harus selalu optimistis dan terus tebarkan energi positif.
Bagaimana Anda melihat sosok Kartini secara pribadi?
RM: Saya hanya melihat Kartini dari semangat yang ia kobarkan mengenai persamaan, pendidikan, dan sebagainya, jadi semangat Kartini bahwa perempuan harus diperlakukan setara mendapatkan hak yang sama, hak mengenyam pendidikan, saya kira itu yang menjadi penyemangat kita kaum perempuan Indonesia untuk maju.
Bagaimana Anda melihat kiprah perempuan Indonesia saat ini?
RM: Perempuan bisa berkiprah di berbagai bidang, kelihatannya sepele tapi ternyata kalau kita lihat masih banyak negara dimana masalah diskriminasi ini masih menjadi isu, misalnya, gaji antara laki-laki dan perempuan dibuat berbeda dan sebagainya dan alhamdulillah kita tidak mengalami hal ini di Indonesia.
Tentunya kebijakan adalah satu hal, tapi faktor lain yang akan ikut berkontribusi mendorong perempuan berperan aktif dalam kehidupan ekonomi, politik, dan lain-lain. Misalnya, adalah dalam kehidupan berkeluarga. Dalam keluarga ini sangat menentukan, nah, ini juga saya lakukan di awal pernikahan saya, saya berbicara kepada suami saya dan suami saya mendukung penuh peran saya menjadi diplomat.
Jadi keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar sangat juga membantu dan juga tentunya masyarakat. Dan saya tidak melihat bahwa masyarakat Indonesia tidak menerima peran perempuan di luar rumah. Mereka, saya kira, kita, setiap hari melihat sudah biasa bahwa kaum perempuan Indonesia juga aktif melakukan kegiatan di luar rumah.
Adakah yang ingin disampaikan kepada perempuan Indonesia?
"Selamat Hari Kartini kepada kaum perempuan Indonesia!!!"
Tak terkecuali bagi Retno Lestari Priansari Marsudi. Mengemban amanah sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet yang mayoritas laki-laki tentu adalah tantangan tersendiri.
Terlebih di masa pandemik, diplomasi ala Kartini yang inspiratif dan tak mengenal henti adalah kunci. Kerja keras mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda itu tak pernah diragukan, untuk membawa nama Indonesia semakin dipandang dan disegani di mata dunia internasional.
Dalam berbagai forum internasional, perempuan kelahiran Semarang, 27 November 1962 itu senantiasa mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mengusung jurus-jurus diplomasi yang paten.
Retno bahkan dianggap sebagai salah satu perempuan paling berpengaruh dalam Kabinet Jokowi. Tercatat ia merupakan Menteri Luar Negeri Indonesia ke-17.
Pada 2017, alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu mendapatkan penghargaan sebagai agen perubahan di bidang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan dari UN Women dan Partnership Global Forum (PGF).
Retno juga tercatat berhasil mengantar Indonesia duduk sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB 2019-2020. Tidak hanya itu saja, berkat dirinya juga Indonesia kembali menjadi anggota Dewan HAM PBB tahun 2020-2022.
Di tengah masa darurat COVID-19, ia punya jurus-jurus khusus sebagai salah satu Kartini Kabinet Indonesia Maju agar seluruh kebijakan luar negeri Indonesia bisa terimplementasikan dengan baik.
Berikut petikan wawancara khusus ANTARA dengan Retno Marsudi menyambut Hari Kartini, 21 April 2020:
Bagaimana tantangan menjadi Menteri Luar Negeri (perempuan) di tengah pandemik?
Retno Marsudi (RM): Alhamdullillah dengan tim yang solid, kita akan terus memaksimalkan ikhtiar agar Indonesia dapat tangani COVID-19. Tantangan besar tapi dengan teamwork yang kuat insyaAllah tantangan tersebut dapat kita tangani.
Apa saja perbedaan yang signifikan dalam menjalankan tugas sebagai menteri dalam kondisi darurat Corona seperti saat ini?
RM: Fokus dari diplomasi kita tentunya mengalami penyesuaian, yaitu untuk penanganan COVID-19 dan meningkatkan perlindungan WNI di luar negeri.
