Palu (ANTARA) - Ia menamai benda ini dengan text screen. Yaaa, nama yang kebarat-baratan memang, tapi yakin, sebagian besar pembaca mengerti maksudnya. Bila diterjemahkan secara bebas, artinya adalah layar yang menyajikan teks untuk dibaca.

Tapi yang paling penting di sini bukan nama, tetapi ide kreatif alias kreativitas. Nama bisa diubah-ubah, apalagi kalau benda ini nanti sudah laris di pasaran, adalah ideal untuk mencarikan nama dagang yang 'branded' ... hehehe Inggris lagi .... namun akrab di telinga orang Indonesia.

Kreativitas adalah kata kunci. Kreativitas ini menghasilkan inovasi karena jeli melihat peluang pasar yang tercipta dari kondisi riil yang sedang dihadapi masyarakat sekitarnya.

Berbincang selama sekitar setengah jam di ruang pamernya yang luas, sekaligus tempat ibadah di bilangan Jalan Ki Hajar Dewantara Palu belum lama ini, lelaki gagah ini menceritakan idee kreatifnya hingga menghasilkan 'text screen' ini.

"Semua berawal dari perintah 'stay at home' yang dikeluarkan pemerintah untuk mengeliminasi penyebaran COVID-19," ujar Pendeta Leopold Baginda, yang pencipta 'text screen' Leo saat merakit text screen di kediamannya (ANTARA/Rolex Malaha)
Suatu saat, kata Leo, panggilan akrabnya, ia diundang menghadiri rapat virtual secara nasional yang digelar oleh Gereja Bethel Indonesia (GBI), organisasi tempatnya bernaung dan melayani. Ia menyaksikan para pembicara saat menyampaikan materi, koq tidak fokus tatapannya ke lensa kamera.

Inovasi itu pun melesat di kepalanya. 

Ah, kata Gembala Sidang GBI Jemaat Pondok Daud, Kota Palu itu, tampaknya diperlukan sebuah alat bantu agar seorang pembicara yang akan berpidato, berkhotbah atau bercakap one-way (searah) di kamera, bisa berbicara lancar dengan membaca teks tertulis dimana tatapan mata saat membaca itu tetap terarah langsung ke lensa kamera.

"Dengan alat bantu itu, penonton akan menyaksikan seorang pembicara berkata-kata dengan jelas, lancar dan fasih dimana mata penonton dan pembiara terus berpadu. Seolah kita berbicara empat mata," ujarnya.

Kreativitas pun muncul. Leo yang menyukai kerja-kerja teknik itu pun merancang sebuah alat sederhana ini. Dengan keterampilan tukangnya, ia membuat sebuah bingkai kaca bening ukuran 30x40 centimeter. Bingkainya menggunakan bahan pembuat bingkai foto pada umumnya.

Bingkai kaca ini kemudian dilengketkan ke sebuah papan penopang menggunakan engsel sehingga bisa disetel naik turun sesuai kebutuhan kemiringan untuk menjamin tegaknya layar saat dijalankan dan dibaca.

Untuk menggunakannya, kamera diletakkan di belakang alat ini. Bisa menggunakan kamera biasa (DSLR), bisa pula kamera ponsel umumnya. Text screen ini dilengkapi pula dengan penyangga khusus ponsel bila pengguna memakai kamera ponsel. Tampilan text screen yang siap dibaca (ANTARA/Rolex Malaha)
Untuk menampilkan teks, pengguna harus mengupload aplikasi di playstore yang namanya Parrot Teleprompter. Teks yang akan dibaca di depan kamera, disalin ke dalam aplikasi parrot tersebut, karena aplikasi inilah yang akan menjalankan teks dengan kecepatan dan ukuran huruf (font) yang bisa diatur sesuai keperluan.

Setelah posisi kamera diatur untuk siap rekam, ponsel dengan aplikasi parrot teleprompter ini pun diletakkan di atas papan penopang 'text screen' dimana layar kacanya dibuka ke atas dan diposisikan dalam kemiringan sekitar 45 derajat, menggunakan pengangga khusus yang disiapkan.

Peletakkan kamera dengan aplikasi parrot ini diatur sedemikian rupa sehingga searah dengan kamera di belakan layar kaca, sehingga saat teks dibaca, mata pembicaranya tepat mengarah ke lensa kamera.

Nah, ketika program parrot telepromter itu dijalankan, teks akan terpantul dari layar kaca yang 'scrolling down' (teks terangkat otomatis), dengan kecepatan dan ukuran font yang diatur sehingga pembaca bisa terus-menerus membaca teks yang tampil dimana mata tetap tertuju tept pada lensa kamera.

"Puji Tuhan, alat ini bagus dan menolong sekali untuk pelayanan di era ibadah dalam jaringan (online) dewasa ini," ujar Pendeta Soni Palit, Ketua PGLII Kota Palu.

Selama masa pandemi COVID-19 dimana gereja-gereja dilarang beribadah dengan mengumpulkan jemaat di dalam gereja, para gembala bisa tetap terus-menerus mengunjungi dan menyapa serta memberi makan rohani jemaat-jemaatnya secara virtual di media sosial. Leo berbincang dengan seorang pengjung ruang pamernya (ANTARA/Rolex Malaha)
"Untuk memproduksi bahan-bahan ajar, renungan, khotbah, pengumuman dan informasi lainnya, text screen ini salah satu alat bantu yang sangat menolong untuk menghasilkan rekaman berkualitas dan menarik," ujarnya.

Sedangkan Pendeta Rolex Malaha menilai bahwa alat ini tidak hanya dibutuhkan oleh para pendeta, tetapi juga oleh masyarakat umum, khususnya para pemimpin di tingkat apapun, baik organisasi pemerintahan, sosial, politik, bisnis, pendidikan dan lain sebagainya untuk memproduksi bahan-bahan siaran tatap muka yang berkualitas.

Anda pasti bertanya, berapa harga alat ini dan dimana memperolehnya.

Anda tinggal mengontak sang penemu alat sederhana ini dinomor ponsel 085241186878. 

Yang jelas, saat saya menjemput alat pesanan saya ini dikediaman Pendeta Leo di Jalan Kijahar Dewantara dua pekan lalu, saya hanya dimintai duit Rp200.000/unit.

Bagi saya, melihat manfaat alat ini serta tuntutan keterampilan untuk memproduksinya, harga tersebut sangat sesuai dengan kondisi sulit yang dihadapi kebanyakan warga yang terdampak pandemi virus corona ini.

Karena itu, buruan deh memesannya, sebab barang ini makin laris manis dan diberkati Tuhan. 

Leo menjelaskan text screen hasil karyawan dalam vidio ini
 

Pewarta : --
Editor : Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2024