Komunikasi antara para Menlu justru lebih intensif, walaupun kita tidak dapat berjumpa. Hampir setiap hari kita melakukan komunikasi baik secara bilateral maupun berkelompok.
Adakah amanah atau tugas tertentu yang diinstruksikan secara khusus kepada Anda dalam masa darurat sekarang ini?
RM: Fokus diplomasi kita memang harus di-adjust selama pandemik, terutama untuk meningkatkan kerja sama pemenuhan barang-barang yang diperlukan bagi upaya melawan COVID-19 dan tentunya perlindungan WNI.
Menurut Anda, apakah sukses tertinggi Anda sebagai perempuan?
RM: Kalau sukses, saya tidak berhak menilai diri saya sendiri hehehe. Yang ingin saya tekankan adalah bahwa kami akan terus memaksimalkan agar mesin diplomasi terus dapat bekerja dalam situasi apapun, tentunya demi memenuhi kepentingan nasional.
Menurut Anda, apakah peran yang bisa dilakukan perempuan di tengah pandemik COVID-19?
RM: Perempuan perlu terus diberdayakan, termasuk di tengah pandemik. Sekitar 70 persen tenaga medis seluruh dunia adalah perempuan. Artinya perempuan berada di garda terdepan dalam penanganan pasien.
Di Indonesia jumlah UMKM yang dikelola atau dimiliki oleh perempuan jumlahnya lebih 60 persen. Dan yang menarik adalah 60 persen UMKM Indonesia yang memproduksi hand sanitizer atau penyanitasi tangan hazmat, dan masker dimiliki perempuan. Di sinilah saya selalu bangga mengatakan bahwa perempuan dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah atau part of the solution.
Tetapi saya juga ingin memastikan bahwa hak-hak perempuan juga harus terus mendapatkan perlindungan dan tidak mengalami diskriminasi, baik dari akses pelayanan kesehatan, akses keuangan, dan lain-lain.
Saya mendengar adanya informasi meningkatnya kasus KDRT selama pandemik. Hal ini harus dihentikan.
Apakah pesan Anda untuk para kartini (perempuan) Indonesia?
RM: Perempuan selalu dapat menjadi bagian dari penyelesaian masalah. Perempuan Indonesia harus saling menguatkan.
Apakah resep untuk bisa selalu ceria, optimistis, dan awet muda?
RM: Harus selalu optimistis dan terus tebarkan energi positif.
Bagaimana Anda melihat sosok Kartini secara pribadi?
RM: Saya hanya melihat Kartini dari semangat yang ia kobarkan mengenai persamaan, pendidikan, dan sebagainya, jadi semangat Kartini bahwa perempuan harus diperlakukan setara mendapatkan hak yang sama, hak mengenyam pendidikan, saya kira itu yang menjadi penyemangat kita kaum perempuan Indonesia untuk maju.
Bagaimana Anda melihat kiprah perempuan Indonesia saat ini?
RM: Perempuan bisa berkiprah di berbagai bidang, kelihatannya sepele tapi ternyata kalau kita lihat masih banyak negara dimana masalah diskriminasi ini masih menjadi isu, misalnya, gaji antara laki-laki dan perempuan dibuat berbeda dan sebagainya dan alhamdulillah kita tidak mengalami hal ini di Indonesia.
Tentunya kebijakan adalah satu hal, tapi faktor lain yang akan ikut berkontribusi mendorong perempuan berperan aktif dalam kehidupan ekonomi, politik, dan lain-lain. Misalnya, adalah dalam kehidupan berkeluarga. Dalam keluarga ini sangat menentukan, nah, ini juga saya lakukan di awal pernikahan saya, saya berbicara kepada suami saya dan suami saya mendukung penuh peran saya menjadi diplomat.
Jadi keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar sangat juga membantu dan juga tentunya masyarakat. Dan saya tidak melihat bahwa masyarakat Indonesia tidak menerima peran perempuan di luar rumah. Mereka, saya kira, kita, setiap hari melihat sudah biasa bahwa kaum perempuan Indonesia juga aktif melakukan kegiatan di luar rumah.
Adakah yang ingin disampaikan kepada perempuan Indonesia?
"Selamat Hari Kartini kepada kaum perempuan Indonesia!!!"